Takut

3 0 0
                                    

Athan pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Ia senang melihat Em yang bisa tersenyum lagi setelah ke danau, walaupun momen itu hanya sebentar karena matahari sudah hampir tenggelam sempurna di bagian barat. Untuk pertanyaan Em soal dirinya yang menjadi prioritas dan bagaimana masa depannya nanti, Athan hanya bisa berkata

“Jangan jadikan aku prioritas untuk saat ini. Fokus saja dengan keluargamu. Kalau kamu tanya ke aku soal masa depan, apa yang terjadi setelah ini, aku juga nggak tahu Em,”

“Eh?”

“Kamu harus mengutamakan keluargamu, dirimu sendiri. Sebenarnya aku juga punya prioritas lain, misalnya komunitas, masa depanku, impianku,”

“Terus kita ini apa?”

“Kita manusia yang diijinkan semesta untuk bertemu dan diperintahkan untuk saling untuk membantu,”

“Emmm boleh juga hahaha. Tapi aku merasa nggak pernah bantu kamu apapun,”

“Kamu pernah bantu aku. Kamu lupa?”

“Apa?”

“Bersihin lantai auditorium,”

Em tertawa kemudian tersenyum. Athan tidak akan pernah melupakan tawa dan senyum Em yang terakhir tadi. Athan menutup pintu rumah dan berjalan menuju kamarnya.

“Dari mana?” ucap mama Athan yang tiba tiba muncul dari ruangan lain.

“Pulang sekolah,”

“Jadi sekolahmu sekarang pindah di danau?”

“Iya,” jawab Athan asal.

“Sama siapa?”

“Temen,”

“Memang ada cewek sama cowok berdua cuma temenan?”

“Ada, kita,”

Mama Athan mencoba bersabar.

“Jangan pergi sama temen kamu itu lagi. Kamu tahu resikonya kan Athan,”

“Kenapa sih ma? Athan cuma temenan aja,”


“Ini juga demi kebaikan dia Athan,”

Athan mendengus kesal dan mengabaikan mamanya. Ia pergi ke kamar dengan perasaan marah.
    
                                ***

Keeseokan paginya di sekolah, Em tidak melihat Athan seharian. Anggota OSIS menyampaikan pesan pada Em dari Athan. Ia berkata bahwa Athan baik baik saja. Hanya saja dia sedang tidak ingin bertemu Em. Bahkan Athan berpesan agar Em tidak mencari Athan. Tapi tentu saja, setelah mendengar hal itu Em bukannya tenang tapi justru khawatir. 

Sepulang sekolah, Em berencana mencari Athan. Kebetulan Em juga sudah tidak bekerja karena sebentar lagi masa ujian, kecuali di akhir pekan. Ia hanya bekerja di hari itu saja.

Pertama, Em mencari Athan ke danau. Ia berjalan dengan tergesa gesa agar segera sampai disana. Ia ingin melihat Athan dan tentu saja Em berharap agar Athan disana. Tapi tidak. Athan tidak ada disana. Padahal hari sudah gelap dan seharusnya ia sudah pulang. Tapi Em tidak ingin. Ia masih ingin mencari Athan.

Apa Em perlu pergi ke komunitas? Tapi perjalanannya cukup memakan waktu. Bisa bisa ia pulang cukup malam dan mungkin mamanya akan marah. Em menghela nafas, perasaannya tidak enak, tapi ia mencoba tenang. Em berpikir sejenak, sekarang atau tidak sama sekali. Ya, Em memutuskan untuk pergi ke komunitas. Bagaimana keadaan komunitas nanti, Em akan menerimanya. Ia siap jika tidak bertemu dengan Athan dan juga siap jika dimarahi mamanya.

                               ***

Em pulang dengan perasaan lelah. Perasaan yang tadinya sangat tidak enak, berangsur menghilang. Tadi ia bertemu dengan beberapa anak komunitas dan Athan disana. Hanya saja Athan tidak ingin bertemu Em. Athan menolak bertemu dengan siapapun dan berbicara. Ia hanya mengurung di salah satu ruangan. Mungkin kamar mamanya dulu, bagaimanapun itu dulunya adalah rumah, pasti ada kamar disana.

Sedangkan Em pulang diantar Ais. Em cukup bersyukur ada Ais disana. Walaupun ia pulang dengan seorang perempuan, Em yakin ia tetap dimarahi. Tapi Em sudah siap.

