4|Always There for You

51 7 45
                                    

HAPPY READING

****

Bila POV

Malam ini aku hanya rebahan di atas kasur kesayanganku sambil memeluk boneka beruang pemberian Linmo mengingat Bang Jiaqi tiba-tiba saja membatalkan rencana pergi ke mall. Padahal aku sudah menyiapkan wishlist untuk menguras dompetnya. Namun semua itu gagal karena temannya akan datang untuk menyelesaikan projek yang aku sendiri tidak tau apa.

Karena terlalu bosan aku memutuskan untuk pergi ke balkon kamar yang menghadap ke halaman belakang rumah sambil menatap langit malam. Meskipun tidak terlihat satu pun bintang yang menghiasi langit malam, tapi aku masih bisa menikmati semilir angin yang menerpa rambutku. Tiba-tiba saja terbesit keinginanku untuk mengerjai Linmo.

Rumah kami bersebelahan dan kebetulan balkon kamarku dan Linmo juga bersebelahan hanya dibatasi sebuah dinding yang terdapat sebuah celah di atasnya. Ku cari batuan kecil dari tanaman yang berada di pagar balkon rumahku. Lalu kulempar melalui celah dinding itu, sehingga menimbulkan suara berisik di balkonnya. Jeda beberapa waktu masih tidak ada respon aku pun melempar batu-batuan kecil itu terus-menerus sampai orang yang kumaksud berteriak, "WOI SIAPA ITU LEMPAR-LEMPAR ANJIR?! GA SOPAN!"

Terdengar suara pintu balkonnya terbuka. Kepalanya muncul melongok ke bawah untuk mencari pelakunya. Aku menahan tawa ketika dia mulai berbicara sendiri, "Ga mungkin kelakuan hantu, kan?"

"Tolong ya kaum tak kasat mata ga usah caper sama orang ganteng."

Tawaku lepas begitu saja mendengar ocehannya. Ga dimana-mana tingkat kepedean Linmo tidak pernah menurun bahkan di kalangan hantu sekalipun.

"Bila? Sopankah begitu?"

Linmo bukan tipe orang yang takut hantu tapi masih kagetan jika sedang menonton film horor. Aku ingat dia pernah bilang, "Gue ga takut sama hantu, tapi gue takut sama kegelapan. Apalagi kalo sampai kegelapan itu buat gue ga bisa melihat lo lagi, Bil."

Aku semakin tertawa terbahak-bahak mengingat ucapannya itu. Waktu itu aku sampai tersedak popcorn karena mendengar kalimat hiperbolanya.

Mataku membulat ketika melihat Linmo mencoba untuk menjangkau balkon kamarku. Laki-laki itu menginjak pagar balkon lalu melompat seperti atlet panjat pagar masuk ke dalam balkon kamarku dengan begitu mudah.

"Linmo lo gila ya? Gimana kalo jatuh? Muka lo udah babak belur terus mau patah tulang juga?" Omelku bertubi-tubi.

Dia cuma nyengir kuda kalo diomelin. Sepertinya Chengxin udah mukul dia sampai saraf otaknya geser semua. Masalahnya sebelum dipukul saraf otaknya udah geser sebagian :(

Gak, bercanda.

"Ngapain lo disini?" Tanya Linmo sambil menyenggol lenganku.

"Bang Jiaqi ga jadi ngajak gue pergi jalan-jalan. Tau gitu tadi gue jalan-jalan sama Chengxin aja," ucapku dibuat-buat sedih.

"Lebay banget lo." Linmo menoyor kepalaku pelan.

"Tapi gue trauma jalan sama Chengxin, jir. Nanti dilabrak mantannya yang lain lagi," ujarku miris.

"Kasian, gue waktu itu nemu cewek di pinggir jalan nenteng-nenteng sepatu kayak gembel." Linmo tertawa mengejekku mengenai kejadian pergi ke pasar malam. Langsung saja aku cubit perutnya. Dia pun mengaduh kesakitan sambil mengelus perutnya. "Lo, tuh ya. Kalo ABS gue kempes lo mau tanggung jawab?"

"Kayak punya ABS aja."

"Mau liat?" Aku segera mencegah tangan Linmo yang sudah ingin menarik kaos bajunya kemudian melayangkan jitakan kecil di kepalanya. "Sarap lu, ya?"

Perfect FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang