Chapter 2

1.1K 125 14
                                    

Bangunan tua bertingkat yang sebagian besar kaca jendelanya pecah meninggalkan rangka kosong hingga membuat hawa dingin dari angin sepoi-sepoi masuk ke dalam rumah berdinding batu bata tua. Daun pintu yang sudah tidak berdiri setegak dulu saat pertama kali dipoles oleh tukang kayu yang terus menerus mendedikasikan dirinya dibidang pertukangan. Di tempat ini tidak ada namanya hiruk pikuk kota atau obrolan ringan para pejalan kaki, tetapi hanyalah suara ringkikan hewan musim panas yang terus bernyanyi di tengah hutan tempat bangunan tak berpenghuni itu berada. Tempat yang sangat cocok menjadi objek menguji keberanian atau bahkan sebagai lokasi pembunuhan yang tidak dapat ditemukan oleh petugas kepolisian.

Di salah satu ruangan tepat dibawah sebuah bohlam lampu berdaya kecil tersungkur seorang pria cepak dengan banyak lebam biru disekujur tubuhnya. Umurnya sekitaran tiga puluhan tahun, wajahnya sulit dikenali karena bengkak disana sini, tangan dan kakinya juga dirantai untuk memastikan tidak kabur dari sana. Ia tak sadarkan diri karena mendapat beberapa pukulan telak yang dapat membuat seseorang lebih memilih mati daripada bertahan hidup.

Pandangan beberapa orang berbadan kekar di dalam ruangan itu mengabur karena pencahayaan yang kurang. Mereka harus menajamkan mata untuk menyesuaikan dengan sinar yang di dapat. Tempat itu sungguh dingin dan mencekam, beberapa bagian cat dinding yang usang sudah mengelupas menampakan deretan rapi batu bata, lantai lembab dan berlumut serta dudukan lampu gantung yang terus bergoyang pelan diiringi decitan besi karat menambah kesan menakutkan seperti di film horor yang selalu tayang setiap tengah malam. Untungnya beberapa orang di dalam sana cukup tangguh untuk tidak melarikan diri dari tempat menyeramkan itu.

Langkah kaki yang berat menggema dilorong mengisyaratkan mereka untuk diam sekejap. Pria-pria kekar itu tahu siapa pemilik langkah yang mengintimidasi dan menakutkan itu, menunggu dengan perasaan berdebar juga suara yang tercekat. Pintu tak berdaun menampakan sesosok pria tinggi berparas tampan dengan tampilan yang dapat memberi tekanan melalui sudut matanya beserta pengikut kepercayaannya yang memiliki aura sebanding bersurai putih.

"Selamat datang, Tsukasa-sama, Hyoga-sama." Teriak mereka bersamaan.

Tsukasa memasuki ruangan dengan dagu terangkat, aura keangkuhan dari sifat seorang monster bengis seolah mendarah daging yang tidak mengenal kata ampun bagi para korbannya. Dari pandangan mata berwarna coklat gelap itu menajam ketika melihat seorang pria yang tersungkur tak berdaya dibawah kakinya seakan-akan berlembar-lembar silet sedang menghujani pria itu.

"Jadi dia?" Tanya Tsukasa dengan suara rendah yang menyebar menghidupkan rasa takut para pengikutnya. Dari suara itu mereka tahu bahwa bosnya sedang dalam kondisi menahan amarah yang sewaktu-waktu dapat meledak.

"Benar, Tsukasa-sama. Saya menemukan informasi bahwa laki-laki ini terus mengikuti Senkuu-kun selama lima hari. Namanya Hamada, umur 30 tahun, bekerja sebagai wartawan dari redaksi XX, sepertinya dia mendapat foto yang sangat banyak untuk seukuran wartawan serabutan." Jelas Hyoga dengan nada sopan.

Tsukasa mengepalkan tangannya siap menghajar seseorang hingga mereka memohon untuk mati sendiri. Giginya bergemeletuk dengan mata melotot seperti akan keluar dari tempatnya membuatnya berkali-kali lipat menekan nafsu membunuhnya saat ini. Menahan adalah bagian tersulit dalam dirinya apalagi menyangkut kekasih hatinya, jiwanya. Berbekal kenangan indah yang dilewati hari demi hari bersama Senkuu, Tsukasa berusaha untuk tidak menjadi keji seperti dirinya dulu jika tidak ingin Senkuu menyuruhnya untuk berpisah.

Pria berambut panjang itu berbalik meninggalkan ruangan setelah sebelumnya memberi perintah kepada para bawahannya. "Urus semuanya sebersih mungkin. Jika foto Senkuu tersebar, hancurkan redaksi itu, agar mereka tidak mengusikku lagi."

"Baik, Tsukasa-sama!"

Hyoga yang merupakan tangan kanan Tsukasa memimpin pria-pria berandal itu untuk menjalankan perintah dari bos mereka sesaat setelah Tsukasa menghilang ditelan kegelapan. Orang-orang bawahan disana agaknya bernafas lega ketika ketegangan yang memenjarakan mereka menghilang, setidaknya walaupun Hyoga terkesan kejam tetapi aura intimidasi yang dimiliki Tsukasa lebih membuat mereka kesulitan bernapas.

Tsukasa x SenkuuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang