"Naruto, kau yakin baik-baik saja? Jika sakit, tak usah ikut jam olahraga."
Lelaki berambut pirang itu mengangguk jengah, Kiba sudah menanyakan hal itu berulang kali sejak sepuluh menit yang lalu. Apa Kiba tak lelah? "Sudah kubilang aku baik-baik saja, Kiba. Haruskah aku berlari memutari lapangan agar kau tahu bila aku sehat?"
Naruto menghela napas, perkataannya sama sekali tak selaras dengan apa yang ia rasakan. Ia mengaku, dirinya tak baik-baik saja.
Netra birunya menatap lurus pada Sasuke yang tengah melakukan peregangan. Wajah tegas Sasuke yang tanpa ekspresi membuatnya kesulitan mengetahui apa yang sedang lelaki itu pikirkan.
"Apa lihat-lihat?" Sasuke menatapnya tajam. "Daripada diam seperti orang bodoh, segera lakukan pemanasan agar kau tak cedera."
Naruto segera beranjak, tubuhnya mengambil tempat di samping Sasuke lalu segera melakukan pemanasan. Sesekali, ia meliriknya, Sasuke bersikap biasa seolah tak ada apapun yang terjadi diantara mereka.
Bagaimana mungkin dia bisa setenang ini?
Apa lelaki itu tak terusik sedikit saja mengenai peristiwa tempo hari? Ia tak sengaja mendengar pembicaraan Sasuke dan Hinata di UKS, perbincangan yang terdengar begitu intim seolah ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
Semacam hubungan, mungkin? Sasuke dan Hinata mungkin berpacaran, 'kan?
Katakanlah bila Naruto melampaui batas, bersikap memonopoli Hinata agar gadis itu menjadi miliknya seorang. Kendati hubungan yang tengah mereka jalani hanyalah sebatas goresan pena di atas secarik kertas, lelaki itu tak menyangkal bila semakin lama mereka bersama, Hinata membuatnya tertarik.
Cemburu, ia mengaku cemburu pada Sasuke.
Sasuke mengembuskan napasnya secara teratur, bola matanya menatap Naruto yang sedang melamun. Satu sentakan kuat ia hadiahkan di lengannya, Naruto memekik pelan lantaran terkejut.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Tidak, tidak ada."
Tempo hari, Sasuke mengatakan bahwa ia mesti melupakan apa yang telah didengar. Karenanya, sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak menyinggung perihal itu meski rasa penasarannya benar-benar memuncak.
Atau mungkin lebih tepatnya, Naruto hanya takut bila Sasuke dan Hinata sungguh memiliki hubungan khusus.
Sasuke menyugar helaian hitamnya yang basah sebab keringat, bibirnya mendecih lirih. "Pastikan siapa yang menjadi tujuanmu, jangan membuat orang lain salah mengambil langkah."
Kalimat ambigu dari Sasuke membuat Naruto menoleh secara spontan, merasa bingung kemudian hendak bertanya lebih lanjut. Namun Sasuke telah pergi lebih dulu, meninggalkannya seorang diri dan bergabung dalam permainan basket.
"Apa dia pikir otakku sepintar otaknya?" gumamnya kesal.
Kepalanya berpendar guna menilik seluruh penjuru gimnasium, tempat olahraga ini benar-benar ramai. Pasalnya, jam olahraga kelas tiga A dan tiga unggulan digabung menjadi satu. Karena itu, pelajaran olahraga kali ini terasa cukup 'berbeda'.
Tentu karena kelasnya dan kelas Hinata berolahraga bersama.
"Apa Hinata tak masuk?"
Salah, ia tahu pertanyaannya salah.
Mengapa orang pertama yang dicarinya adalah Hinata, bukan Sakura?
Senyum kecil terlukis dibibir kecokelatannya. Perawakan mungil Hinata yang berlari memasuki gimnasium membuatnya bernapas lega, setidaknya ia tahu bila gadis itu baik-baik saja. Namun, apa Hinata tak bisa memelankan langkah kemudian berjalan biasa saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreaking [END]
FanfictionBermula ketika Naruto meminta Hyuga Hinata menjadi pacar bayarannya selama satu bulan, dengan tujuan membuat Shizuka cemburu lantaran memutus hubungan mereka. Hingga pada satu titik, pemuda itu terjatuh pada permainannya sendiri. Namun dihari-hari...