Prioritas

3 0 0
                                    

Hari ini acara komunitas telah dilakukan dengan lancar. Mungkin ada sedikit beberapa kendala. Namun semua itu bisa di tangani dengan baik. Entah kenapa Em juga ikut merasa berbahagia atas lancarnya acara ini.

Padahal ia baru kenal dengan orang orang di komunitas ini.
Tapi energi positif dan perasaan mereka tersampaikan pada Em dengan baik. Athan juga terlihat sangat menikmati acara ini. Tempat ini seperti tempat bermainnya.

Ia terlihat bahagia dan ceria, berbeda dengan Athan yang disekolah. Tempat ini membuat dirinya nyaman. Entah kenapa, Em ikut bahagia melihat perilaku Athan yang seceria ini. Ia berharap Athan akan diliputi terus akan kebahagiaan dan orang orang yang baik.

Hari hari berikutnya, Athan dan Em menjadi lebih dekat. Mereka sering mengobrol dan menghabiskan waktu bersama. Kadang Athan pergi ke tempat Em bekerja, atau Em yang pergi ke komunitas Athan. Mereka juga sering pergi ke perpustakaan bersama dan bahkan Athan beberapa kali berani untuk mengantar Em pulang.

Em juga lama lama sedikit terbuka dengan Athan. Ia berani cerita lebih banyak tentang dirinya dan membiarkan Athan melanggar aturan yang dibuatnya missal seperti mengantar ke rumah. Selain itu, Em belum membiarkan Athan untuk bertindak lebih jauh. Misalnya seperti berpegangan tangan.

Dekat dengan Em, membuat Athan merasa terisi dan hangat karena sebelumnya, Athan merasa ada bagian dirinya yang dingin dan kosong. Athan merasa bisa menjadi dirinya sendiri yang lebih ceria, kekanakan, dan dilindungi. Em merupakan sosok yang teapt untuk dirinya karena dewasa, sabar, tegas, selalu bekerja keras dan bisa memberikan kasih sayang serta perhatian yang baik. Bisa dipastikan, mereka berdua dekat dengan sendirinya. Secara perlahan, secara alami.
                               
                                 ***

Athan bersiap pergi ke sekolah. Ia terlihat bersemangat. Ya, di beberapa hari terakhir ini ia merasa sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Papanya mengetahui perubahan ini. ia mengingat masa lalunya yang terlihat seperti Athan. Anak muda yang sedang jatuh cinta.

“Athan, nak,” ucap papanya.

“Eh iya pa?”

“Waktu muda, papa juga punya semangat seperti kamu. Ah papa jadi kangen masa muda,”

Athan tersenyum miring mengerti arah pembicaraan papanya.

“Jadi siapa?”

“Perempuan. Baik, dewasa, pengertian, awalnya keras kepala tapi ternyata seru,”

“Dia suka kamu juga?”

“Nggak tahu pa, cuma kita sering ngobrol bareng. Kayaknya dia nyaman juga sama Athan,”

“Hahahahah! Yang penting sekolahnya selesain dulu ya,”

“Iya dong pa, pasti!” jawab Athan dengan semangat.

“Kapan kapan ajak dia kesini ya,”

“Oke pa. Eh tapi pa, jangan bilang mama dulu ya,”

“Rahasia kamu aman sama papa!”

                                 ***

Em menunggu Athan di dekat market sekolah. Mereka berencana pergi ke suatu tempat.

“Gimana kabar Athan?” tanya Sarah untuk membuka pembicaraan.

“Baik,” jawab Em singkat. Terakhir berbicara dengan Sarah, Em berjanji akan menceritakan soal mereka yang semakin dekat.  Em sudah berjanji dan sepertinya kini Sarah menagihnya.

“Jadi…” ucap Sarah tidak sabar mendengar cerita Em.

“Singkatnya, waktu itu ke komunitas Athan, terusikut acara mereka, kita jadi makin deket… terus ya kita sering pergi bareng, ke perpustakaan bareng,”

“Oh jadi ini yang buat kamu jarang mampir ke minimarket sekolah buat nemuin aku,”

“Maaf ya Sar, jangan cemburu ya, hahahaha,”

“Ahhh aku cemburu,” jawab Sarah dengan bercanda. Tentu saja dirinya tidak cemburu. Ia justru merasa senang karena Em lebih jarang mengeluh ke dirinya. Sarah merasa Athan sosok yang memberi banyak energi positif ke Em.

