2 | Noodles and Game [M]

568 32 3
                                    

Catatan:

Warning, dimohon pengertiannya semua!!

Bab ini berisikan adegan dewasa, kata-kata kasar, dan lain sebagainya yang tidak diperuntukkan untuk pembaca di bawah umur.

Kalau masih pengen tetap lanjut untuk dibaca, diharap dan dimohon kebijakannya masing-masing dalam menanggapi isi cerita ini.


***


Gue sudah mengenakan pakaian, sekarang mau turun ke lantai bawah buat makan. Hans masih di kamar mandi, gue gak tau kenapa dia selama itu di dalam sana padahal waktu pas keluar tadi gue melihat dia keliatan segar khas orang yang sudah mandi.

Sebelum sampai ke dapur, gue sempat mengintip melalui jendela yang berada di bagian tangga untuk melihat dunia luar yang ternyata sudah keliatan hitam, gelap. Benar-benar gelap karena gue sama sekali gak melihat keberadaan bulan beserta bintang di atas langit yang bertugas untuk menerangi bumi di malam hari.

Wah keliatan banget kayaknya mau hujan.

Buru-buru gue menuruni tangga dan ngelewati dapur buat jalan keluar dari rumah, gak lupa juga buat ngambil kunci motor Hans yang berada di ruang tengah. Gue memasukan motor Hans yang tadi gak sempat buat di masukin ke garasi rumah gue, beruntung garasi gue cukup luas buat menampung dua mobil dan tiga motor, kalau gak mungkin motornya bakalan basah kuyup sebentar.

Garasi gue saat ini hanya dihuni tiga motor saja karena kedua mobil sedang dipakai sama pemiliknya sendiri, Ayah dan Bunda.

Ketika gue mau berbalik buat masuk ke dalam rumah, tepat di pintu rumah gue, gue berhasil dibuat terkaget dengan kilatan cahaya beserta suarah gemuruh guntur yang lumayan kencang. Gue langsung terburu-buru masuk ke dalam rumah dan gak lupa buat ngunci pintu.

"Napa lo? Di kejar setan?"

"Anjing!"

Gue kaget dengar suara Hans yang berjalan dari arah tangga buat turun ke bawah sini.

"Heh brengsek! Bisa gak sih lo gak ngagetin?!"

"Dih siapa juga yang ngagetin, lo aja tuh yang lebay, dikit-dikit kaget. Orang cuman bicara pelan juga." Hans menggerutu sambil jalan ke dapur.

Gue gak membalas ucapan Hans, tapi gue mengikuti dia buat jalan ke dapur.

"Lo mau makan gak?" Hans bertanya.

"Mau,"

"Gojek aja ya?"

"Jangan,"

"Kenapa?"

"Kasihan sama Mas Gojeknya, bentar lagi kayaknya mau hujan."

Hans kelihatan hela nafas, lalu ngangguk kecil.

"Lo masak aja ya? Ada mie seda*p tuh di laci. Masak kayak biasanya, racikan lo enak soalnya, gue suka hehehehehe..."

Selain mukanya lumayan buat anak gadis orang terpikat, Hans juga ini bisa dibilang jago masak.

Kalau mbak gue gak datang ke rumah karena ada halangan atau sebagainya, yang masakin makanan gue itu adalah Hans atau kalau gak dia bawa makanan dari rumah dia ke rumah gue. Hans jago masak nasi di rice ckooker, gue pernah masak nasi menggunakan alat itu tapi gak tau kenapa nasinya berubah jadi bubur, gue ingat saat itu Hans marah banget sama gue karena alasan gue buang-buang makanan. Sejak saat itu Hans ngelarang gue buat nyentuh apa yang dinamakan alat dapur karena takut gue bisa bikin kekacauan yang lain.

"Nasi lo ada kan?"

"Ada kayaknya, coba cek di rice cooker,"

"Ada,"

BestariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang