Menghela napas, Kai kembali menaruh buku partitur dan memilih untuk meregangkan otot tubuhnya. Pemuda itu teringat akan ucapan Nami tempo lalu, kala ia tak bisa menjawab pertanyaan gadis itu. Kai penasaran, kenapa Nami terdengar selalu mengaitkan segala hal dengan kematian?
Ngomong-ngomong masalah Nami, hari ini gadis itu tak berkunjung. Kai merasa ragu untuk mengirim pesan pada Nami, saat mendatangi kelasnya pun Nami tidak berada di sana. Gadis itu benar-benar misterius, dan Kai sangat penasaran.
"Mencari Nami?" Taehyun tiba-tiba muncul dari dalam kelasnya yang berada di samping kelas Nami. Ia tak sengaja melihat Kai celingak-celinguk di sana.
"Ah iya, kau mengenalnya juga?"
Taehyun terkekeh kecil, "tentu saja. Siapa orang yang tidak kenal Jung Nami? Anak itu sangat populer."
Kai mengangguk, setuju dengan ucapan Taehyun. Toh Nami selama ini selalu menarik perhatian banyak orang, terlebih setelah hari itu."Taehyun, coba katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang Nami." Kai malah menyeret Taehyun masuk kembali ke kelas, matanya bahkan berbinar seperti anak anjing, menatap penuh kuriositas.
"Karena kami tidak sekelas, aku tidak tahu pasti, sih. Tapi banyak sekali orang-orang yang membicarakannya. Terutama tentang keluarganya." Taehyun membenarkan posisi duduknya sebelum memulai pembicaraan panjang lebar. Biasanya ia tidak seperti ini, tapi entah mengapa pembahasan tentang sosok Jung Nami juga membuatnya bersemangat.
"Sebenarnya aku tidak mau ikut campur, tapi setiap kali aku melewati lorong aku pasti mendengar beberapa siswi berbisik mengatakan anak haram pada Nami. Mereka juga tampak tak suka padanya karena Nami selalu berhasil meraih peringkat satu. Kebetulan pada semester akhir, peringkat Nami turun. Hanya turun satu angka, tapi orang-orang yang tidak suka padanya menjadikan itu sebagai lelucon untuk Nami. Aku pikir ia cukup tertekan karena orang-orang itu selalu mengusiknya padahal itu hanya terjadi sekali."
Kai mengangguk. Memang benar, kalau sudah benci, apapun akan dijadikan alasan untuk semakin membenci orang tersebut. Menjadi Nami pastilah sulit. Ia yang semula berada di atas saja sudah dibenci, terlebih saat terjatuh, orang-orang pun akan semakin membencinya atau bahkan mentertawakannya seperti yang Taehyun katakan.
"Setelah itu aku juga mendengar beberapa teman bilang kalau Nami punya luka sayatan di pergelangan tangan kirinya. Juga lebam di area lehernya. Tidak ada satupun yang bertanya atau peduli, mereka hanya memandangi Nami dan membicarakan hal-hal buruk tentangnya. Gadis itu tidak pernah mendapat perlakuan baik."
Jujur Kai malah merasa bersalah setelah mendengar cerita Taehyun. Semua cerita ini Taehyun ketahui dari omongan orang sekitar, yang mana cerita itu sudah bertambah atau dikurangi dari mulut ke mulut.
"Kalau kau sendiri, apa pendapatmu tentang Nami?" Kai bertanya agak lirih.
"Ah, dia benar-benar mengangumkan. Aku tidak peduli dia seperti apa, toh prestasinya lebih gemilang daripada orang-orang yang membicarakannya. Aku juga tidak mudah percaya tentang rumor aneh yang diceritakan tentangnya. Meski yang kutahu hanya itu." Taehyun menyesap jusnya, membasahi kerongkongannya yang kering setelah bercerita. Diliriknya Kai yang tampak mengusap tengkuknya, seperti sedang memikirkan hal lain.
"Kau dekat dengannya, kan?" Pertanyaan Kang Taehyun membuat Kai terkesiap, ia langsung tergagap. Dekat yang dimaksud bukan seperti yang mereka pikirkan. Kai juga tidak pernah bertanya apapun pada Nami, dan ia juga tidak tahu menahu apa yang terjadi pada gadis itu. Ia jadi merasa tak enak setelah mengetahui hal ini.
Nami pada awalnya mungkin terlihat dingin dan sulit di dekati, namun gadis itu sangat ramah dan hangat. Setiap kali melihat Nami tersenyum, Kai merasa sangat lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mélodie
Fanfiction"Setidaknya, terima kasih karena telah memberi harapan dan kebahagiaan melalui melodi. Terima kasih karena telah mencoba menyelamatkan hidupku."