Tatapan lelaki itu teduh dan sayu, kendati Hinata lah yang sedang sakit. Bibirnya bergetar, tampak ingin mengatakan sesuatu namun ditahan. Naruto menarik napas, perasaan tak suka itu menggerogoti akal sehatnya hingga ia tak berpikir lagi untuk bertanya.
"Apa kau tak menyukaiku meski hanya sedetik saja, Hinata?" tanyanya, lebih seperti memelas penuh harap agar Hinata membalas 'Ya, aku menyukaimu'.
Ah, apa ia tampak begitu menyedihkan karena berharap seperti itu?
Hinata tercekat, namun raut wajahnya tetap sama, redup dengan kulit memucat sebab sakit. Tangannya yang lemah berusaha mendorong dada Naruto agar lelaki itu menjauh darinya. Otaknya kembali berfungsi untuk berpikir rasional, ia harus mengingat fakta bahwa Naruto sudah memiliki pacar.
Pacar resmi, bukan sepertinya.
Gadis itu mendesah lirih, matanya berusaha mengelak dari tatapan ambiguitas yang Naruto layangkan. Sebenarnya, lelaki itu menyatakan suka atau berupaya memojokkannya?
"Pulanglah, aku ingin beristirahat." Hinata tidak terang-terangan mengusir, kehadiran Naruto disini hanya akan membuat suasana menjadi canggung.
Tubuh Hinata miring ke sebelah kanan, membelakangi Naruto yang kini tengah mengusap wajah secara kasar. Sepasang manik pucat itu pura-pura terpejam, Hinata tidak mau terjebak dalam situasi yang tidak nyaman.
Ia tidak ingin memberi jawaban, meski harus mengelak sekalipun.
"Hinata," panggil Naruto parau. "Maaf membuatmu tak nyaman, lupakan saja apa yang aku katakan," ucapnya menyesal kemudian menggoyangkan bahu Hinata menggunakan jari telunjuknya. Gadis itu bergeming. "Eh, sudah tidur?"
Diamnya Hinata membuat Naruto menyimpulkan bahwa gadis itu sudah terlelap, maka waktunya untuk berlama-lama disini telah usai.
Ia berdiri kemudian mengusap pelan helaian rambut Hinata. Tubuhnya maju, hendak mengecup kepala bersurai biru itu namun terhenti. Tidak ada hak, Naruto tidak mau mencuri kesempatan disaat gadis itu tidak sadarkan diri.
"Aku pulang, sampai jumpa di sekolah besok." Naruto menyempatkan menengok kebelakang saat sampai diambang pintu. "Sekali lagi jangan sakit, jangan membuatku cemas, Hinata."
Suara pintu yang tertutup mengundang terbukanya netra sesuram kabut. Hinata tidur telentang kemudian mendudukkan diri. Kepalanya menengok ke arah pintu, Naruto telah benar-benar pergi.
"Maaf," sesalnya lalu kembali memejamkan mata.
•••••
Naruto duduk lesu, termenung dengan otak sibuk bekerja. Ia menghembuskan napasnya kasar seraya menopang dagu, matanya memandang seisi kelas tiga A yang masih sepi, hanya ia sendiri yang ada di sini.
'Bodoh, kenapa aku datang sepagi ini?' batinnya mengutuk. Meskipun begitu, ia tahu benar alasannya memacu kecepatan motornya pagi ini agar tiba di sekolah lebih awal.
Hinata, Naruto ingin menemui Hinata. Gadis itu menjadi alasan utamanya untuk datang pukul enam pagi. Namun sepertinya, Hinata belum masuk sekolah.
"Hei, Naruto. Kau sudah datang?" Kiba yang berjalan dari arah pintu masuk langsung melempar tas ke atas meja lalu menarik kursi. "Apa kau belum mengerjakan pr?"
Naruto menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, tidak ada pr hari ini," jawabnya seraya menjadikan meja sebagai bantal. "Lupakan saja, pergi sana."
Lelaki bertato segitiga terbalik itu mendengkus kasar, tangannya mengambil tas yang semula berada di atas meja dan meletakkannya di kursi. Alangkah lebih baik bila ia membaca materi pelajaran hari ini dibandingkan menjadi sasaran amukan Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreaking [END]
FanficBermula ketika Naruto meminta Hyuga Hinata menjadi pacar bayarannya selama satu bulan, dengan tujuan membuat Shizuka cemburu lantaran memutus hubungan mereka. Hingga pada satu titik, pemuda itu terjatuh pada permainannya sendiri. Namun dihari-hari...