Bising dari suara ketukan sepatu Saddam yang menghantam lantai membuat fokus Disha pada lembaran soal sosiologi di depannya terganggu.
Berkali kali Disha mengabaikan kaki Saddam yang tidak bisa diam, namun gagal saat lelaki itu sengaja menyenggolkan ujung sepatunya ke sepatu Disha.
Disha menurunkan pandangan matanya, menatap kakinya malas lalu beralih menatap Saddam yang sedang mengigiti ujung pulpennya.
"Dua puluh." lafal Saddam tanpa suara.
Gadis itu mencari angka 20 pada soal yang ada di tangannya, kemudian Ia membaca pertanyaannya sampai habis.
Disha mengigit bibir bawahnya, menimang ragu apakah Ia harus memberi tahu jawabannya atau tidak.
"Masyarakat multikultural 'kan udah gue jelasin, masa lo lupa sih." ujar Disha pelan dengan nada jengkel.
"Asli lupa, Dis." alibinya, "Satu kali ini aja deh. Boleh ya?" mohon Saddam.
Disha menghela nafasnya berat. "Be." bisiknya.
"De?"
"Be."
"Oh."
"Budeg." Gadis itu memutar bola matanya.
Selanjutnya Disha mengisi habis soal kosong yang belum terjawab dan segera menutupnya agar Saddam tidak menyontek.
Lelaki itu gelisah ketika melihat gadis di depannya sudah selesai duluan. Ia membolak balik kertas selembar yang ada ditangannya sampai lecek seraya mengeluh tidak jelas.
Keliatannya Saddam udah pasrah, Ia sampai menerapkan sistem kancing seragam sebagai solusi dari masalahnya. Padahal kalo dipikir-pikir, materi yang diujikan kali ini tuh cuman pengulangan aja dari soal-soal penilaian harian sebelumnya.
Mungkin karena ada beberapa kalimat yang sudah di modifikasi, jadinya gampang bikin para murid terkecoh.
Kriekk!
"Gimana? Sudah selesai?" tanya Bu Nia masuk sambil menenteng botol infused water biru andalannya.
Lamunan Disha seketika buyar, sedangkan Saddam langsung menghentikan aktivitasnya.
"Sudah, Bu." sahut Disha enteng.
Saddam bener-bener cuma punya satu jalan keluar selain menghitung kancing, yaitu memberi isyarat agar Disha berkenan membantu dirinya menjawab satu pertanyaan terakhir di kertas soal.
"Kamu, Saddam? Ngapain ngeliatin Disha? Mau nyontek?" tebak Bu Nia tepat sasaran.
"Hah, nggak Bu. Itu di kepalanya Disha ada rambut." jawabnya asal.
Disha menautkan alisnya, lalu meraba kepalanya. Begitu pula dengan Bu Nia yang langsung meng-scan Disha dari atas sampai bawah.
"Dikira gue botak kali." desis Disha dengan raut wajah sebal.
Saddam menahan senyumnya, Ia melirik Bu Nia yang lagi merapihkan meja kantornya dari berbagai kertas penuh coretan, serta tumpukan buku tugas milik murid yang belum dinilai.
"Dis, tolong banget ini mah, tinggal terakhir, nomor empat puluh apa?" tanya Saddam penuh hati-hati agar tidak terdengar oleh sang guru.
Satu menit pertama, Disha sengaja menutup rapat telinganya seakan tidak mendengar apapun.
"Pssst.."
Belum juga ada reaksi dari Disha.
"Disha." panggil Saddam dengan sedikit penekanan pada nada suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROBBERS
Short Story[DISCONTINUE] [PG-15] Tentang sepatunya sang kapten futsal yang katanya dicuri. written in bahasa, semi-lokal. © DAYINPARIS, 2020.