Kota Jakarta, kota dengan segala cerita yang tersimpan didalamnya. Kota Jakarta, kota yang menjadi saksi bisu pertengkaran dua orang laki-laki yang saling meninju wajah satu sama lain, dengan ditemani derasnya hujan sore itu dan ditambah jalanan yang sepi akan pejalan kaki.
Keduanya masih tersulut emosi yang begitu membara bagai kobaran api ditengah hujan, tapi bedanya api ini tidak mudah dipadamkan. Pada akhirnya salah satu dari mereka memimpin pertengkaran itu dengan lawannya yang terbaring lemas dibawah kukungannya.
Bugh
"Gue bilang jangan pernah deketin Risa lagi, tuli telinga lo hah?"
Bugh
"Berapa kali gue harus bilangin lo?!"
Dengan napas yang tidak teratur, yang lebih tua berdiri dan membiarkan adiknya terbaring lemas karena tinjuannya yang bukan main. Darah diujung bibirnya dia usap kasar, mengambil tas miliknya dan pergi meninggalkan satu laki-laki lain menahan sakit.
Meringis kesakitan, Beomgyu terduduk sambil memegangi perutnya yang keram. Sakit, tinjuan dari abangnya memang sangat menyakitkan. Hampir tidak bisa berdiri, Beomgyu berkali-kali jatuh saat ingin mencoba bangkit dari aspal basah itu.
Sekujur tubuhnya seakan remuk menjadi berkeping keping, dia memegangi dadanya yang terasa sesak, asmanya mulai kembuh. Beomgyu bernapas dengan sangat tidak teratur, ingin berdiri namun kembali ambruk ke aspal, sudah menyerah dengan sakit yang dia rasa. Memang, Beomgyu tidak pandai berkelahi seperti abangnya.
Namun saat matanya hendak memejam akan pinsan, suara seorang gadis menggema digendang telinganya.
"Kalau lo lagi dalam masalah, ayo bangkit, jangan menyerah."
Matanya menelisik sekitaran tempat itu, mencari-cari seseorang yang baru saja mengatakan sesuatu. Tapi nihil, orang itu tidak ada disana. Beomgyu tersenyum tipis dan berusaha bangkit dari sana. Berhasil, Beomgyu mengambil tas miliknya dan mengambil sesuatu. Dia menghisap inhaler sebagai obat meredakan rasa sesaknya.
Berjalan tertatih ke trotoar dengan kepalanya yang juga pusing, sekali lagi dia mengedarkan pandangan ke sekitar namun tidak ada satupun orang disana.
"Suara itu lagi, sebenernya lo siapa?"
Diderasnya hujan Beomgyu berjalan menyusuri sepanjang trotoar dengan badannya yang basah kuyup. Dia tidak boleh lemah, dia ini laki-laki! Harus kuat apapun yang sedang dialaminya. Seketika ingatannya memutar kembali mengingat perkataan mama dulu.
"Beomgyu itu hebat kok, kuat kayak papa mu."
"Tapi ma, Beomgyu suka diejek sama abang kalau Beomgyu itu lemah!"
Beomgyu kecil mengadu sambil mencebikkan bibirnya kesal, menatap abangnya yang sedang bermain pedang-pedangan dengan sang papa. Mamanya terkekeh pelan, surai halus milik Beomgyu diusap dengan penuh kasih sayang.
"Abang kan cuma bercanda sayang. Semua anak mama itu nggak ada yang lemah, baik abang maupun Beomgyu itu sama-sama hebat dimata mama sama papa."
"Jadi Beomgyu nggak lemah ma?"
Mamanya menggeleng sambil menampilkan senyum hangat, "Engga dong sayang."
Beomgyu tersenyum lebar, "Sayang mama!"
Beomgyu kecil memeluk mamanya dengan erat seperti wanita paruh baya itu akan pergi jauh darinya. Mamanya membalas pelukkan sang putra sambil menepuk punggung Beomgyu.
Beomgyu ingin menangis jika mengingat mamanya yang tidak ada disini. Dia merasa kecewa dengan dirinya sendiri, pasalnya memang benar apa yang dikatakan abangnya dulu, dia memang lemah. Ucapan dari mama hanyalah kata-kata penyemangat untuk dirinya saat masih kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikatan Batin | Beomgyu
Teen Fiction❝Suara itu muncul setiap kali gue terpuruk.❞ Ft.Beomgyu ⚠Random update