datang.

961 164 60
                                    

“hehe. hai, runa.”

runa mengernyit. menilik laki-laki yang tersenyum padanya. menutup pintu sembari melempar tatapan sinis. “ngapain ke sini?” ia bersoal. membuat yang ditanya terkekeh canggung saat mendengar suara dingin tersebut.

“gue disuruh pulang sama ibu. ya, sekalian ngasih oleh-oleh, nih,” ujarnya sembari menyodorkan tentengan yang dibawa. runa berdecak malas. mengambil pemberian, kemudian hendak berlalu masuk ke rumah sebelum tangan dicekal. “apa?”

“lo... masih marah sama gue, na?” pertanyaan itu membuat runa menghela napas panjang. ia melepas cengkeraman dan memilih untuk mengamati tanaman bunda yang nampak lebih menarik dibanding lawan bicara.

“gue minta maaf. gak ada niatan bikin lo sakit hati. sumpah. gueㅡ”

“lupain aja, lah, kak. jangan diungkit-ungkit lagi,” runa membalas cuek. sosok beridentitas rafadza prasetya wirawan mengulum bibir. maklum dengan sikap cowok yang kira-kira dua tahun lalu menjalin hubungan spesial bersamanya.

pras tahu ia brengsek. tetapi, semua orang berhak mendapat kesempatan kedua, kan?

“run, gue... berubah demi lo. ayo kita balㅡ”

“mau apain pacar gue, bang?”

runa terbelalak. memerah saat manusia yang sedang dimusuhi muncul tanpa undangan. eh, ralat. musuh yang sedang benar-benar dimusuhi, maksudnya. “ngapain lo ke sini?”

dika menghampiri. merangkul bahu sempitnya sembari membentuk kurva manis. runa meronta minta dilepas sebelum menangkap kode mata yang si parikesit lempar.

“galak amat. gue ciumin, nih!”

andaikata membaca pikiran nyata, runa harap dika menyadari isi otaknya yang penuh dengan kata-kata umpatan atas tingkah menjijikkan tadi.

gerak-gerik pras kikuk. memperhatikan sepasang lovebirds yang lebih mirip dengan voldemort dan harry potter but make them in a relationship. “lo... pacarnya runa?”

dika menghentikan aktivitas mencubiti pipi sang kesayangan. mengangguk antusias begitu pertanyaan pras menyapa indra pendengaran. ia memeluk pinggang runa. membuatnya hampir memekik karena terkejut. kurang ajar.

“iya. kenapa?”

“ah, enggak, kok,” pras menjawab lirih. memandang runa yang entah mengapa merasa bersalah. ia mengangguk paham. memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “yaudah, run. kayaknya emang gue gak boleh berharap lagi, ya?”

runa meremat kaus kebesaran yang dipakai. ia memalingkan wajah. pras mengerti bahwa mantannya itu masih benci. “gue pulang dulu. jangan kasih oleh-olehnya ke pacar lo.”

dika merengut. mengusir pras menggunakan gestur tangan. ia tergelak walaupun tak membantah kalau hatinya sakit. “eum... dadah, na.”

pras berbalik. melangkah pergi dengan perlahan. berharap runa memanggil, lalu memeluknya. namun, ketika ia menoleh ke belakang, laki-laki kurang tinggi itu tengah menendang si pacar hingga terjatuh mengenai pot bunga.

menghancurkan ekspektasi saja.

dika mengaduh kesakitan. mengeluh sebab tenaga runa tak main-main walaupun badannya bisa dibilang kecil. pergelangan tangan agak lecet akibat bertabrakan dengan tanah. untung pot-pot bunga milik bunda si adipati selamat.

“lo harusnya berterimakasih, tau. gue tebak, cowok tadi udah sering ngajak balikan. bener?” dika berdiri. mengambil plastik tentengan yang tadi ia bawa. runa mendecih. kepo banget padahal bukan siapa-siapa. “bukan urusan lu. ngapain, sih, ke sini? pake acara pura-pura jadi pacar gue, lagi. jijik.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nemesis. [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang