Choi Soobin
5 hari sebelum kabar dukaJurnal = Na Jaemin
Tidak ada totem maka mereka bukan anggota. Tidak ada cerita maka tidak ada epilog. Bagian dari ujung cerita bisa menjadi bagian dari akhir cerita.
Ujung makalah saya ini membuktikan bahwa selalu ada pengkhianatan di setiap perkumpulan. Namun kali ini, sang pengkhianat merupakan tokoh protagonis.
Aku menutup laptopku. Setelah berberapa hari kubaca jurnal dari Na Jaemin. Aku sudah mengenal sekte itu. Mereka menyembah Tuhan mereka dengan cara mengganti tubuh baru agar Tuhan Mereka memasuki tubuh baru.
Tapi, aku tidak tahu kapan ritualnya dan siapa saja yang akan dikorbankan. Menurut jurnal dari Na Jaemin, dia tidak tahu kapan jarak ritual itu terjadi. Dia hanya mengatakan bahwa korbannya selalu orang yang sudah legal.
Aku tidak tahu kapan Na Jaemin lahir jadi aku tidak begitu bisa menebaknya. Intinya saat ini aku punya waktu untuk memikirkan bagaimana Chaewon bisa menjadi umpan mereka.
3 hari sebelum kabar duka
"Chaewon?" panggilku. Chaewon menolehkan kepalanya kearahku. Kulihat dia sedang menelfon seseorang tapi ketika dia melihatku, dia langsung mematikan ponselnya.
Karena itu aku merasa aku dapat reaksi positif dari gadis ini, aku berjalan ke arahnya. Saat ini cuaca sedang hujan, aku tahu aku harus memakai payung ke rumahnya. Tapi aku merasa akan membuang waktu jika aku kembali kedalam mengambil payung. Bisa saja Chaewon sudah menghilang dari sana.
Bajuku basah karena hujan, tapi gelang yang ada di gelangku tidak basah.
Aku memanjat pagar rumah Chaewon dan Felix. Karena aku tidak ingin lenganku terluka, aku berhati-hati memanjat. Namun tentu saja di akhir aku jatuh. (Kali ini tidak ada luka)
Chaewon mengambil payung yang selalu dia letakan di belakang rumahnya. Dia berlari menyamperiku yang basah kuyup. Dia kemudian mengulurkan tangannya sehingga aku bisa meraih tangannya yang mungil itu.
Aku merasa kesempatan ini jarang didapatkan olehku dan Chaewon. Mungkin saja ini yang terakhir kalinya aku menghabiskan waktu bersamanya. Jadi aku memutuskan untuk menarik tangannya sehingga dia jatuh disampingku.
"Soobin, ish," Chaewon memukul bahuku. Dia berdiri setelah memukul bahuku, tetapi ketika dia ingin berjalan, dia terpeleset sehingga aku tertawa melihatnya.
"Makanya kalau jalan hati-hati," amanahku kepadanya. Ini benar-benar amanah bukan sarkas.
Chaewon menatapku sinis, "lagian kenapa sih manggil-manggil segala. Gue udah mandi lho Bin," keluhnya. Aku tetap tertawa. Tidakkah ini begitu lucu. Momenku sedikit dengannya dibanding momenku dengan Julia. Tetapi, yang kurasakan saat ini aku sedang berada di waktu yang panjang. Satu detik bisa kupikirkan selama 30 menit. Setidaknya itu presentase bagaimana aku mendeskripsikan momen ini.
Aku mengeluarkan gelang kuning dan hitam itu. Sebelumnya aku harus melihat ke arah kanan dan kiri terutama tetanggaku Paman Gray. Dia tidak ada namun mungkin dia mengintip.
Kuberikan gelang itu kepada Chaewon. "gua lupa kasih gelang ke elu, kemarin udah kasih Kak Doy," ucapku. Chaewon hanya melihat gelang itu. Air hujan mungkin membuat penghilatannua kabur sehingga dia tidak tahu bagaimana cantiknya gelang yang kuberikan ini.
"Eum, untuk apa Bin? gue kira lo ngasih gelang ke Kak Doy karena lo suka sama Kak Doy," ucapnya.
Aku mengambil tangan kanan Chaewon. Ku taruh gelang itu tepat di telapak tangan kanannya. "Ya bedalah njing, lu tau kan moto gua gimana, kalau kasih gelang berarti gua sayang sama orangnya. Bukan Kak Doy, Felix, sama Sunwoo aja yang gua sayang. Elu juga kok. Jangan merasa tertinggal lah," kataku.
Chaewon melihat gelang yang ada di tangannya. Aku memblokade Chaewon dari pandangan rumah Paman Gray. "M-makasih ya Bin, gue kira lo benci sama gue." candanya.
