Aku?

8 1 0
                                    

"Ngantuk banget gue tolong!" Keluh Vania setelah jam pelajaran berakhir. Ia meniduri kepalanya pada meja seakan-akan memberikan ruang  otaknya untuk beristirahat. "Yaelah lu mah sering gitu kalo dapet matematika!" Kataku menghakimi. "Bodo,,, udah yuk ke kantin, gue laper banget ni!"serunya sembari menarik tanganku siap untuk mengajakku pergi ke kantin. "Iya tunggu bentar!" Pintaku sambil merapikan buku yang tadi sudah ku corat-coret  saat jam pelajaran berlangsung.

"Yuk!" Seruku seketika mengangkat badan dan berjalan keluar dari kelas bersamanya. Nasi goreng buatan Mak Beta dengan ditambah es teh segar menjadi bayanganku saat ini, membuatku semakin semangat untuk bergegas menuju kantin lebih cepat. "Mak seperti biasa ya!" Pintaku saat sudah di depan kios kantin Mak Beta. "Siap Andin!" jawab Mak Beta singkat sembari cekatan mempersiapkan pesanan yang sedari tadi menumpuk akibat jam istirahat siswa.

"Makasi Mak!" seruku bahagia ketika pesanan untukku telah tiba, sambil melentangkan tangan aku menggapai pesanan yang diberikan Mak Beta kepada ku. Namun saat sudah hampir ku genggam piringan nasi goreng di tanganku tiba-tiba ada seseorang yang merebutnya dengan cepat. "Apaan!" teriakku spontan pada orang yang merebut pesananku. Aku mengalihkan pandangan dan tubuhku dengan cepat pada orang tersebut, mencari tau siapa yang berani berbuat seperti ini kepadaku. "Apa?!" katanya sedikit dingin.

Aku tersentak diam dan kaget saat mengetahui orang yang merebut makananku adalah Devan. Iya, laki-laki dingin teman sekelasku yang ku pandangi tadi pagi. Aku menelan ludah dengan cepat dan berusaha menunjukan bahwa diriku kesal kepadanya, meskipun dalam hati nyali ciut ini muncul amat besar tapi tetap saja, aku tak suka ia bertindak seenaknya seperti ini.

"Itu punya ku!" kataku sedikit keras padanya, mengeluarkan kata-kata itu merupakan usaha terbesarku saat ini. Bagaimana tidak? kebanyakan dari kita kaum perempuan tak ada yang berani berhadapan dengannya, sikapnya yang amat dingin dan terkenal sangat  jutek menjadikannya momok menakutkan bagi sebagian siswi disini, ya meskipun ia memiliki paras yang tampan dengan porsi body yang pas. Tak ada yang berani mengajaknya bicara bahkan melawannya, jikalau ada yang berani persiapkan diri saja untuk mendapatkan masalah lebih besar lagi dari ini.

"Ngga usah dipermasalahin, kita pesen lagi yaa" Kata Vania segera melerai tak ingin aku terjerat dalam masalah dengan Devan. "Huhuhu butuh waktu lama untuk hal itu!" jawabku tak terima. Aku kembali menatap laki-laki dingin perebut makanan orang itu. "Terserah!" Ucap laki-laki itu tanpa merasa bersalah sambil berlalu meninggalkan aku dan Vania yang masih dirundung rasa kesal dan marah.

"Sudah - sudah, ini Mak Beta buatin lagi." Seru Mak Beta menghilangkan badmood yang tadi tiba-tiba muncul karena orang dingin tak berperasaan itu. Aku tersenyum lega ke arah Mak Beta sembari menggapai pesananku. "Makasi Mak." Pintaku senang pada Mak Beta, aku berusaha untuk tak mengambil pusing kejadian tadi, sebab perutku lebih penting kali ini ketimbang Devan laki-laki super nyebelin itu.

"Heh nanti lo jangan main-main apa kayak tadi lagi ya ! gue ngga mau lo kena masalah sama dia!" Ungkap Vania kesal saat kami tengah makan di meja kantin. "Ngga takut apa lo ngelawan si Devan tadi? Njir liat mukanya doang gue gemeteran!" Lanjut Vania lagi. 

"Hmm" Jawabku singkat tak ingin membahas hal tersebut. 

"Ihh ini orang diajak ngobrol jawabnya ham hem doang, kesel deh gue!" gerutu Vania tak puas melihat responku. 

Aku menarik nafas panjang, meniatkan diri untuk merespon kata-katanya tadi "Takutlah! gue takut ditonjok sama dia, takut dianiaya, takut digebugin warga sekampung hahaha." Jawabku asal.

"Anjing lu!" Bentak Vania kesal karena mendapat jawaban yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. 

"Lu emang demen nyari mati ya! Heran deh gue lama-lama ama lo! kalo sampe kenapa-kenapa sory yaa bukannya gue ngga mau bantu atau nolongin, tapi gue mau nyari aman doang!" Pekik Vania menekankan suaranya. 

"Becanda atuh Vania. Lo kok serius amat dari tadi, hmm gini yaa gue kasih tau. Gue ngga suka aja liat orang sok berkuasa gitu, sok paling oke dan bahkan beraninya ngambil hak orang hanya karena alasan ia ditakuti di sekolah ini, gue heran sama yang lain, napa pada takut gitu ya? harus nya kita kan bersatu untuk bisa menghancurkan manusia-manusia macam dia di dunia ini, hahaha." Seruku lagi.

"Tapi ini beda bambang ! liat noh dia adalah anak dari seorang ayah yang memiliki yayasan sekolah ini, bahkan ketika ia bikin masalah pun gue seribu persen yakin dia ngga bakal kena hukuman apa-apa, yang bermasalah justru lawan mainnya, jadi untuk mencari keamanan demi kesejahteraan kita berdua di sekolah ini mending lo diem aja ngga usah nyari masalah lagi oke?" Jawab Vania penuh dengan tekanan. 

"Dan satu lagi, mulai hari ini dimanapun dan kapanpun lo ketemu dia lagi, terus dia buat ulah kayak tadi mending lo ngga usah macem-macem,  lo diem aja, ngalah aja,  lo harus janji sama gue oke?" Lanjut Vania sembari menunjukan jari kelingkingnya kearah ku seakan mengajakku untuk menyetujui apa yang dia katakan tadi. 

Aku memandangnya dengan sedikit kesal, namun selang beberapa waktu kemudian aku membalas sodoran jari kelingkingnya berharap agar ia tak membahas hal itu lagi dan menganggap semua percakapan kita tentang lelaki itu sudah selesai. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SELEMBAR MIMPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang