12

1K 222 22
                                    

Dear Kind Stranger

Terima kasih sudah menemukanku. Kamu membaca surat ini, berarti aku sudah nggak ada. Aku nggak tahu bagaimana caraku mati. Aku hanya tahu kalau aku akan mati, sudah lama aku ingin menghilang dari dunia ini.

Apakah kematianku tragis? Banyak yang menyayangkannya atau lebih banyak orang yang menganggapnya angin lalu dan menyembunyikanku di bawah keset nggak lama kemudian? Sebenernya kalau hal itu terjadi aku nggak kaget. Manausia cenderung tidak mau peduli urusan orang lain. Ada pun yang peduli, mereka nggak bener-bener membantu, lebih benyak hanya mendengar lalu menyebarluaskannya ke khalayak ramai.

Sigh.

Aku nggak akan membuang-buang waktumu. Aku akan menceritakan sepenggal kisah hidupku sebelum aku menyerah dan memutuskan tak ada lagi alasan untukku hidup. Aku harap kamu menyimak ceritaku sampai akhir.

Aku akan memulainya saat aku baru masuk SMA. Sekolah idaman yang menjadi incaranku bahkan saat masih SD. Lol. Sekolah alumni orang tuaku, tempat menuntut ilmu yang akan membuat mereka bangga jika aku bisa masuk ke sana. Namun, ternyata tespons mereka nggak seantusias bayanganku.

Teman baruku bernama Jessica, memiliki orang tua yang berkebalikan dengan orang tuaku. Kadang aku iri dia memiliki orang tua yang begitu peduli, selalu memberi masukan terhadap apapun keputusan yang temanku itu ambil, tapi lama-lama aku bersyukur juga orang tuaku nggak seketat itu.

Dan akhirnya aku bertemu dan mengalami yang namanya cinta pertama. Namanya Feliko Rastya.

Hana segera memasukkan surat di tangannya ke laci lalu melihat ke sekeliling. Dia memutuskan untuk membaca surat-surat Eliz di sekolah karena di rumah sendirian terlalu menyeramkan. Tapi ternyata membaca di sekolah juga merupakan keputusan yang bodoh, apalagi membaca di kelas, di depan kursi Eliz. Sejak tadi punggungnya terasa dingin.

Akhirny dia memutuskan pindah tempt duduk, ke dua kursi di depannya, di samping  seseorang yang sedang menggambar.

Hana mengatur napas dan hatinya yang berdetak lebih cepat setelah membaca nama kakaknya. Memang dia sudah menduga kalau Feliko akan disebutkan, tapi dia tidak menyangka kalau Eliz akan menyebutkan namanya di chapter awal cerita. Hana hampir takut untuk melanjutkan membaca, tetapi dia tidak membuat dirinya memiliki pilihan lain.

Walau kelas masih tergolong ramai, tetapi tidak ada yang menaruh perhatian khusus padanya, bahkan yang duduk di sebelahnya saja hanya melirik sekilas, melemparkan senyum, lalu kembali menggambar. Menarik napas dan membuangnya pelan lewat mulut, Hana membuka kembali surat itu, meletakkannya di pangkuan lalu melanjutkan membaca.

Tentu saja selain jatuh cinta, aku juga mengalami patah hati. Pada akhir masa MOS, Feliko langsung menjalin kisah cinta dengan cewek yang satu kelas dengannya.

Sigh.

Betapa beruntungnya orang yang bisa merasakan bergandengan tangan dengan cinta pertama mereka.

Awalnya kupikir perasaan ini hanya sebatas rasa suka dan akan hilang segera. Tapi ternyata, sampai tahun kedua, aku masih berharap dia memghampiriku setiap aku mengiriminya senyum ketika kami bertemu mata dan perasaanku semakin parah saat harus setiap hari melihat cowok itu menghampiri pacarnya yang satu kelas denganku.

Ingin sekali aku menghancurkan hubungan mereka.

Hanabi mendengkus. Ternyata walau anak baik dan menjadi panutan serta menjadi andalan perbandingan para orang tua untuk anak mereka, Eliz hanyalah gadis biasa yang memiliki rasa seperti dirinya. Hana pun dulu sempat berpikir untuk menghancurkan hubungan Biru dan Anggi.

Sekarang kalau dipikir-pikir, apakah mereka putus karena surat yang diberikan pada Biru, yah? Mengingat saat dia memberikan surat pada Biru, tidak lama kemudian Anggi datang, bergelayut di lengan kiri Biru sementara tangan kanan cowok itu memegang suratnya.

Hana mendengkus lagi memikirkan kekonyolan pikirannya sendiri. Memangnya dia siapa sampai bisa menghancurkan hubungan orang? Toh, Biru juga tidak memiliki perasaan apapun padanya.

Suara bel berbunyi menarik Hana dari lamunna konyolnya. Dia segera kembali ke kursinya, melipat surat itu, memasukkannya ke dalam amplop dan memasukannya ke dalam tas.

"Apa itu surat untukku?" tanya Biru yang kebetulan datang dan melihat apa yang Hana masukkan ke dalam tas.

"Bukan. Kenapa? Udah nggak sabar pengen membaca tulisan cakar ayamku, yah?" Hana menyangga dagunya, menatap cowok itu dengan senyum menggoda.

"Ya ampun. Masih jaman, yah, kirim-kiriman surat?" Pisara menghampiri mereka, melemparkan sebuah buku ke arah Biru. "Upgrade dikit napa? Kalau kalian malu buat ngomong langsung, bisa lewat email."

"Di mana estetiknya kalau begitu? Iya, kan, Biru?"

Cowok itu tidak mengiyakan, tapi juga bukannya tidak setuju, hanya bergerak menirukan posisi cewek itu, menatapnya dalam diam. Pisara bergidik melihat dua orang saling menatap satu sama lain, tenggelam dalam dunia mereka. Dia memutuskan untuk kembali ke mejanya.

Di akhir pelajaran, Hana meletakkan suratnya di dalam buku catatan Biru, disaksikan langsung oleh pemiliknya yang pura-pura tidak terjadi apapun.

***

Jam istirahat kedua, Hana pergi mencari makanan sedangkan Biru ke perpustakaan. Pisara, yang sudah meminta ijin untuk meminjam buku catatan cewek itu untuk di-photocopy, membuka tas Hana untuk mencari buku yang hendak dipinjam. Anak ini memang hobinya meminjam buku catatan karena dia paling malas menulis. Biru tidak bisa diandalkan karena sahabatnya itu juga tidak suka menulis, walau alasannya berbeda dengan Pisara.

Akhirnya menemukan buku yang dicari, dengan senyum lebar dia menarik buku itu keluar. Sebuah benda jatuh ke lantai bersamaan dengan keluarnya buku yang ditarik Pisara, sebuah surat beramplop coklat.

Pisara mendengkuskan tawa. Dipikirnya itu pasti surat untuk Biru. Menggelengkn kepala, Pisara memungut surat itu dengan memasukkannya kembali ke tas Hana. Namun, ketika dia hendak menutup tas, dia berubah pikiran. Mengambil surat itu dari tas Hana, dia lalu memasukkannya ke tas Biru.

"Gue bantuin lo, Han."

Dengan perasaan ringan dan bahagia, Pisara pergi dari sana.

***

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang