Hari ini Tichan libur ke kantor, hari akhir pekan dimana semua orang bisa menghabiskan waktu dengan keluarganya dirumah, atau waktunya habis untuk mengelilingi pusat perbelanjaan. Ada satu pusat perbelanjaan di Lisabon yang biasa ia dan Kreb kunjungi setiap pulang bekerja untuk mencari seporsi pengisi perut yang kelaparan.
Di Centro Vasco da Gama, ada sebuah restoran China yang memiliki meja kecil di pojok belakang dan kursi berwarna merah yang biasa mereka duduki. Dua porsi la mian, mie tarik ala Tionghoa yang mengepul terhidang di depan mereka dan dua gelas minuman berkarbonasi menghias meja.
“Tinggal mengambil cake yang kupesan, lalu kita pulang.”
“Ha, Pulang? Tidak mampir ke stasiun dulu? Biasanya kau membungkuskan dua porsi pangsit ukuran sedang untuk Green.” Tichan yang sedang meniup kuah panasnya tidak tahu, bahwa Green sedang pulang ke kampung halamannya.
“Green pulang, mungkin agak lama.”
“Kenapa tidak memberitahuku?”
“Mana ku tahu.”
“Biasanya ia mengirim pesan padaku, kalau tidak, ia pasti memposting sesuatu di media sosialnya. Ah, kenapa tak mengabariku.”
“Mungkin kali ini dia buru-buru.”
Makanan favorit mereka setiap sore. Meskipun sebenarnya tidak baik mengonsumsi makanan berbahan tepung setiap hari, kenyataannya tujuh hari dalam seminggu hanya sesekali saja mereka mengabsen untuk tidak makan makanan tersebut.
Setelah selesai dengan makanan mereka, Kreb dan Tichan menuju ke sebuah toko kue yang bernama Reënboog cake and pastry. Setiap tahun mereka lebih dari sekali memesan kue berdekorasi nyata dari toko tersebut. Sesuai permintaan konsumen, dan dengan tangan lincah barker disana, imajinasi pelanggan selalu terbentuk dalam tampilan real yang sangat tidak mengecewakan menghiasi dekorasi kue ulang tahun, kue pernikahan, atau kue sebagai persyaratan untuk merayakan apapun itu.
Selain kue tart, disana juga bisa menemukan macaron, churros, eclaire, donat kentang, bahkan lemper ayam. Yang terakhir candaan receh, karena lemper ayam adalah makanan lokal kesukaan Green yang tidak terpajang dalam etalase elite.
Tichan tertawa, bukan karena menonton drama komedi dari negri gingseng berjudul Welcome to Waikiki yang pernah Green rekomendasikan. Melainkan didepannya kini ada sebuah kue berbentuk kepala ayam jantan yang Kreb pesan.
Kreb tak pernah absen merayakan 27 Januari setiap tahun. Dan ayam jago adalah shio kelahiran Jeje Wang, teman spesial Kreb yang sekarang berada di entah berantah. Mereka berteman cukup lama dan kini hanya menyisakan kenangan yang mendalam bagi Kreb.
Tak bisa di jelaskan bagaimana ikatan pertemanan mereka, hanya Kreb yang tau. Yang jelas banyak hal yang mempengaruhi kehidupan Kreb semenjak kenal dengan JJ. Hanya foto yang tersisa menghias galeri handphone nya. Keberadaan JJ sama sekali tidak terekspos, juga kabarnya. Bahkan sosial media apapun tak ada yang mencurigakan. Entah apa yang membuat JJ seolah-olah menghilang tersapu cakrawala.
“Lucu sekali, berapa harganya?” tangan Tichan yang hendak mencubit paruh ayam jantan yang berupa kue tart itu mendadak ditampol Kreb dengan kasar.
“Jauhkan tangan kotormu. Tidak sampai menjual harga diri kok,” dan Kreb mendapat tampolan di lengan, khas Tichan.
Kue itu oleh pelayan toko dimasukan kedalam kotak kue agar paruhnya terlindungi dengan aman. Reënboog tidak pernah mengecewakan. Kreb sudah menjadi pelanggan tetap pada toko yang bernuansa penuh warna itu. Sesuai dengan namanya, Reënboog berarti pelangi dalam bahasa Afrika.
Bahkan saat Green tidak pernah memberi apapun ketika mereka berulang tahun, Kreb dan Tichan tetap setia membuatnya meniup lilin setiap tanggal 1 Desember. Dan Green tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan mereka. Green menyukai kesederhanaan, dibanding mereka yang menyukai barang bermerek padahal menguras isi dompet dan membuat kantong bolong.
Seperti biasa, Kreb menuju ke apartemen kecil miliknya dekat perkampungan padat penduduk bersama dengan Tichan. Di sana ia telah menyiapkan tulisan yang dicetak diatas kertas A4 beserta nama Jeje Wang.
Shēngrì Kuàilè 27.01 Wang J.
“Don't know what I'll say, i'ven come back with no reason to survive other than using my brain & heart now to remember you. Because remembering you makes me alive. Forever is a long time but I wouldn't mind.”
Dan bait pada lirik lagu band rock jepang terpampang disana, memenuhi halaman kertas, melanjutkan untaian kata dari hati Kreb yang mendasar.
Wherever you are, I'll always make you smile
Wherever you are, I'm always by your side
Whatever you say, kimi wo omou kimochi
I promise you “forever” right now...Selamanya.
Kata yang perlu dipertanyakan arti sesungguhnya. Bahwa selamanya bisa menjadi hal yang membuatmu harus menunggu, membuatmu harus tetap berjalan pada waktu yang berporos pada sebuah roda.
Kreb mengarahkan kamera ponsel milik Tichan pada kue yang tertata diatas meja, beserta pemandangan yang kini memenuhi meja tersebut. Bidikannya di fokuskan pada kertas A4 yang dipenuhi oleh banyak tulisan, juga terpampang foto close up spesial JJ favorit Kreb, tersenyum dari layar ponsel retak milik Kreb yang menyala.
Hasil foto itu di unggah pada sosial media milik Kreb, dengan kata-kata manis sebagai caption utama unggahan itu, tak lupa diberi emotikon bergambar hati warna biru.
Green yang sedang memainkan ponselnya di lain tempat melihat postingan itu, mengklik gambar ibu jari sebagai tanda suka. Green tersenyum, setahunya JJ berada satu kota dengan tempat kelahirannya. Sayang sekali mereka tidak saling mengenal satu sama lain dan hanya sesekali mengetahui aktivitas JJ dari sosial media beberapa tahun yang lalu, sebelum JJ hilang kabar.
Green juga bertanya siapa sosok JJ ini?. Akankah mereka bisa menjadi teman baik seperti Kreb jika seandainya mereka bertemu?.
Dan untuk kali ini, biarkan hanya Kreb yang tahu.
.
.
.
.
.092021.
KAMU SEDANG MEMBACA
WELCOME GRANCHIO
Cerita PendekJangan sampai kau berubah menjadi biru, apa lagi kelabu. karna kau terlalu lama menunggu hingga tetesan hujan telah membeku. Spesial present for, ' Kreb'. Aku telah menepati janjiku untuk meminjam namamu sebagai protagonis. Berjanjilah agar kau meni...