Malam itu juga, Alex membawa Susan ke rumah sakit untuk melakukan operasi pengangkatan kutil sebesar telur ayam negeri. Lelaki itu begitu jengah dengan tampilan daging melambai di paha istri keduanya. Sehingga ia memutuskan untuk segera mengoperasinya.
Pantas saja Susan tidak pernah mengenakan celana jeans. Wanita itu selalu memakai rok tutu yang kembang, untuk menutupi benjolan di pahanya.
"Mas marah ya?" tanya Susan takut-takut. Wanita itu tak berani menatap wajah suaminya yang nampak garang.
"Harusnya hal seperti ini jangan ditutupi. Sebelum menikah jadi bisa dioperasi terlebih dahulu. Gak repot kayak sekarang," jawab Alex dengan suara datar.
Lelaki itu harus melemparkan jauh hasrat yang sudah naik ke ubun-ubun, saat melihat kutil istri mudanya. Bayangkan betapa kecewa dan kagetnya ia. Namun, ini bagian dari konsekuensi. Dia sudah terlanjur mencintai Susan. Lalu bagaimana dengan Annisa? Alex meremas rambutnya kasar. Ia benar-benar bingung.
"Maaf, Mas." Hanya itu yang dapat dikatakan oleh Susan. Ada air mata membasahi pipinya saat mengetahui betapa kecewa dan marahnya suaminya.
Mobil melaju bagai sedang mengejar maling. Pukul dua belas malam, jalananan memang sudah lengang, dan arah menuju rumah sakit terdekat dari apartemennya, sepi. Alex memarkirkan mobilnya di lobi parkir utama. Masih berusaha meredam emosinya, Alex membukakan pintu untuk Susan, lalu menggenggam tangannya untuk masuk ke ruang IGD.
"Maaf Pak, tidak ada tindakan operasi malam seperti ini, jika keadaan pasien tidak darurat," ujar perawat jaga yang berada di ruangan itu.
"Tapi buat saya ini darurat," balas Alex masih bersikeras mengoperasi Susan malam ini juga.
"Apa istrinya ada demam?" tanya perawat lagi.
"Tidak ada. Hanya saya aneh saja ada kutil sebesar itu di paha," timpal Alex dengan ekor mata melirik Susan sedikit. Perawat nampak menghela napas dalam, lalu ikut menatap Susan.
"Begini saja, besok konsul dokter bedah ya. Praktek jam sembilan. Jika beliau setuju, maka baru bisa diambil tindakan operasi," ujar perawat memberi usul. Alex kembali menoleh pada istri mudanya yang nampak murung. Padahal ini adalah malam pengantin mereka. Suasana menjadi kacau hanya gara-gara telur sebesar kutil, eh ... kutil sebesar telur.
"Ya sudah, besok saja kalau begitu." Alex keluar dari rumah sakit dengan wajah datar. Di sampingnya Susan berjalan dengan wajah menunduk, dan air mata yang hampir saja tumpah.
"Kita makan dulu," ucap Alex begitu mereka masuk ke dalam mobil.
"Gak mau makan saya dulu aja, Mas?" Susan menyentuh anggota tubuh paling keramat milik suaminya. Wanita itu harus berhasil membuat Alex mabuk kepayang padanya, agar Alex tak kembali bersama istrinya sahnya.
"Nanti saja," jawab Alex sedikit gamang. Hatinya menjerit saat Susan melepas sentuhannya. Namun, ia juga harus sedikit jual mahal, agar wanita itu tahu kalau dia marah.
"Nanti saja, tapi kok bangun?" Susan kembali menggoda suaminya. Alex menyerah, ia tak mau membuka mata sama sekali, antara menikmati sama menahan jijik. Jangan sampai ia melihat telur bergelantungan di paha istrinya.
Mobil bergoyang cukup lama. Security yang kebetulan sedang berpatroli, memperhatikan mobil dengan kaca reyban yang terus saja bergerak. Petugas keamanan itu berlari memanggil rekannya, ia sangat ketakutan.
"Ada apa, Im?" tanya temannya pada Imron yang berwajah pucat, dengan kaki gemetar.
"A-a-a ... a ...." Imron tak kuasa melanjutkan ucapannya karena rasa takut yang luar biasa.
"Apa?" Nurdin menggerakkan kepalanya.
"A-ada setan lagi ... lagi ... goyangin mobil mahal di parkiran," terang Imron dengan terbata. Ia memegang dengkulnya yang masih saja bergerak hebat di bawah sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lama-lama Jadi Suka
RomanceCerita Dewasa ya. Anak kecil jangan baca! Melihatnya kesulitan setiap hari dengan perut besar, tanpa suami yang mendampingi, rasanya sungguh kasihan. Pada awalnya memang hanya rasa kasihan, tetapi berubah menjadi perasaan yang berbeda. Rasa cinta da...