Irene mematung, matanya tak bisa beralih dari objek yang diperhatikannya itu, mungkin ini yang namanya 'terhipnotis'.
Seorang cowok bernomor punggung '15' tampak sedang menguasai permainan . Tangannya dengan lihai men-dribble bola, dibarengi dengan langkah cepat setengah berlari menuju ring lawan. Keringat mengucur deras di pelipisnya, dan..
BLUSH
Tembakan three pointnya berhasil!
Wasit meniup peluit pertanda pertandingan telah berakhir. Sontak teriakan riuh para penonton menggema di Gedung Olahraga SMA Airlangga.
Senyum kemenangan terukir jelas di wajah lelah cowok itu. Teman - teman satu timnya ber-toss ria dengannya.
"Pinter van! Coba lo ga bikin three point tadi, mungkin kita bakal menang!", seorang cowok lain yang lebih tinggi merangkulnya.
"Hah? Lo ngomong apasih". Jawab cowok yang dipanggil temannya 'van' itu.
"MENANGis maksud gue, ganteng ganteng telmi ah lo Revando Alvarizi".
"Oh haha, habis lo sih alay banget, yang penting kita menang kan!".
"Alay apaan, badut ancol lo!"
Irene memperhatikan mereka dari bangku penonton. Bukan mereka, lebih tepatnya Revando Alvarizi saja.
Jantungnya berdegup kencang.
"M-masa sih gue... "
a.n:
Hello,thanks for reading ! Maaf kalau bahasanya kurang baku/jelek,mohon bantuan comment dan vote untuk kelanjutannya hehe:)thanks a lot
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable
Teen FictionAku benci takdir. Kenapa? Karena dia tidak akan pernah membuat aku dan kamu menjadi 'kita'. Setiap orang mempunyai jalan ceritanya sendiri yang sudah tersusun rapi. Namun, tidak semuanya memiliki akhir yang bahagia. Mungkin aku salah satu yang me...