“Dari mana?” ucap mama Em di depan pintu rumah.

“Ketinggalan bus tadi,”

“Jawab nak,”

“Temen aku tadi tiba tiba hilang. Aku khawatir,”

“Laki laki?”

“Maaah,”

“Besok kalau kamu ulangi lagi, jangan balik rumah!”

Em menahan marah.

“Mah! Mama kenapa nggak pernah kasih kesempatan Em buat nentuin apa yang mau? Kenapa mama suka mutusin aturan secara sepihak?! Mama nggak mikirin perasaan Em?”

“Kamu berubah ya, apa laki laki itu yang ngajarin kamu?”

“Mah, Em kayak gini karena udah capek! Em capek! Mamah selalu punya aturan mutlak yang nggak bisa di negosiasi sama Em! Padahal selama ini aku udah nurutin apa mau mamah. Itu masih kurang?”

Mamanya terdiam. Kemudian ia masuk ke dalam rumah, meninggalkan Em yang sudah menangis di depan rumah. Em menangis dengan keras, ia sudah tidak bisa menahan perasaannya lagi. Ia sudah benar benar lelah.

Keesokan paginya, Em tidak bersemangat. Ia sarapan dengan perlahan bahkan tidak menghabiskannya. Mamanya juga diam dan tidak berbicara apapun.

Adiknya juga hanya diam memerhatikan mereka berdua tidak berani berbicara. Em meninggalkan meja makan dan bersiap untuk ke sekolah.

“Jangan pulang telat,” ucap mamanya sebelum Em pergi.

Em hanya menghela nafas. Ia malas berdebat.

                                ***

Di sekolah Em banyak terdiam. Ia menemui Sarah namun juga terdiam, tidak harus memulai dari mana.

“Haaaahhhh,” Em menghela nafas panjang.

“Kamu harus tahu cerita sama dengan siapa,”

“Aku tahu. Cuma aku nggak tahu harus mulai darimana,”

“Dari Athan yang nggak muncul di sekolah,”

“Aku nggak tahu dia kenapa. Dia nggak mau cerita,”

“Okay, terus?”

“Kemarin aku cari dia, sampai malam. Aku pulang telat dan mama marah,”

“Aah,”

“Aku marah sama mama. Aku ungkapin gimana perasaanku selama ini. Tapi sama aja, nggak ada yang berubah,”

“Em…”

“Apa aku harus nekat pergi ya? Waktu cari Athan, aku merasa bebas untuk sejenak. Aku bisa milih apa yang aku mau, cari Athan. Aku…aku nggak pernah merasa seberani itu,”

“Apapun yang kamu pilih, aku akan tetap disini Em,”

“Makasih ya,”

“Mungkin kamu perlu coba temui
Athan lagi,”

“Iya nanti aku bakal temuin dia, sebentar,”

“Semoga aja pelajaran terakhir kosong ya, biar bisa pulang cepet hahahaha,”

“Hahaha semoga,”

                                ***

Athan duduk dihadapan Em sekarang. Seharian ini pikirannya hanya diisi dengan ide gila. Athan siap untuk menceritakan keinginannya itu. Ide gilanya.

“Kamu kenapa nggak sekolah?”
Athan diam tidak menjawab.

“Athan, aku mau bilang,” ucap Em berani.

“Apa?”

“Aku tadi malem marahan sama mama karena cari kamu,”

“Mama tahu tentang kita?”

“Sebenarnya karena aku pulang malem. Tapi…”

“Tapi?”

“Saat aku cari kamu, tiba tiba aku merasa bebas dan punya keberanian besar,”

“Em…”

“Iya?”

“Sebelumnya, aku juga mau bilang,”

“Apa?”

“Aku… mamaku tahu soal itu dan dia nggak suka,”

Em terdiam.

“Aku pergi dari rumah karena itu dan setelah aku denger ceritamu, aku tambah yakin,”

“Soal apa?”

“Gimana kalau kita pergi aja?”

“…”

“Kita buat dunia kita sendiri. Dimana nggak ada orang yang akan ngatur kita,”

“Aku juga kepikiran gitu,”

“…”

“Aku punya kamu, menurutku dah cukup,”

“Athan…”


Athan Dan Emine (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang