minggu petang, sungchan

77 7 0
                                    

short chapter


-

sungchan nct














sebuah restoran burger yang selalu menjadi restoran burger favoritku sebagai tempat singgah pertama kami. sore itu ramai, banya k mobil berplat nomor b, jakarta. beginilah akhir pekan di kota bogor.



"y/n, mau ke mana lagi?" tanyanya dengan senyuman yang sangat manis. percayalah, sejak tadi banyak sekali yang memberikan atensi mereka dengan cuma-cuma untuk sungchan.

pupilku ku arahkan ke atas seolah-olah aku sedang berpikir.


sungchan dan aku memilih menikah di usia yang sangat muda, setelah lulus sma. kami hanya teman satu sekolah, sebatas untuk mengobrol saja rasanya jarang sekali. tapi entah aku terhipnotis begitu saja.
dia seorang model, endorse sana-sini pun banyak. memang sejak smp ia sudah terkenal di soc-med. tapi dirinya tetap seorang mahasiswa bisnis manajemen dan aku mahasiswi fashion design.














dan berakhirlah kami di sini, di jalur pejalan kaki tepat samping kebun raya bogor, jalan juanda.

kelingking kami saling mengait, begitu cara kami bergandeng tangan dan memang sejak kecil aku selalu seperti itu.


"motornya nggak kenapa-kenapa ditinggal di sana, chan?"


"nggak, nggak bakal kenapa-kenapa. lagi pula kalau kenapa-kenapa ya udah," balasnya santai. aku hanya menatap dirinya malas dan dirinya yang merasa di tatap-pun menatap balik dnegan senyuman manis yang terukir indah di wajahnya.




"y/n, dulu aku sering banget sama jaemin main ke pecinan, makan sana-sini, tapi setiap baru datang ke restoran yang kita kunjungi pasti bakal diberi tahu kalau saja mereka punya menu tidak halal," jelasnya saat kami melewati pintu masuk pecinan, lawang suryakencana.

kami sempat berdiam diri sambil memandang bangunan berwarna merah sebagai gerbang masuk pecinan itu. lalu ia lanjut berkata, "kamu tahu, aku dulu ingin sekali beli motor, tak berani minta tapinya, jadi aku menabung. uang jajan tak kusentuh sama sekali, aku berangkat sekolah diantar ayah, sedangkan pulang kadang jalan sejauh yang kubisa. tapi itu dulu serunya,"

kami lanjut berjalan santai, "memang nggak semuanya kutabung sih, pasti ada yang keluar. aku dan jaemin kadang jalan lalu melipir ke warung makan atau sebatas dagangan kaki lima, dan setelahnya aku akan naik angkot untuk pulang. tapi juga pernah sekali aku benar-benar lupa untuk membawa uang, tertinggal lebih tepatnya dan akhirnya aku pulang dengan nge-bm."


"nge-bm?" aku menoleh ke arahnya, mencari jawaban.


"numpang di mobil bak, tapi kalaupun mau turun, mobilnya tidak sepenuhnya berhenti, hanya memelan dan turun 'lah."

"nggak sakit?"


dirinya menggeleng sebagai jawaban, "ooh, udah expert ceritanya nih."




kami terus berjalan melewati keramaian. ada yang sedang berfoto-ria, bercengkrama, lari sendiri maupun bergerombol. juga ada yang bermain papan skate-nya.


"chan, kamu bisa skateboarding, 'kan?" dirinya mengangguk.


dirinya sesekali menarikku mendekat saat akan ada yang akan lewat karena nyatanya aku memang ceroboh dan tidak hati-hati.



"balik yuk, ambil motor, sudah cukup jauh, nanti kamu lelah. atau mau aku gendong?" aku menggeleng cepat.










lalu percakapan kami dan cerita-cerita darinya berlanjut hingga sampai di tempat tujuan, rumah yang memakan waktu sekitar satu setengah jam.


biarlah petang itu dan juga bising keramaian menjadi saksi kisah kami. juga motor besarnya yang menjadi pendengar kisah-nya yang takkan pernah habis 'tuk dibagi denganku.








































stewart-pid

imagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang