Sekar menunduk selama sidang berlangsung. Dia berusaha membantah semua yang dituduhkan, tetapi usahanya gagal. Keputusan para sesepuh sudah final. Mereka harus dinikahkan. Statusnya kelak akan menjadi selir dari Raden Wijaya.
"Apa ndak ada pilihan lain, Kanjeng Gusti? Saya bahkan rela diusir dari keraton jika memang menolak menjadi selir," pintanya dengan nada memohon. Rasanya Sekar tak bisa membayangkan jika harus hidup bersama dengan laki-laki itu.
Semua orang berpandangan satu dengan yang lain. Sementara itu, Wijaya berusaha menahan emosi. Segala cara dia lakukan untuk menaklukkan gadis itu. Namun, ketika dihadapan kepada para petinggi keraton, Sekar masih berani menolak.
"Apa alasanmu menolak pernikahan ini, Kar?" tanya Wijaya.
"Maaf, Raden. Tapi saya ndak bisa menerimanya. Saya mencintai laki-lain lain," jawab Sekar jujur dengan mata berkaca-kaca.
"Dia sudah mati, Kar. Apa yang kamu harapkan dari bangkai?" ucap lelaki itu kasar.
"Wijaya!" Raja membentak putranya karena sikapnya sungguh memalukan.
Cinta memang bisa merubah sifat seseorang. Pangeran ketiga yang dulunya begitu santun dan sopan, kini berubah licik hanya karena seorang wanita.
"Aku berkata benar, Romo. Harusnya Sekar merasa senang karena akan menjadi bagian dari keluarga kita. Ada banyak gadis yang ingin berada di posisi ini. Kenapa dia malah menolak?" protesnya.
Wijaya merasa menyesal karena bergerak lambat. Jika tahu Sekar masih bersikeras menolak pernikahan, harusnya kemarin dia melakukannya sekalian.
"Ada banyak gadis yang ingin menjadi selir. Lalu kenapa kamu memilih Sekar yang jelas-jelas sudah menolak?"
Pertanyaan Raja itu membuat Wijaya mati kutu. Lelaki itu tak mungkin mengatakan secara terang-terangan jika selama ini dia mencintai gadis itu.
"Dia sahabatku sejak kecil. Aku sudah tau sifatnya. Tak sulit bagi kami untuk beradaptasi jika kelak bersama," kata-kata itu sangat lancar diucapkan oleh Wijaya.
Semua orang kembali berpandangan dan berdiskusi. Sementara yang lain mengangguk setuju. Jawaban Wijaya tadi cukup pintar dan bisa diterima akal.
"Lagi pula keputusan para sesepuh sudah tepat. Kami akan menerimanya," lanjut Wijaya dengan senyum kemenangan. Dia sengaja mengucapkan kata 'kami' agar Sekar tak dapat menolak lagi.
"Tapi--" tolak Sekar.
"Benar apa yang dikatakan oleh Raden, Kanjeng Gusti." Salah seorang sesepuh keraton angkat bicara.
"Tolong jelaskan apa yang menjadi pertimbangan kalian memutuskan ini," titah raja. Tentu saja dia akan melindungi Wijaya sekalipun putranya telah berbuat salah.
Salah seorang tetua yang ditunjuk maju ke depan untuk memberikan penjelasan.
"Sebelum memanggil kalian berdua, kami sudah memanggil orang tua Sekar terlebih dahulu," jelasnya tenang.
Senyum Wijaya semakin melebar. Lelaki itu menatap para sesepuh dengan senang. Dia berjanji akan memberikan mereka kantong-kantong uang yang banyak karena telah mengambil keputusan ini.
"Juga telah bertanya kepada Raden Ayu Prameswari. Mereka menyerahkan semua keputusan kepada kami."
Sekar tertunduk dengan air mata berlinang. Dia tak bisa membantah. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk membatalkan pernikahan ini adalah dengan melarikan diri. Namun, dia bingung bagaimana caranya.
Suasana menjadi hening. Semua orang masih menunggu titah terakhir dari raja untuk memutuskan ini. Ratu sejak tadi hanya diam, tak berniat ikut campur lebih dalam. Dia sudah membukakan jalan untuk memenuhi keinginan sangat putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir Sang Pangeran [Tamat]
RomantikKisah seorang gadis yang menjadi selir dari seorang pangeran muda, Raden Wijaya. "Maaf, Raden. Tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku mencintai laki-lain lain." Sekar "Kita memang bersahabat sejak kecil. Tapi statusmu sekarang adalah selirku. Jadi aku...