"Hoseok, tolong dengarkan Ibu. Semuanya untuk kebaikanmu nak."
•°•
Sial, mimpi buruk itu datang lagi. Aku melangkahkan kaki menuju dapur, meneguk air, kemudian duduk di sofa.
Sudah terlalu banyak waktu yang terlewati saat terakhir kali aku jumpa ibu. Pendar matanya yang mulai meredup selalu menghantuiku. Membuatku bangun, meneguk air, duduk di sofa hingga cahaya mentari memenuhi bumantara.
Setiap kenangan tentang ibu adalah tipuan, menciptakan imajinasi gila yang terus memenuhi pikiranku. Membuatku kesulitan bernapas, melukai dada dan leherku.
Sering aku melemparkan diri ke arah jendela, hancur berkeping-keping, pecahan kaca menancap di tubuhku.
Lebih sering lagi aku menenggelamkan diri di kamar mandi, kehabisan napas, keluar dengan keadaan pucat membiru.
Ibu ada di seluruh sudut mataku, di dapur, di kamar tidur, di ruang tamu, di cermin kamar mandi, di taman, di tempat menari, di dalam televisi. Ibu membunuhku perlahan.
Berkali-kali mendatangi Psikiater, orang-orang itu berkata, bahwa ini hanya rasa rindu yang membuncah karena sudah lama tidak bertemu ibu. Pembohong.
Ketakutan ini membuatku tak dapat berpikir jernih, rasanya ingin memuntahkan semua isi perut, dengan kepala yang terus berdenyut, aku menangis. Ini benar-benar membunuhku perlahan.
Bangkit dari sofa, aku menuju kamar mandi, menenggelamkan seluruh badanku, airnya beku, semalaman hujan, dan ini jam 2 pagi.
Bayangan ibu kembali menjajah pikiranku, tangisan ibu yang memohon maaf, aku yang berdiri dengan marah, menghancurkan seisi rumah, membuat kakak menjerit ketakutan.
Hingga matahari dengan tak sopannya masuk di celah celah kamar mandi, membuatku sadar sudah terlalu lama aku berendam, berjalan ke arah cermin, mengambil handuk, ibu ada disana, di sebelahku.
Aku segera keluar dari kamar mandi, bibir biruku yang gemetar sebab kedinginan dan ketakutan, terus meracau tidak jelas.
"Maaf, aku minta maaf. Tinggalkan aku, aku akan menjadi anak yang baik. Tolong Bu, aku berjanji." Aku terus meracau, mataku memejam paksa, telingaku berdenging, pikiranku bertabrakan dengan yang lainnya, tanganku tak sengaja menjatuhkan gelas di meja, pecah, kakiku menginjaknya, berdarah.
Darahnya mengucur deras, ibu hilang, aku berhenti menangis.
Sial, baru saja aku merasa seperti akan mati ketakutan.
[]
Full of Loneliness,
This Garden is Bloomed,
Full of Thorns,
I Hung Myself in this Sand Castle.
~