Jakarta-Indonesia
-Happy Reading-
Mata Mia membelalak tak percaya. Jantungnya mencelos semakin dalam hingga mengakibatkan ia susah bernapas dan nyaris mati.
"Pa...papa jangan ngadi-ngadi dong, Pa. ya kali Mia harus nikah sedangkan Mia masih sekolah." Mia beranjak dari duduknya, bersimpuh di bawah kaki Papa-nya yang sedang duduk di sofa. Ini adalah pembicaraan paling tidak masuk akal yang mereka bahas selama Mia hidup di dunia ini.
Handoko, Papa-nya. Tiba-tiba saja menyuruhnya menikah dengan seorang lelaki yang bahkan tidak pernah ia temui sebelumnya.
Gila, ya! Sumpag demi dunia per-tiktokan Mia tidak rela dinikahi lelaki yang katanya mapan. Bukankah kemapanan seseorang selalu identik dengan kematangan umurnya. Alias tua?
"Papa mau nikahin aku sama Om-om sekelas Hotmasparis yang ke mana-mana kayak toko emas berjalan? Pa, ayolah." Mia kembali mengeluh akan permintaan sang Papa.
"Mia, dia bukan Om-om. Umurnya baru 40 tahun. Dia baik, dan Papa yakin dia bisa jagain kamu di saat Papa nggak ada."
"Pa...papa mau ke mana sih? Di sini aja sama Mia. Tungguin Mia pulang sekolah, sambut Mia saat Mia pulang kerja."
Selama bertahun-tahun Mia memang menjadi tulang punggung keluarga setelah ia kehilangan Ibu-nya dan kondisi kesehatan Handoko yang semakin lama semakin menurun. Tapi itu tidak membuatnya merasa terbebani sama sekali. Mia senang melakukannya, walaupun waktu bermainnya ia gunakan untuk bekerja di sebuah cafe. Tidak apa-apa, asal Mia tidak disuruh menikah atau lebih tepatnya menjadi simpanan om-om.
"Mia yakin, dia udah punya istri. Dia pasti, sering membegal anak SMA seperti aku, Pa."
Handoko tertawa kecil. Seorang Nathan Wijaya yang ia kenal bukan lelaki seperti yang dipikirkan Mia. Dia adalah lelaki pekerja keras juga masih lajang di usianya yang sudah matang. Nathan adalah anak dari Wijaya, sahabatnya. Rencana perjodohan ini terjadi setelah ia bertemu dengan Wijaya di sebuah pusat perbelanjaan ketika menemani Mia membeli buku beberapa bulan yang lalu. Dan setelah menunggu lama, akhirnya kabar baik itu ia terima. Nathan setuju dengan pernikahan ini, berbeda dengan Mia.
"Setidaknya kamu bertemu dulu dengan dia, Mia. Yah...anggap aja ini permintaan Papa yang terakhir. Papa janji nggak bakalan minta apa pun lagi."
"Kenapa semua orangtua suka sekali mengatasnamakan semua keinginannya dengan sebuah kalimat 'Permintaan terakhir' Mia nggak mau putus sekolah, Pa. Pokoknya nggak!"
Tangan Handoko merangkak naik, mengelus pucuk kepala anaknya yang kembali memohon padanya. Mungkin, bagi Mia pernikahan ini adalah hal yang paling menakutkan terlebih lagi mereka belum pernah bertemu sama sekali.
"Mia, kamu nggak akan putus sekolah. Om Wijaya bilang, Nathan sudah setuju dengan rencana kami. Jadi, setelah menikah Nathan tidak akan menyentuh kamu sebelum kamu menyelesaikan sekolah dan sebelum kamu siap."
"Ya kali," Mia memekik. Tidak masuk akal rasanya seorang lelaki dewasa tidak akan menerkamnya secara membabi buta ketika mereka bersama dalam sebuah kamar dan malam yang gelap. Mia rasa, dirinya tidak begitu jelek. Ia tinggi, berat badan pun ideal. Memiliki rambut sebahu, mata yang agak sipit. Turun ke bagian hidung, Mia rasa Tuhan-nya sangat adil menghadiahinya sebuah hidung mancung bak perosotan anak TK. Bulu mata yang lentik dan alis yang tebal juga Mia miliki. Kulit putih tanpa bekas luka, juga senyum manis semakin membuat dirinya merasa good looking.
Mia benar-benar merasa pusing dibuatnya ketika Handoko kembali membujuknya. Ia menghela napas penat, memijat pelipisnya yang berdenyut seketika kemudian duduk di samping Handoko. Ia mebiarkan saja lelaki yang menjadi alasannya tetap kuat dan semangat menjalani hidup ini mengelus lengannya lembut. Handoko selalu mengatakan ini adalah permintaan terkahirnya, sedikit membuat Mia takut.
Mia menatap Papa-nya sembari melingkarkan tangan pada pinggang lelaki yang ia anggap menjadi cinta pertamanya. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana dirinya tanpa seorang Ayah. Bagaimana ia harus menjadi manusia waras jika Handoko pergi meninggalkannya.
"Sayang, Papa nggak mau menyesal suatu hari nanti. Kita nggak tau umur kita seberapa lama, dan ketika Tuhan masih memberi kesempatan untuk Papa memilihkan suami terbaik untuk kamu, Papa akan melakukannya. Percayalah, pernikahan akan menjadi indah jika kamu mencoba memahami pasanganmu. Nathan lelaki yang terbaik untuk kamu."
Iya, lelaki itu memang terbaik untuk Mia. Lalu bagaimana dengan Mia sendiri? Bukankan seseorang memiliki penilaian yang berbeda? Bagaimana jika dia tidak bisa menerima kekurangannya? Astaga, Mia tambah pusing dibuatnya.
"Kapan kamu akan menemuinya, Nak?" tanya Handoko.
Mia menelan liurnya, kemudian mngendikan bahu dan menjawab, "Mungkin hari ini. Hari esok, atau nanti..." Sembari bersenandung kecil dan meninggalkan Handoko melongos begitu saja masuk ke dalam kamarnya.
•
Nathan mengernyitkan dahi setelah membuka pesan dari sang Ayah. Beliau mengiriminya sebuah foto. Gadis cantik yang katanya akan dijodohkan dengannya.
-Papa:
Cantik banget. TOP BGT!
Tulis Wijaya tanpa malu dengan umur. Entah kenapa, Papa-nya selalu bersemangat jika soal wanita muda.
Biasa aja, Pa.
Sending...
Nathan kemudian kembali menyimpan ponselnya karena rapat akan segera dimulai. Tapi entah kenapa, ia yang jarang tersenyum menjadi menarik kedua sudut bibir, menciptakan senyum tipis di sana hanya karena sebuah foto gadis kecil yang ia rasa biasa saja.
"Papa lo jodohin lo lagi? Sama siapa?"
Nathan menggeleng karena sialnya, Jay teman kantor sekaligus sepupunya telah melihat isi pesa Wijaya.
"Nggak tau anak mana. Paling juga nggak bertahan lama seperti yang lainnya."
"Boleh lempar ke gue kalau lo bosan,"
"Oke," sahut Nathan sebelum akhirnya membuka rapat dengan gaya maskulin dan mendominasi. Membuat hampir semua relasi wanitanya terpanah, kagum.
TBC.....
Author Note
Ini baru permulaan, semoga kalian suka ya.
Dikarenakan akun aku yang Tahubulat188 masih belum bisa dibuka sementara aku akan mempublish sebuah cerita di sini.Jaga kesehatan ya guys, doakan akun lama aku bisa diakses lahi ☹️
With Love
Anha Pertiwi
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding And Secret
RomanceKehidupan Mia awalnya sangat bahagia karena dikelilingi orang yang sangat menyayanginya. Ada dua teman yang selalu ada untuknya, juga ada seorang lelaki yang selalu menyayanginya. Lelaki yang selalu menjadi alasan Mia kuat selama ini. Hingga pada a...