Oh nyatanya tidak Kim Chaewon.
"Gak semua sayang berdasar dari kisah romantis. Jangan dipake gelangnya. Simpen aja soalnya Julia iri gelangnya cantik." alasanku. Kurasa Chaewon ingin memberikan pertanyaan tapi aku sudah memberikan pernyataan.
"Sana gih masuk, jangan lupa disimpen ya," pintaku. Chaewon mengangguk. "Gue belum ada kasih hadiah sama lo Bin," ungkapmya. Aku menggelengkan kepalaku. "Kaga masalah, bayar gua makanan nyokap lu."
Hari H sebelum kabar duka
"Soobin!" teriak ayahku. Aku yang sedang belajar langsung keluar dari kamarku. Biasanya teriakan ini terjadi ketika ada sesuatu yang urgent kepada rumah kami seperti perampok dan lainnya.
Aku cepat turun dari tangga. Aku melihat ayahku sedang berjalan ke arah manapun tapi yang paling sering ke dapur. Ayahku mengambil bahan tajam dan banyak makanan. Ayah juga berjalan ke arah kamarnya.
Dia keluar membawa tas hitam. Tas itu diberikan kepadaku. Sungguh aku tak menyangka bahwa tas ini sangat berat. Aku duduk sambil membuka tas hitam ini sedangkan ayahku masih sibuk berlari-lari mengelilingi rumah.
Ternyata isi tas hitam ini makanan dan senjata tajam yang ayahku ambil sedari tadi. Aku menutupnya kembali. Apa yang Ayahku lakukan?
"Yah?" panggilku. Ayahku tak menyaut. Dia masih berlari kearah manapun. Aku mengikutinya sembari menyandeng tas hitam itu.
"Ayah?" panggilku. Aku mengikuti ayahku sampai ke ruangan tengah dimana jarang diantara kami ada disana selain ada urgent. Kami selalu berkumpul disitu entah apa faedahnya.
Ayahku berbalik arah kepadaku. Aku melihat wajahnya yang menunjukan tangisan dan kacau. Aku semakin bingung. Apa yang ayahku lakukan saat ini. Terlebih lagi dia membuka bajunya didepanku.
Kemudian dia berbalik kebelakang sehingga aku tahu apa yang ayahku maksud.
"A-ayah ini kaga lucu," aku terjatuh setelah melihat tattoo ayahku. Ketika dia berjalan mendekatiku aku juga mundur. Ayahku sudah mengkhianatiku selama ini. Dia sengaja menyuhku untuk membeli karpet karena disanalah orang-orang itu berkumpul. Para pemuja brengsek itu berkumpul.
Sialan!
"Ayah kaya gini biar ayah bisa selamatin kamu nak, berberapa tahun pasti ada ritual. Orang yang kelahiran sama dengan ritual yang udah kami jalanin bakal jadi pengganti tubuh selanjutnya. Kemarin kami ritual di tahun 2000 yang berarti kelahiran 2000 yang bakal jadi pengganti Tuhan kami selanjutnya," ayah memegang kedua bahuku dengan keras.
"Anak kelahiran 2000 memang banyak. Cara menandakan mereka cocok atau enggak dengan nanam tanaman yang dikasih sama tetangga kita, kalau tanamannya tumbuh berarti dia orangnya. Kamu orang pengganti tersebut nak,"
Aku terkejut mendengar pernyataan ini. Selama ini aku bisa mendapatkan informasi dari ayahku. Tapi aku juga tidak menyesal membaca jurnal dari Na Jaemin.
"Intinya kamu bakal ayah sembunyiin di ruang bawah tanah. Jangan gegabah disana Soobin," ucapnya. Ayah menggeserkan karpet yang sudah dipasang berberapa hari yang lalu.
Lalu kemudian aku melihat kayu yang bahkan aku tidak tahu selama ini kayu itu merupakan pintu ruang bawah tanah. Kukira rumah ini tidak ada ruangan bawah tanah.
"Ayah punya rencana, kalau misalnya Tuhan ga di tempat orang yang tepat, maka dia cari tubuh baru. Kamu bisa selamat dari bencana ini nak, intinya jangan gegabah oke?"
Dengan cepat aku menjawab "oke,"
Maaf aku lama update karena nunggu krs yang ternyata lagi rusak portal kami. Maaf yaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetanggaku, Soobin (✔️)
Mystery / ThrillerTetangga mereka baru saja tewas, tidak ada yang tahu kejadiannya. Keduanya heran kenapa dia mati. Mereka memutuskan untuk menjelajahi kisah hidup tetangga mereka melalui masa lalunya dan lain-lain. Apakah mereka bisa menemukan jawaban yang sesungguh...