Pagi pun tiba, dan ayam akhirnya berkokok ria. Aku lalu bangkit dari tempat tidur dan memulai hari dengan berberes kamar. Setelahnya, aku langsung melihat pantulan diriku dikaca. Memastikan ada tidaknya kotoran mata atau bekas air liur yang menempel diwajah.
"Eh, Kak Hana udah bangun?" seru Balqis yang tiba-tiba masuk kedalam kamarku dengan berseragam anak SMP. Aku tersenyum menanggapinya.
"Balqis mau berangkat sekolah? Udah SMP aja. Cepat banget, ya. Padahal seingat Kak Hana Balqis itu kan masih suka nangis-nangis sama ngompol dicelana," ujarku sambil terkekeh kecil, senang karena dapat meledeknya.
"Ih... Kak Hana! Itu kan Balqis masih kecil..." timpalnya mengeliat-geliatkan tubuhnya, kesal. Lucunya...
"Hahaha, iya. Balqis berangkat sekolahnya bareng siapa? Naik apa?" tanyaku.
"Sama Bang Ariz, jalan kaki. SMP Balqis dekat, kok. Kak Hana mau ikut?" jawabnya antusias.
"Boleh?"
"Boleh, dong... Masa' enggak."
"Kalau Kak Hana mandi dulu, Balqis bakal telat, gak?"
"Gak. Balqis masuk sekolahnya pukul 6:30, masih ada 30 menit lagi. Kak Hana mandi aja dulu, Balqis tungguin. Jangan lama-lama, ya!" jelasnya lalu keluar dari kamar untuk sarapan.
Aku lalu mencari baju yang mau kupakai, lalu mengambil handuk juga sikat gigi dan pergi menuju kamar mandi. Saat melewati dapur, tak lupa menyapa Bu Nela dan Ariz sebentar.
-----
"Dah~ Semangat belajarnya!" seruku saat Balqis akan masuk kedalam kawasan sekolah. Ia melambaikan sebelah tangannya dengan senyuman sebagai jawaban.
"Ternyata sekolah lamaku, ya," gumamku pelan sambil mengingat papa yang selalu menghantar dan menjemputku dengan rutin seperti ini. Juga saat dimana mama yang menyium dahiku saat mau berangkat.
"Langsung pulang?" tanya Ariz yang berada tepat dibelakangku. Aku tersenyum ramah dan berbalik badan menghadap kedepannya.
"Kalau mau pulang, duluan saja. Aku masih mau jalan-jalan disekitar sini," balasku lembut. Ia menaikkan sebelah alisnya, tak tahu kenapa.
"A—apa?"
"Mau kemana kau? Kalau tersesat bagaimana?" ucapnya sambil menatapku lekat.
"Aku bisa menghubungimu," jawabku tersenyum lebar. Desa ini sudah banyak berubah, jadi aku mungkin bisa tersesat karena perubahan besar ini. Ya, begitulah, sudah 11 tahun.
"Bagaimana caramu menghubungiku?"
"Ah... bagaimana, ya?" bingungku juga sambil menggaruk belakang kepala. Aku lupa kalau tidak membawa ponsel...
"Hm?"
"Apa... apa kau bisa menemaniku? Aku akan mentraktirmu jika mau!"
"Hanya 'traktir'?" ucapnya sambil menekan pelan kata 'traktir' yang barusan aku katakan.
"Kenapa?"
"Tidak ada. Ayo, kau mau kemana?"
"Aku...."
Setelah mengatakan tujuanku, Ariz langsung berjalan didepan dan aku mengikutinya. Sambil berjalan, aku melihat pemandangan-pemandangan yang ada. Begitu asri dan indah, berbeda jauh dengan kota. Kulihat-lihat banyak sekali perubahan disini. Seperti terdapat resord dan restourant disini. Padahal sebelumnya hanya ada rumah warga, pohon, gunung, dan kebun. Tapi, tidak apa-apa juga, sih, yang terpenting kenangannya masih tersimpan lekat dihatiku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Halaman [Hiatus]
PoetryBerkisah tentang Hana yang ingin mengingat kembali semua memori-memori bersama keluarga dan teman-teman masa kecilnya disebuah desa tempat kelahirannya yang dulu pernah ditinggalkan. Ingin merasakan kebahagiaan dan kehangatan yang sudah hilang sejak...