Terungkap

14 12 0
                                    

Eliza Rhada Caira Pov.

Pagi telah datang. Kulihat jam di hp-ku. Pukul 05.30. Aku memang biasa bangun jam segini. Untuk olahraga atau berenang.

Sebenarnya aku ingin mandi. Tapi aku tidak mempunyai baju. Masa iya aku mandi dan pake baju dia? Oh no! Itu buruk.

Kuputuskan untuk keluar dan turun ke bawah. Perutku sudah keroncongan dari semalam. Bagaimana gk keroncongan coba, aku aja gk makan dari kemarin malam.

Kulihat tidak ada siapapun di bawah. Rumah sebesar ini cukup mengerikan jika hanya ditinggali 3 orang.

Aku berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas. Ada banyak sayuran, buah, makanan, minuman, dan lain-lain. Kulkas dua pintu itu diisi dengan banyak bahan kebutuhan rumah tangga.

Aku memgambil dua butir telur, cabe merah dan bawang merah. Aku mulai mengiris cabe merah dan bawang merahnya manjadi kecil-kecil. Setelah itu aku memasukkan ke mangkuk yg sudah ada telurnya.

Kudengar seseorang turun dari lantai atas. Apa itu dia? Atau bibik yg bekerja di sini? Atau bisa jadi suaminya si bibik.

"Ngapain lo?," tanyanya yg ternyata si El.

"Masak telur. Kenapa? Mau?" Tawarku.

"Telur mata sapi kurang mateng." Ucapnya. Aku hanya mengangguk.

Dia berjalan dan duduk di bar mini. Sedangkan aku memasak telur yg tadi sudah kuaduk. Lalu memasak satu lagi untuknya.

"Lo udah biasa bangun jam segini?," tanyanya.

"Iya." Jawabku seadanya.

"O,"

"El," panggilnya. Aku hanya menjawab dengan deheman saja.

"Untuk sementara lo tinggal di sini aja ya, demi keselamatan lo. Gw gk mau orang-orang itu sampe nyakitin lo." Ucapnya.

Aku berbalik dan meletakkan dua piring di atas meja kaca itu. Lalu mengambil dua piring nasi untuknya dan untukku. Kuletakkan lagi du dekat telur yg sudah kumasak tadi. Setelah itu aku duduk di hadapannya dan memakan telurku.

"El, lo denger gw gk sih?!" Tanyanya yg mulai kesal karna aku tak menanggapinya tadi. Aku menatap lurus ke arahnya.

"Kalo emang sebahaya itu aku tinggal di sini, lebih baik aku ke luar kota aja. Itu lebih bagus." Ucapku sambil melipat kedua tanganku di meja.

"Percuma El, anggota mereka ada di mana-mana. Kalo lo keluar kota dan jauh dari gw, itu akan mempermudah mereka buat nangkep lo." Jawabnya.

"Apa yg mereka cari dari aku?," tanyaku.

"Nyawa." Jawabnya.

Terkejut? Tentu saja. Tapi kusembunyikan ekspresi itu dengan wajah dinginku.

"Untuk apa mereka mau nyawaku?," tanyaku lagi.

"Lo gk akan ngerti! Mereka itu psikopat gila!" Jawabnya.

"Terus kamu?," tudingku. Jelas aku tau orang di hadapanku ini juga seorang psikopat gila.

Aku baru tau semalam saat aku terbangun di tengah malatauKarena penasaran akhirnya aku mengecek internet. Sepertinya orang yg bersamaku saat ini pernah kulihat. Dan betul! Dia pernah masuk tv karena kasus pembunuhan. Tapi dia bisa bebas dari tuduhan itu karena pengacaranya mengumpulkan segala bukti untuk membuktikan bahwa dia tidak salah. Namun aku tau bukti itu tidak asli.

"Maksudnya?," tanyanya seolah tak mengerti apa dari maksudku.

"Kamu juga psikopatkan? Sama kayak mereka." Jawabku yg masih dengan ekspresi dingin.

Saat mengetahui fakta itu, aku memang sedikit takut. Tapi entah keyakinan dari mana aku bisa seberani menghadapinya.

"Gk usah ngaco!" Ucapnya sambil terkekeh.