“Tapi aku bingung. Habis ini aku harus apa? Nikmatin waktu aja? Bentar lagi kita kelas 12, harus fokus belajar, lulus, terus?” Em mulai bertanya tanya tentang bagaimana akhir dari ini.

“Serius Em, yang tahu jawabannya cuma kamu. Kalau aku, aku akan tetap disini dan yah seperti ini,”
Em terdiam sejenak untuk berfikir.

“Aku merasa ini terlalu cepat. Harusnya kalau waktunya pas, mungkin kita…bisa ke jalan yang lebih serius,”

“Semua ada artinya Em, bahkan pertemuan kalian kali ini,” ucap Sarah mencoba bijak.

Setelah kata kata Sarah tersebut, Em lebih banyak diam. Bahkan sampai Athan menghampirinya.

“Ayok Em,”

“Cuma sebentar kan?”

“Iya, nggak lama kok. Makanya ayok, biar segera bisa pulang,”

“Harus banget hari ini?” tanya Em.

“Iya, kita nggak pernah bisa tahu masa depan. Jadi ayok,”

Em mengangguk mengalah.

“Kamu nggak apa apa? Kayak agak badmood?” tanya Athan membuka pembicaraan saat berjalan berdua.

“Nggak apa apa. Emm agak nggak bersemangat aja. Kelihatan banget ya?”

“Haha, iya. Tapi nggak masalah buat aku,”

Di sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya terdiam. Athan dan Em menikmati orang orang yang berlalu lalang di jalan raya. Mereka juga hanyut dalam suasana sore itu. Em tidak bertanya kemana ia akan pergi dan tidak ada bayangan sama sekali. Ia hanya mengikuti Athan.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Athan berbelok ke sebuah jalan kecil. Awalnya di pinggir jalan kecil itu terdapat banyak rumah yang berjejer. Tapi lama kelamaan, rumah itu semakin jarang dan diganti dengan pohon pohon. Bahkan jalan yang beraspal pun telah diganti dengan jalan berbatu. Em tetap terdiam.

Setelah melewati pohon yang rindang di sepanjang jalan, Em melihat sebuah pemandangan indah. Ia melihat danau luas yang dirawat dengan baik. Di pinggir danau itu, terdapat beberapa bangku dan lampu lampu kuning.

Terdapat taman dan juga tempat makan. Ada yang menjual makanan di pinggir sana. Tempat makan ditempat itu juga dihias dengan apik namun sederhana. Em terpesona. Perasannya tenang dan perlahan membaik.

“Gimana? Bagus?”

“Kamu tahu tempat ini sejak kapan?”

“Udah dari lama banget. Cuma sama pengelolanya emang agak nggak di expose. Kebanyakan dari kita kita yang sering kesini memang jarang ngajak orang. Pengelolanya bilang, kalau mau ajak orang kesini, harus orang yang benar benar kamu percaya,”

Em tersenyum pada Athan.

“Makasih Athan, ini bener bener bagus. Aku suka,”

“Kalau aku lagi pengen marah, badmood, aku kesini sendirian. Aku bisa tenang dan mulai bisa berpikir jernih,”

Em berjalan ke salah satu bangku disana dan diikuti Athan.

“Tadi aku kepikiran, apa pertemuan kita nggak terlalu cepat?”

“Terlalu cepet gimana?”

“Aku nggak tahu habis ini kita gimana, maksudku tujuan kita bareng terus kayak gini akan sampai dimana? Kapan?”

“Jalani aja,”

“Nggak semudah itu,”

“Memang kenapa?”

“Kalau aku mikirin berarti itu udah masuk prioritas,”

“Aku prioritas kamu?”

“Karena menyangkut masa depan, iya. Tapi kalau kamu bilang cuma jalani aja, kamu bukan,”

“Kenapa begitu,”

“Karena aku nggak ada waktu untuk lama lama main Athan. Aku punya tanggung jawab besar di keluarga,”

Athan Dan Emine (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang