Chapter 2

442 49 12
                                    

Amanda menghela nafas panjang saat angkutan kota yang ditunggunya tak kunjung lewat satu pun. Menolak untuk menggerutu, dia memilih duduk di halte kampus sambil menenteng tasnya. Harusnya dia tak usah ke kampus hari ini jika tahu janji ketemu Pak Wijaya batal dan malah diganti ke rumah dosen pembimbingnya tersebut Karena beliau sedang tak enak badan jadi batal ke kampus.

"Hai Amanda, mau kemana siang-siang gini?" Adrian sang ketua Senat yang gencar mendekatinya sejak tahu Amanda jomblo tiba-tiba saja muncul dan duduk di sebelahnya. Amanda menggeser bokongnya untuk menghindari duduk terlalu dekat dengan pria itu.

"Iya kak, mau bimbingan tapi Pak Wijaya nggak dateng"

"Terus sekarang mau kemana?"

"Mau ke rumahnya"

"aku antar aja yah!!!" Amanda menggeleng cepat.

"nggak usah kak makasih, nggak perlu ini juga nunggu angkutan kok lagian ada janji sama orang" bohongnya untuk menghindar, tiba-tiba saja wajah Adrian berubah kecewa sambil menatap Amanda dalam.

"Tahu kamu bohong untuk menghindar, kalau mau nolak bilang aja nggak papa kok... Aku masuk kampus aja kalau gitu, kamu hati-hati yah" Amanda menggigit bibirnya tak enak hati karena menolak kebaikan pria itu dengan bohong. Memang sudah beberapa kali pria itu menyatakan cinta tapi ditolaknya halus, bahkan seniornya itu sering datang ke kosnya mengantarkan makanan tanpa diminta atau membantunya mencari referensi. Tapi mau gimana lagi, Amanda tak ada rasa Lagi pula dia tipe yang to the poin kalau suka yah suka kalau nggak yah nggak dan Amanda tak ingin memberi harapan palsu dengan menerima segala kebaikan pria itu.

Amanda tak pernah berpikir mau mempermainkan perasaan orang tapi mereka saja yang tak mau faham kadang Amanda terlihat dimata beberapa orang memanfaatkan pria-pria yang mendekatinya, padahal aslinya pria itu yang selalu memaksa menawarkan bantuan padanya. Menarik nafas sekali, lalu mengeluarkan ipod dari tasnya untuk mendengarkan musik. Mulutnya ikut bersenandung kecil mengikuti lagu yang didengarkannya, sesekali kepalanya menoleh ke kanan untuk melihat ada angkutan yang datang.

Saat sedang asik bersenandung sebuah motor tiba-tiba berhenti di depannya, keningnya berkerut memperhatikan pria yang menoleh padanya sambil membuka helm di kepalanya. Dan keningnya makin berkerut saat tahu pria itu adalah Billy, pria yang pernah membuat emosinya diuji.

"Eh... Kak!!!" sapanya canggung sambil mengangguk tapi dibalas muka datar nan ketus.

"Mau bimbingan ke pak Wijaya juga?"Amanda mengangguk sebelum menyadari sesuatu.

" eh...tapi nggak usah kak, aku bisa naik angkutan umum kok" Billy mengerutkan keningnya melihat tingkah Amanda.

"siapa yang nawarin tumpagan sih? Pede banget, Aku cuma mau bilang ke rumah pak Wijaya pakai angkutan kode E" katanya tanpa ekspresi sebelum menggunakan kembali helmnya dan menancap gas motornya. Rahang Amanda jatuh, mulutnya terbuka karena shock mendapat perlakuan seperti itu, dia tak habis pikir ada pria model seperti itu. Padahal tadi Amanda pikir pria itu akan menawarinya tumpangan saat bertanya tadi, nyatanya Amanda hanya dipermalukan untung tak ada orang lain disana. Amanda memukul kepalanya beberapa kali karena malu....

"Amanda bodoh...bodoh"

***********************
Amanda mengetuk pintu bercat warna coklat itu setelah tadi turun di depan komplek lalu berjalan layaknya anak yang hilang mencari rumah pak Wijaya, untung tidak begitu jauh dari jalan utama.

"Permisi,,,pak Wijaya ada? Saya ada janji sama beliau" sapanya ramah pada seorang wanita yang membuka pintu.

"Amanda masuk aja" seseorang dari dalam rumah berteriak, dan itu pak Wijaya. Dengan sopan Amanda masuk, mengangguk hormat sebelum duduk saat dipersilhkan. Di sana juga sudah ada Billy, duduk di sofa di hadapan Amanda. Tak ingin ambil pusing, Amanda langsung menyerahkan bahan skripsi yang sudah di revisinya saat pak Wijaya memintanya.

DIFFERENT LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang