Episode 8 ~ Kecemasan

975 176 350
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hanya karena mencemaskan Lee Yeol, rasa khawatir Jae Hwa telah melangkah jauh mendahului rasa takutnya."

***

A POEM : The Eye Clause
Episode 8 ~ Kecemasan



Semilir angin malam menerpa wajah Lee Jung. Dihirupnya udara itu dalam-dalam lalu dihembuskannya secara perlahan. Kepalanya kemudian mendongak menatap rembulan hingga akhirnya meleburkan diri dalam lamunan.

"Seseorang telah mencoba membunuh Putera Mahkota."

Tiba-tiba perkataan Woo Shik semalam terlintas di kepalanya. Dia merupakan orang yang menangkap dan mengurung si pelaku berjubah hitam itu.

"Siapa pelakunya?"

"Sepupu baginda Raja. Dia mengutus satu orang yang kemudian menyamar sebagai pelayan istana dalam waktu yang cukup lama."

"Kau yakin?"

"Ya, pelayan itu juga yang berkali-kali mencoba menyampurkan racun ke dalam makananan yang hendak kau makan."

Lee Jung menatapkan nanarnya ke arah pohon lebat yang tumbuh di pekarangan Istana. Semakin hari, semakin terasa berat dijalani. Semua keadaan ini sungguh tak bisa mereka hindarkan. Jika bisa memilih, rasanya Lee Jung ingin terlahir dari sebuah keluarga yang sederhana dan menjalani hari-harinya tanpa rasa khawatir seperti ini. Dia lebih memilih untuk lahir sebagai petani yang mengkhawatirkan besok makan apa, dibandingkan mengorbankan nyawa orang hanya untuk menyicipi makanan yang hendak dia makan.

Minggu ini, ada banyaknya tiga orang pelayan yang meninggal karena teracuni makanan yang harusnya Lee Jung makan. Dan sore tadi, satu dayang dikatakan kritis setelah kemarin malam menyicip teh yang disuguhkan padanya.

"Sampai kapan ini akan terus berlanjut?" Lenguhnya mendesah berat.

Hingga tiba-tiba lamunannya itu pudar ketika sebuah tangan menyentuh pundaknya. Lee Jung menoleh ke belakang dan melihat Lee Se Ra, adiknya tengah tersenyum manis padanya.

"Se Ra? Sudah larut malam. Kenapa belum tidur?"

Lee Se Ra menggelengkan kepalanya. Iris manisnya kemudian berubah sayu dan Lee Jung sudah paham akan situasi tersebut. Adiknya itu memang selalu menumpahkan cerita padanya dan tak pernah menyembunyikan apapun darinya. Sejak Lee Yeol koma, hanyalah dirinya satu-satu orang yang bisa Se Ra ajak bicara dan menjadi penasihatnya.

"Kenapa? Kau mau bercerita apa lagi pada kakakmu ini?" Lee Jung mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. Namun, bukannya tersenyum atau semacamnya, Se Ra malah mencebikkan mulutnya dan air mata pun menetes di pipinya.

"Bagaimana ini? Lee Yeol Orabeoni dalam bahaya."

-

"Kenapa menangis?"

A POEM : The Eye ClauseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang