Hujan Membawamu Pergi (?)

559 32 6
                                    

Menelisik saling berbisik, riuh saling mengaduh. Di ujung waktu cakrawala memudarkan rona jingga. Seorang wanita paruh baya sedang tersenyum menatap laki-laki muda dengan wajah riang.

"Tante izinkan."

"Makasih ya tante, pokoknya Bobi bakal berusaha buat bikin Shania bahagia."

"Iya, tante percaya. Jangan dibikin nangis lagi loh" ujar mama Shania kalem. Bobi meringis mendengarnya sedetik kemudian terlihat deretan giginya yang rapih dengan matanya yang menyipit.

"Nggak akan tan, Bobi kan sayang Shania. Makasih tante."

Bobi beranjak sekaligus pamit untuk menemui Shania di kamarnya.

"Hmm.. hmm..." Shania sedang bersenandung di sofa.

"Shan, mama kamu udah ngizinin aku. Sekarang kamunya gimana?" Tanya Bobi.

Shania diam menatapnya dingin. "Bi, kamu itu temen aku," ujarnya pelan. "Kita udah lama kenal, nggak mau kalo nantinya ada gelar mantan di kamu." Ucap Shania lagi.

"Ya jangan sampai jadi mantan," sahut Bobi mengulum senyumnya.

"Bener ya?"

"Iya!"

"Bener nih?"

"Bener, Shan."

"Tapi kalo aku nggak mau gimana?"

"Ya harus mau!"

"Dih, maksa."

"Ya kan aku sayang kamu." Ucap Bobi serius.

"Ya kan aku sayang kamu." Cibir Shania.

"Manusia paling Geeee... eerrr sedunia." Shania meledeknya dengan sesekali memukul bahu Bobi dengan bantal.

"Emang bener kan kamu sayang aku? Hilih gak ngaku!"

"NGGAK! Nggak, bi. Aku nggak bisa." Tukas Shania. Senyum Bobi pudar.

Keduanya diam sejenak, detik-detik mulai terbuang percuma. Kali ini Bobi terlihat serius memandangi mata indah Shania.

"Shania, aku mencintaimu dengan sungguh bukan sekedar singgah. Kamu bilang bahwa kamu muak mendengar setiap kali aku mengucapkan kata sayang, padahal aku mengumpulkan banyak keberanian untuk bisa mengucapkan kata demi kata. Singkat saja, aku mencintaimu Shania."

Ungkapan perasaan tercurah pada saat itu, mengalir begitu saja. Pelan namun mengandung ketegasan seorang lelaki. Meyakinkan hati tentang sebuah perasaan yang begitu mahadahsyat.

Dan...
Shania menggeleng pelan, memejamkan matanya yang mulai berair. Mulutnya bergetar, "maaf, aku nggak bisa, Bi." Ucapnya lirih.

Jantung Bobi seolah berhenti berdetak. Ada sesak dan kecewa yang ia rasakan. Dadanya nyeri seperti di hantam benda tajam.

Shania menatap mata Bobi, mencari satu makna ketulusan. "Sekali lagi maaf ya, Bi." Pelan Shania berkata. "Maaf... banget," ulangnya lagi dengan nada penuh penyesalan.

Keduanya terdiam lagi. Sesekali menunduk, sesekali mencuri-curi pandang.

Bobi mulai tidak nyaman, ia segera mencari cara untuk mengakhiri ketegangan ini. Bibirnya terangkat, memberikan senyum terbaiknya meski hatinya sedang tidak karuan.

"Nggak perlu minta maaf, Shan. Seenggaknya aku tau dan lega juga kalo kamu udah bilang. Paling nggak, aku udah ngomong jujur ke kamu, kalo aku sayang kamu..." Bobi berhenti sejenak. "Dan akan selalu sayang..." Bobi berucap lirih dengan kalimat terakhir dari bibirnya.

Susah payah Shania menahan senyumnya. Gadis itu menatap Bobi dengan binar matanya.

"Maaf, aku bener-bener ngga bisa nolak kamu, sayang..." Tawa Shania meledak sedangkan Bobi merapatkan rahang seakan geram, sedetik kemudian ia tersenyum puas.

ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang