prolog

97 8 1
                                    


content/trigger warning : past characters death, supernatural elements

.

Chris membuka tirai jendelanya.

Malam ini, bulan menggantung cerah di langit. Sang dewi malam telah tiba pada fase purnamanya; bulat sempurna dengan cahaya keemasan yang kontras dengan gelapnya malam. Di sekelilingnya, puluhan bintang tersebar bagai permata. Cantik, berkilau, namun begitu tak tergapai. Bintang-bintang itu seolah menemani bulan mendiami malam, saling berbisik tentang bumi dan anak manusia.

Chris mencintai malam, sebagaimana ia mencintai dunia ini dan segala keindahannya.

Tiga ratus enam puluh tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar, tapi bukan juga waktu yang cukup untuk menikmati keindahan dunia ini. Chris sudah hidup selama itu, tapi jiwanya masih terus mencari. Meronta untuk menyusuri dunia dan menyaksikan keindahannya. Selalu ada hal baru yang membuat Chris tertarik, dan selalu ada hal lama yang membuat Chris jatuh cinta untuk kesekian kali.

Dalam tiga ratus enam puluh tujuh tahun itu, ratusan orang pernah singgah di hidupnya. Ada yang hanya sekadar menjadi tamu tak bernama, datang untuk kemudian pergi tanpa meninggalkan kesan. Ada pula yang menjadi kawan, berbagi tawa dan canda di antara piring-piring makanan dan lampu temaram. Pada kesempatan yang jarang, ada mereka yang singgah lama, menjadi kepingan berharga dalam hidup Chris yang tak bisa ia lupakan bahkan setelah beratus tahun lamanya.

Orang-orang yang berharga baginya itu sudah tiada. Mati. Terkubur dalam tanah, berteman dengan kesendirian. Tapi, Chris harap mereka tidak merasa terlalu sepi. Sebab, setiap bulan ia sempatkan waktunya yang tak terbatas untuk berziarah. Membawa bebungaan cerah yang ia letakkan di atas makam mereka. Setelahnya, Chris akan bercerita. Tentang manusia, tentang dirinya, tentang sereal baru yang ia sukai. Chris akan bercerita tentang apa saja. Hanya itu yang ia bisa lakukan untuk berterima kasih pada orang yang ia sayang dan juga menyayanginya (juga sekaligus mengusir rasa sepi, walau Chris tidak akan mengakui soal ini).

"Younghyun."

Nama itu terucap begitu saja dari mulutnya.

"Kau bilang, orang mati akan pergi ke langit. Berdiam di antara kemilau bintang, bersenda gurau dengan orang mati lainnya," Chris menggenggam erat pena di tangannya. Matanya menyisir satu per satu bintang di langit. "Apakah... apakah di atas sana, kau bertemu dengan Yugyeom dan yang lainnya? Apakah kalian bisa melihatku? Apakah aku benar-benar tidak sendiri, seperti apa yang kau katakan?"

Pertanyaan itu terlontar tanpa ada jawaban menyambut.

Sakit. Dadanya terasa sakit.

Padahal jantungnya sudah tak lagi berdetak, tapi Chris tetap bisa merasakan rasa sakit yang begitu nyata ini.

"Younghyun... Aku rindu kalian."



To be continued

Evergreen [chan, jisung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang