green tea

222 27 21
                                    

Terik matahari kembali menghajar bumi, tetapi tak dihiraukan oleh anak-anak dalam memanfaatkan haknya untuk bermain. Hal ini terlihat dari tetap penuh sesaknya taman bermain, bahkan ketika matahari sedang berada di puncak tahtanya. Maka di situlah Fajar memarkirkan truk es krimnya, membunyikan sirine sebagai pemberitahuan bagi anak-anak mengenai kehadirannya di taman tersebut.

Di tengah sibuknya Fajar melayani anak-anak yang mengerubungi es krimnya, tiba-tiba seseorang datang tergopoh-gopoh ke arahnya.

"Lihat Hanan?" Pertanyaan yang singkat dari orang tersebut. Fajar mengalihkan fokusnya dari anak-anak dan es krim. Di lihatnya sosok Rian bersimbah keringat, wajahnya merautkan kepanikan, kakinya sedikit bergetar, mungkin karena lelah, dan pelupuk mata yang tampak menahan tangis.

"Hanan? Enggak. Kenapa?" Fajar balas bertanya. Tak dihiraukannya anak-anak kecil yang mencacinya karena ia menunda untuk membuat pesanan mereka. Rian tak menjawab, hanya menggeleng, kemudian berlari ke arah luar taman. Fajar merasa sesuatu yang tidak baik terjadi.

"Adik-adik, Om pamit bentar. Sana-sana, lanjut main dulu, sana." Tak pikir panjang, Fajar mengusir anak-anak yang kini tampak begitu kecewa. Fajar sebenarnya tidak tega membuat anak-anak itu menjadi murung. Tapi, bagaimana lagi? Rian tampaknya jauh lebih membutuhkan bantuannya.

Segera ia beresi semua perlengkapan dagangnya, kemudian masuk ke dalam kursi kemudi dan melajukan mobilnya ke arah Rian berlari.

🍦

Rian masih berlari. Fajar melihatnya. Sambil berteriak, bertanya kesana-kemari. Rasa panik menjalar pada sekujur tubuhnya.

"Yan!" Fajar berusaha memanggil Rian. Yang dipanggil sempat menoleh. Fajar memberi gestur agar Rian mendekat ke arahnya dari dalam mobil. Dengan sigap Rian berlari menuju mobil Fajar, masuk ke dalam truk mini bercorak heboh tersebut, dan memaakai sabuk pengamannya.

"Jalan! Aku cerita sambil jalan." Ucap Rian singkat. Satu hal yang Fajar sukai dari Rian adalah iritnya Rian dalam berbicara. Kata-kata yang sirat akan dinginnya nada bicara Rian turut membuat Fajar terpana. Tetapi yang benar-benar menghipnotis Fajar adalah, sikap Rian yang sebetulnya penuh kasih dan sayang. Rian ibarat boneka salju, ia dingin, tapi semua orang menyukainya, karena ia menyiratkan kehangatan cinta dalam.

🍦


"Aku lagi main sama Hanan. Tapi kamu tau, kan Jar kalau Hanan itu aktif banget. Geraknya juga gesit. Baru aku tinggal main handphone bentar, dia udah hilang!" Rian bercerita gelagapan. Tampak dirinya kalut bukan main.

"Tenang Yan, kita cari sama-sama, ya." Fajar berusaha menenangkan Rian. Matanya masih berfokus pada jalanan raya yang ramai. "Mbak Novi sudah tau?" Fajar melirik ke arah Rian saat memberinya pertanyaan tersebut.

"Jangan! Jangan sampai Mbak Novi tau. Aku harus temuin Hanan sebelum Mbak Novi tau. Aku gak mau dia kahwatir, Jar!" ucap Rian menggebu-gebu. Fajar menggaruk kepalanya.

Fajar mencoba mengingat pertemuan pertamamya dengan Hanan. Anak manis tersebut memang lincah dan cerdas. Meskipun belum bisa berbicara secara lancar, Hanan sudah mengerti banyak hal, salah satunya cara membeli es krim cokelat.

"Sebentar, selain es krim, apa lagi yang Hanan suka?" Fajar bertanya pada Rian.

"Hanan? Dia suka cokelat. Apapun makanannya, yang penting ada cokelatnya." jawab Rian. Fajar menganggukkan kepalanya.

"Hanan selalu bawa uang ya Yan?" Fajar teringat dengan uang goceng yang dipegang erat Hanan hari itu.

"Iya. Hanan selalu bawa uang lima ribu, untuk beli air mineral kalau di jalan dia haus." Rian menjelaskan singkat, mendengar hal tersebut, Fajar menjentikkan jarinya.

Ice Cream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang