01

250 41 97
                                    

MÉLODIE

Chopin — Etude op. 10 No. 3
Tristesse

🎶

Salah dua.

Dari sepuluh soal, salah dua.

Apa Mama akan marah?

"Wah, Nami dapat nilai bagus lagi, ya?"

Jung Nami buru-buru menyingkirkan kertas yang sempat ia remas sebelum tersenyum kikuk pada sang lawan bicara. Beberapa pasang mata sontak memandangnya penasaran.

"Jangan malu begitu, ah! Aku melihat angka delapan loh, aku jadi ingin menebak angka terakhirnya."

Beberapa murid agak ricuh dengan fakta bahwa Nami mendapatkan nilai cukup sempurna pada ujian evaluasi semester pelajaran matematika. Yoon Seri tersenyum manis di hadapan Nami, seolah berhasil membuat gadis pintar itu mendapat atensi anak-anak di kelas.

"Yoon Seri lebih baik kau urus saja angka lima pada kertasmu. Cepat kembali ke tempat dudukmu." Jaein Ssaem langsung menginterupsi saat atmosfir kelas berubah dingin. Nami menghela napas pelan, jantungnya berdebar saat tatapan tertuju padanya. Belum lagi bisik-bisik yang terdengar menyebutkan namanya.

"Pelit."

"Antisosial."

"Ambisius."

"Untuk apa pintar kalau tidak mau berbagi?"

Nami berusaha keras untuk abai. Meski sayup, ia masih mampu mendengar ucapan mereka dan tatapan penuh kebencian yang mengarah padanya. Selalu seperti itu, bahkan rumor tak berdasar yang beredar tentangnya.

"Katanya dia belajar setiap malam ya? Kalau Ibuku punya anak seperti dia, pasti Ibu akan membangga-banggakannya."

"Apa semua anak ambisius tidak mau bersosialisasi?"

Nami benar-benar tidak suka kehidupannya yang penuh sindiran dan kebencian.

***

"Hei Nami, pulang sekolah mau pergi bersama ke mall tidak? Aku yang traktir!" Lagi-lagi Seri muncul dengan wajah semringah. Di belakangnya, beberapa orang yang Nami yakini sebagai teman Seri menatapnya dari ujung kepala hingga kaki.

Penampilan dirinya dan Seri begitu berbeda. Sebab Seri selalu tampil dengan glamour dan berkelas, sementara Nami biasa saja.

Seperti kutu buku yang harus dienyahkan.

"Maaf Seri, mungkin lain kali?"

Air muka Seri berubah sedikit kecewa, namun buru-buru ia menambahkan, "baiklah, tidak apa-apa. Kamu pasti sibuk belajar, kalau ada kesempatan ayo pergi bersama."

Nami mengangguk, menatap punggung Seri yang berjalan kian menjauh. Jujur saja Nami ingin pergi bersama mereka, bersama Seri. Namun apa jadinya jika ia pergi tanpa sepengetahuan Mama? Apakah Mama akan marah, atau bahkan memakinya lagi?

"Kakak harus lebih berusaha lagi, coba kakak bayangkan bagaimana perasaan Mama saat kakak mengecewakannya? Akhir-akhir ini juga nilai Kakak menurun dan sekarang Kakak suka membolos, Kakak seharusnya paham apa yang akan Mama lakukan jika beliau mengetahuinya."

Langkahnya lalu terhenti di depan pintu ruang musik. Ia tidak bisa menutup rungu dari alunan melodi yang selalu menarik perhatiannya beberapa minggu ini. Niatnya untuk kembali ke kelas seolah lenyap dibawa buaian melodi.

Disandarkannya punggung pada tembok di samping pintu. Labium gadis itu membentuk satu kurva tipis. Matanya yang bulat melengkung seperti bulan sabit. Dari dalam sana, siapapun bisa mendengar lantunan merdu yang memanjakan telinga. Nami memandangi ujung sepatunya, ia penasaran musik apa yang sedang dimainkan saat ini?

Mélodie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang