Cookies And Cream Baby

11 7 4
                                    


‘’Udah ikut aja, aku ga gigit kok.’’ Miguel mencoba meyakinkan gadis itu. 

‘’Tapi.....’’


Mobil yang ditumpangi  Miguel melaju membelah jalanan kota, ban mobil yang bergulir menuju tempat yang miguel inginkan. Selama perjalanan belum ada percakapan yang terjalin. 

‘’Sabar ya ini udah mau sampai kok’’ Celetuk Miguel. Yang dibalas anggukan gadis yang ada bersamanya di mobil mewah itu.

Sesampainya di lokasi tujuan. Miguel membuka kan pintu untuk Esther, yaps yang ada bersama Miguel kini Esther. Sedari tadi  memang tidak ada percakapan karena sebenarnya Esther canggung tapi Miguel mah santai aja.

‘’One cookies and cream frappucino and.. kamu pesan apa ther?’’

‘’Huh, aku ikutan aja’’ 

‘’Then two cokkies and cream frapp, go on!’’ Suruh Miguel sambil mengusir pelayan itu dari tempat duduk mereka.


Lucu sekali. Badan saja yang manly haha kelakuannya ama saja seperti dulu. Aku tetep suka.


‘’Gimana kabar kamu hm’’ Tanya Miguel dengan mata berbinar dan senyum tipis yang ia ukir.

‘’As usual, baik kok.’’ Jawab Esther tersenyum sambil menunduk

‘’I mean yeah, i think kamu cantikan deh dari terakhir kita ketemuan.’’ Puji Miguel 

Esther hanya bisa senyum manis dan tersipu malu mendengar pujian yang dilontarkan Miguel. Miguel memang bisa saja meluluhkan hati perempuan. Apalagi Esther yang pernah menyukai Miguel. Saat pertama masuk sekolah menengah atas ia sekelas dengan Miguel, Cuma karna sering tersenyum ke Esther bukan berarti suka bukan? Tapi bodohnya Esther malah terlanjur bucin. 

‘’Tapi kamu mau ngomong apa?’’ Tanya Esther.

‘’Ahhhh, iya tadi gak sengaja aku lewat toko kamu. I heard just a lil ur conversation..’’ Kata Miguel tersendat.

‘’Alright, so...’’ Tanya Esther lagi makin pensaran.

‘’Kita buat kesepatan aja gimana?’’

‘’Maksudnya?’’ Tanya Esther dengan rasa penasaran yang meninggi.





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Tara sudah bersiap dengan pakaian rapi dan wanginya. Menuruni tangga rumah susun dan maniknya langsung mencari mobil aplikasi online yang ia pesan dari 5 menit yang lalu.


‘’Sesuai aplikasi ya mas’’

‘’Iya pak, tolong percepat ya’’ ? Mohon Tara yang termakan gugupnya itu.

Pengalaman bekerja pertamanya pada umur 17 tahun. Siapa sangka, sebenarnya ini bukan Tara yang mau. Tapi mau bagaimana lagi rasa simpati Tara terlalu tinggi bagi Esther.

Esther dan ia bertemu di sebuah toko kain saat Esther sedang mencari kain untuk tugas sekolah. Padahal Cuma mencari kain flanel, bodoh padahal toko buku dekat rumah juga ada. Kebetulan sekali toko itu milik Tara jadi mama Tara yang sedang sibuk mengukur ukuran kain yang akan dikirim ke luar kota menyuruhnya mengantarkan Esther ke tempat penjual kain yang Esther inginkan.

‘’Selamat datang pak. Cari siapa ya?’’  Tanya salah satu pekerja di kantor besar itu.

‘’Pak Micko Wijaya? ‘’ Tanya remaja lelaki itu sambil menyebutkan nama yang ada dilayar ponsel pintar nya.

‘’Sudah buat janji?’’ Tanya pekerja itu memastikan

‘’Iya, sudah.’’

Jawaban yang Tara lontarkan di respons dengan ketikan tangan pekerja itu di tombol-tombol telepon kabel di meja resepsionis itu. 

‘’Kamu Alcantara?’’ Tanya pak Micko CEO perusahaan itu yang berpapasan dengan Tara 

‘’Iya benar pak.’’ Jawab tara sambil menundukan badannya sedikit.

‘’Ikut saya.’’ Ajak pak Micko.

Sesampainya di ruang CEO yang bercorak marbel hitam dan sedikit garis-garis emas. Ruang ini mewah!

‘’Akhir- akhir ini saya memang sedikit bosan. Lalu pegawai saya yang sebelum ini gak becus kerja bersama saya. Saya ganti deh. Kalau kamu punya pengalaman bagus, i’ll take it!’’ Jelas pak Micko.

‘’17 tahun?!’’ Sebut pak Micko membaca biodata Alcantara terkejut.

‘’Iya pak, tapi saya bisa...’’

‘’Ahh Va De Eerste? Tapi...’’ Celetuk pak Micko mengamati status Tara. 

‘’Saya dapet scholarship pak’’ Jelas Tara mengerti maksud pak Micko

Ayolah pak Micko pikir murid luxury school itu anak punya perusahaan sendiri kenapa susah-susah kerja. Bersendok emas semua. Mungkin Tara calon nya? 

‘’I'll take you’’ Lugas pak Micko mudah sambil menutup kertas dokumen yang Tara bawa.

Bingung, kenapa semudah itu? Apa tak ada pertimbangan lagi? Kok bisa? Batin Tara bertanya tanya. 

‘’Kamu punya banyak prestasi, anak saya saja gak punya sebanyak kamu. 12 piala dalam jangka 6 bulan? Kamu pasti siswa unggulan VDE.’’ Tebak pak Micko tersenyum lebar.

‘’Ah, tidak juga pak’’ Hindar Tara sambil mengusap lehernya.

‘’Mulai besok kamu jadi, mm apa ya? A new position ya? Personal assistant? Tapi saya mau tau alasan kamu bekerja sama saya.’’ Tawar pak Micko sembari bertanya.

‘’Saya butuh dana untuk bisnis keluarga saya pak. Tapi personal assistant?’’

Itu posisi tinggi yang belum tentu semua orang dapatkan dengan mudah bahkan untuk sarjana. Tara seperti orang jahat yang mengambil kursi pekerjaan itu, mengalahkan orang berlabel? Mr. Micko must be mad.

‘’Yaps, saya tertarik punya personal assistant muda dan bergairah seperti kamu. Alasan kamu manusiawi saya terima. Mulai besok ya! Serahkan data data yang tertera di halaman website nya ke email resepsionis.’’ Jelas pak Micko sembari menyeruput hot esspreso nya.

‘’Ah baik pak. Terima kasih telah memercayai saya memegang posisi ini, kalau begitu saya permisi’’ Tara Izin dan menundukan tubuhnya lalu keluar dari ruangan itu.

Alasannya bukan hanya  karena tertarik dengan gairah muda Tara, banyak hal pribadi yang menurutnya sangat ia rindukan dari remaja berumur 17 tahun, more than you think. Umur emas? Mungkin?

Tungkai tara yang berjalan menuju lift gedung itu bergetar. Nervous kali ya, pertama kali interview langsung dengan atasannya. Mungkin benar pak Micko sedang BENAR-BENAR bosan. Hanya melihat label sekolah Tara bisa membuat nya jatuh hati? Tapi bagaimana bisa. Batin tara sambil melihat sekelilingnya, karyawan kantor ini pasti lulusan universitas luar. Tebakan itu muncul karena kebanyakan tenaga kerja di situ tampak seperti orang luar.


















‘’Maksud kamu?’’

‘’I need you, please...’’ Mohon miguel kepada gadis manis itu.

‘’Iya Miguel. I’ll try okay?"

‘’Deal ya Ther? Dalam seminggu lu ga boleh punya ‘kesibukan’ sama orang lain. Just me.’’ Atur Miguel kepada mantan ‘gebetan’ nya itu.

I can’t do anything, gua butuh ini parah, demi mama. Batin Esther.

‘’Ayo, come on babe, kok bengong?’’ Ajak Miguel dan menawarkan tangan kanannya

‘’Ahh iya ayo.’’ Jawab Esther sambil berdiri dan menggenggam tangan kanan miguel.

Sampai di parkiran Miguel mempersilahkan gadis itu masuk terlebih dahulu. Setelah itu ia bergegas mengendarai mobilnya. Sambil menikmati jingganya langit sore kota yang berhawa sejuk karena AC mobil Miguel sangat dingin.

‘’Miguel, bisa dikecilin ga AC nya?’’

‘’Yes ofcourse kecilin aja, senyaman kamu aja’’

Setelah Miguel mengatakan kata yang ga seberapa itu si bodoh Esther mejadi lebih canggung,kenapa tanyain hal aneh gitu si. Cinta sebelah tangan? Kini canggung pun sebelah sisi. Darn you Esther.













‘’CHASTER! Momma home!’’ Sahut seoarang wanita berambut curly berwarna maroon itu

‘’Ck kenapa kesini sih, aku mau sendiri.’’ Jawab lelaki ber rahang tajam itu.

‘’Anak mami udah gede yaa,hehe’’ Kekeh wanita yang berbalut versace basic dress itu.

‘’Mom stop, mau ngapain kesini..’’ Celetuk Chaster yang sedang duduk di sofa ruang tengah manisonnya 

‘’Aduh iya ini in..’’



TOK TOK

It's me or not again? || on going📍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang