Hareum tengah menatap setiap hidangan yang ada di hadapannya. Ia kemudian menatap pintu, menunggu kehadiran Joohee di sana. Ini sudah lewat jam makan malam. Namun, gadis itu masih belum datang. Ia akhirnya beranjak, berniat untuk mencari keberadaan Joohee. Namun, ia kembali duduk saat pintu itu terbuka.
"Kau darimana saja?"
Tzuyu tak menjawab. Ia hanya sibuk menggerutu lalu mulai menyambar makanan itu tanpa bicara apapun.
"Hey, apa yang terjadi padamu?"
Tzuyu meneguk segelas air yang ada di sana. Setelahnya, ia menyeka sisa-sisa air yang membasahi atas bibirnya dengan lengan bajunya. "Eonni, pria itu benar-benar menyebalkan. Dia memintaku untuk menemuinya, dia hanya mengatakan 'Joohee, kau harus berpura-pura tidak mengenalku' Bukankah itu sangat menyebalkan? Apalagi aku harus melewatkan makan malamku. Aish, apa aku tak bisa membunuhnya saja?" Tzuyu mengoceh tanpa henti, menceritakan bagaimana menyebalkannya Jeongguk. Ia bahkan sampai membuat Hareum tertawa.
"Lupakan soal dia, lebih baik kau makan saja."
Tzuyu terpukau dengan cita rasa makanan yang ia santap. Ini benar-benar mengingatkannya pada masakan sang Nenek. Memang rasanya tak seragam bumbu yang biasa ia rasakan di rumahnya. Namun, ini tetap terasa enak di lidahnya.
"Jadi, apa kau mengingat sesuatu setelah bertemu dan bicara langsung dengannya lagi?"
Tzuyu mengingat-ngingat kembali sambil mengunyah potongan daging yang ada dalam mulutnya. Hingga akhirnya ia menggeleng dan memasukan potongan daging lain ke dalam mulut. "Tidak ada. Aku tidak ingat apapun."
Sebenarnya satu potongan ingatan milik Joohee sempat muncul. Ingatan di mana Joohee menangis sambil mencengkram hanbok milik Jeongguk. Tzuyu yakin, itu ingatan saat Jeongguk meninggalkan Joohee. Apalagi itu juga dalam keadaan hujan.
Semakin aku memikirkannya, semuanya malah menjadi rumit. Lupakan saja, aku tak peduli. Tzuyu kembali menyantap makanan yang ada di hadapannya. Ia hanya perlu bersabar untuk memecahkan masalah apa yang diminta Joohee untuk dipecahkan.
"Orabeoni, kau masih di sana?" Yeonhwa tersenyum sebelum akhirnya menghampiri Jeongguk dan duduk di sampingnya.
Teras perustakaan memang salah satu tempat favorit Jeongguk selain bukit serta tempat latihan panahan. Jeongguk selalu menyendiri bersama buku catatan serta gantungan bulan sabitnya, berharap Joohee masih memiliki bagian lain dari bulan sabit itu.
Jeongguk memejamkan mata saat ingatan itu memaksanya untuk kembali mengingatnya. Bagai putaran film, Jeongguk sungguh tak bisa menghentikannya. Hingga secara tak sadar ia meneteskan air matanya.
"Kau setega itu? Orabeoni, kau benar-benar mau membunuhnya?"
Hanya itu saja yang terdengar oleh Jeongguk. Ia lalu menundukan kepalanya sementara tangannya bersandar pada pagar kayu. Ia merematnya dengan kuat, berharap ia bisa mengendalikan dirinya. Terlebih Joohee sudah terlihat baik-baik saja tanpanya.
"Orabeoni, gwaenchana?" Yeonhwa memberanikan dirinya untuk menyentuh bahu Jeongguk. Matanya benar-benar gemetar, takut jika Jeongguk akan melakukan sesuatu yang berbahaya. Apalagi ia bisa melihat betapa kuatnya tangan Jeongguk menggenggam pagar kayu itu.
"Putri, lebih baik kau kembali ke kamarmu, aku yang mengurusnya," ujar Jung--sahabat Jeongguk, membuat Yeonhwa mengangguk lalu pergi dari sana.
"Jeong-i, lebih baik kita kembali ke kamar saja. Aku rasa kau kedinginan."
*
*
*Dengan wajah yang menahan kantuk, Tzuyu dibantu beberapa dayang untuk bersiap. Pagi ini akan ada penilaian lain untuk pemilihan putri mahkota. Padahal Tzuyu yakin Joohee sama sekali tak tertarik soal ini. Namun, ia terpaksa ikut demi mencari tahu alasan utama dirinya bisa terjebak di beberapa abad bahkan sebelum ia dilahirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past & Future [Sudah Terbit]
Fiksi Sejarah[Sebagian Part diunpub] Terbangun dengan langit-langit kayu, tentu saja membuat Tzuyu merasa bingung. Ia ingat jika beberapa saat yang lalu, ia baru saja menjatuhkan tubuhnya ke dalam sungai. Dari desain kamar tersebut, ia yakin jika desain tersebut...