“Enggak, ada yang ketinggalan?” tanya nayya, pada pemudi yang baru saja menutup pintu mobil yang dibalas gelengan kepala.
Jam menunjukan pukul 20.40, hari ini adalah hari kamis malam di awal bulan juni.
Dari radius 100meter terlihat pemuda berperawakan tinggi melambaikan tangan ke arah mereka bertiga yang baru saja menginjakan kaki dalam stasiun.“Babe!” sapanya, pada pemudi dengan hoodie coklat muda yang hampir menutupi seluruh wajah. Sasa mendengus kesal mendengar sapaan yang di lontarkan sang pemuda ibu kota.
“Udah lama san?” tanya nayya.
“Lumayan” jawab hasan, sembari melirik pemuda yang berdiri disebelah nayya.
“Kenalin san, ini abi” ucap nayya yang peka akan lirikan sang pemuda janardana.
Abiasa yang mendengar nama nya disebut mengganguk sopan pada pemuda di depan nya yang dibalas senyum oleh hasan.
Bertepatan setelah perkenalan singkat tadi, gerbong kereta mereka telah dibuka artinya kini sudah pukul 21.00 kereta tujuan jogjakarta sebentar lagi akan meninggalkan setasiun hall bandung.
- - -
“Sa, kita dapet kursi nomor berapa?”
“20 21 22 23”
“Nay, aku duduk di belakang ya” kata sasa mendudukan diri di kursi nomor 22. Sang pemudi bersurai legam itu agaknya takut duduk di depan pemuda yang sedari keberangkatan mereka tak bersua.
“Sa, pinjem bantal” toel pemuda janardana, tapi sang pemudi tak kunjung juga membuka mata seolah sudah tiba ke alam mimpi padahal ia baru saja membuka bungkus permen.
Dengan tak tahu aturan, hasan menarik bantal leher kuning bergambar anjing yang menjadi tumpuan pemudi khaneishia. Setelah nya bunyi benturan pada kaca kereta mengaggetkan sasa, ia meringis mengelus kepalanya.
“Sialan!” maki sasa, kemudian menabok hasan tanpa ampun.
“Udah sa, sakit” pasal nya, pukulan pemudi di sebelah nya ini benar-benar tak pernah main-main tak seperti pemudi biasa nya yang tekesan tak terasa. Sasa, menulikan indra pendengar nya seolah tak mendengarkan rengekan sang pemuda.
Tangan milik hasan segera melingkar di pergelangan sasa, menghentikan aksi pemudi khaneishia.
“Pinjem”
“Enggak”
“Lo tinggal nyender di bahu gue, kaya nayya ke abi apa susahnya sih sa”
“Enggak mau hasan!”
“Mau sasa!”
“Dibilangin enggak ya enggak!”
“Dibilangin mau ya mau!”
“Eng--” belum sempat sasa menyelesaikan kalimat nya, abi sudah lebih dulu menolehkan kepala ke belakang menatap dua insan yang sedari tadi berisik tak karuan. dan disambut ringisan oleh keduanya.
“Kan jadi kena tegur abi” kata sasa, yang kini menjadikan tangan nya sebagai sekat antara kaca jendela kereta dan kepala nya.
Hasan yang memperhatikan gerak sasa sedari tadi, kemudian menarik kepala sasa pada bahu lebar nya. “Udah diem!”. ucap hasan, memaksa.
- - -
“Mau cari anget-anget?” tanya pemuda yang sedari awal enggan mengeluarkan suara. Netranya sibuk merisik juwita rupa sang pemudi yang sedari tadi tak henti-henti nya mengosok-gosokan kedua tangan nya, padahal ac di atas mereka sudah dimatikan.
“Boleh”
“San, mau ikut ke belakang?” tanya nayya, pada hasan yang baru saja membuka mata.
“Duluan aja nay, mau bangunin sasa dulu” jawab hasan, nayya hanya mengangguk kemudian berlalu bersama abi.
Sesampainya di tempat makan nayya dan abi segera memesan dua buah mie cup, kopi serta teh hangat.
“Udah, angetan?”
“Udah”
“Minggu lalu kamu ke rumah sasa ya” kata pemuda sanskara, nayya yang mendengar penuturan abi tersedak kuah mie nya. “Pelan-pelan”
Setelah meminum teh yang disodorkan abi, nayya mengangguk ragu.
“Kenapa enggak mampir rumah?”
“Cuma sebentar, ambil titipan sasa”
“Ibu sedih, tahu kamu enggak mampir rumah” jelas abi pasal nya ia mendapat lamporan dari sang ibunda bahwa kekasih nya enggan mampir sebentar difikir nya mereka sedah tak baik-baik saja.
Rumah nya dan sasa memang berada dalam satu komplek yang sama, tapi mereka berdua tak pernah saling sapa. Hubungan mereka masih saja cangung padahal sering kali nayya mencoba mengajak mereka berdua jalan bersama.
“Maaf” kata nayya tak enak hati.
“Lain kali jangan kaya gitu lagi”
“Iya”
- - -
“Kebo bangun” kata hasan mengoyang-goyangkan lengan sasa. Sedangkan sang pemudi masih betah menutup mata.
“Di ajak nayya cari makan” bisik pemuda janardana, sasa dibuat geli oleh deru nafas hasan tapi tetap enggan membuka mata.
“Enggak” ucap sasa, yang kemudian membaringkan diri ditempat duduk hasan. Hasan mecibir kesal kemudian meninggalkan sasa seorang diri.
Setibanya di tempat makan hasan mengedarkan netranya mencari keberadaan kedua temannnya yang telah pergi terlebih dulu. Pemuda itu lantas menepuk pundak abi pelan.
“Sasa, enggak ikut san?”
“Enggak” jawab hasan, pemuda itu meletakan sepiring nasi dah teh yang telah ia beli kemudian mulai memakan nya menyusul abi yang sudah menghabiskan mie nya duluan.
“Pukul berapa nay?” tanya abi memecah keheningan di antara mereka bertiga.
“04.25 menit” jawab nayya, menunjukan jam di pergelangan tangan kirinya.
“Bentar lagi sampai setasiun tugu, ayo balik siap-siap” ajak abi pada nayya dan hasan yang masih menghabiskan minuman nya.
Setelah memastikan tidak ada yang kurang serta barang lengkap, mereka segera keluar stasiun. Kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan bus ke tujuan wisata pertama candi borobudur.
Enjoy to story!