"Lantai tiga. Itu apa?," tanyaku. Selain mencari informasi tentangnya tadi malam, aku juga pergi ke lantai tiga rumahnya. Entah kenapa aku penasaran dan seolah ada yg menuntunku ke sana.

Kulihat wajahnya memerah dan matanya menajam. Aku sedikit takut jika dia begini.

"Siapa yg ijinin lo ke lantai tiga?," tanyanya dingin.

"Ayah dan bunda. Aku lihat di sana ada jenazah ayah dan bundaku." Jawabku.

Saat melihat jenazah orang tuaku, aku terkejut bukan main. Kukira mereka meninggal karena kecelakaan dan jenazahnya tidak ditemukan sampai sekarang. Tapi tidak. Mereka dibunuh dan jenazahnya di simpan di sini. Di rumah ini.

"Aku ragu kamu mau lindungi aku. Setelah ngeliat jenazah orang tuaku ada di sana, aku yakin. Akulah korban kamu selanjutnya. Benar? Right!" Ucapku yg merupakan pernyataan. Kulihat dia diam saja sedari tadi. Wajahnya masih sama. Begitu juga tatapan matanya.

"Kalo kamu mau bunuh aku, silahkan. Aku gk keberatan. Toh, setiap manusia juga bakal mati. Itu udah kehendak Tuhan. Cuman cara matinya aja yg beragam." Ucapku lagi.

"Lo tau kenapa gw bunuh mereka? Karna mereka semua udah nyakitin perasaan gw! ORANG TUA LO UDAH MISAHIN GW SAMA LO! BAHKAN LO SENDIRI GK INGET SIAPA GW! Sekarang gw tanya, lo tau siapa gw? Selain seorang psikopat di mata lo, lo tau siapa gw hah?," dia memajukan badannya padaku dan menumpukan tangannya di atas meja.

"Nggak." Jawabku seadanya.

"Aku gk kenal sama El yg sekarang. Aku kenalnya El yg lucu, imut, lembut dan gk nyakitin orang kayak sekarang. Apa karna aku pindah makanya kamu berubah gini?," tanyaku. Jelas saja aku kenal dia. Dia adalah sahabat kecilku. Tapi aku baru mengenalnya saat malam itu juga.

"Lo tau, waktu lo ninggalin gw, gw kayak gk punya kehidupan lagi. Gw gk tau harus kemana dan ngapain. Lo ninggalin gw dan gk ngasih kabar sama sekali." Ucapnya dan menatap manik mataku senduh.

Flashback On 19 tahun lalu-

"Yah, kita mau kemana?," tanyaku. Saat itu aku baru berumur 5 tahun.

Kulihat ayah dan ibuku sedang membereskan pakaian.

"Kita akan pindah keluar kota. Kita akan tinggal di sana." Jawab ayahku.

"Tapi kenapa kita pindah? El nanti mau ketemu Zaidan gimana? Nanti Zaidan sedih gimana kalo El gk tinggal di sini lagi?," tanya yg mulai sedih.

"Kamu ini masih kecil! Gk usah mikirin orang lain! Pikirin aja sekolah sama les kamu!" Jawab ayahku sedikit membentak.

"Yah, jangan bentak El kayak gitu. Dia masih kecil." Ujar bundaku.

"Terserah! Sekarang cepat bereskan baju El. Aku mau manasin mobil dulu." Ucap ayahku lalu pergi keluar.

Tak lama kemudian bundaku sudah selesai membereskan bajuku. Laly dia berjalan ke luar dan memasukan koper itu ke bagasi mobil. Bunda menggenggam tanganku dan membawaku masuk ke mobil setelah bunda mengunci pintu rumah.

Aku duduk di bangku belakang dan menatap ke belakang. Berharap Zaidan muncul dan melihat kepergianku. Tapi itu tidak terjadi.

Aku berpikir, bagaimana nanti dia jika tanpa aku?
Apakah dia akan mencari sahabat baru?
Apakah dia akan melupakan aku?
Apakah akan ada seseorang yg menggantikan posisiku?

Aku sangat sedih saat itu. Aku ingin mengucapkan selamat tinggal dan memeluknya. Tapi orang tuaku tidak membiarkanku melakukan itu.

Sudahlah, semua sudah berakhir.

Flashback off-

【Death Angel】[On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang