"Kami tak pernah benar benar ingin hidup, jadi luka apapun, akan kami terima dengan hujan di tepi mata."
•°•
Kakak.
Saat aku mengambil buku harian milik kakak, bunga biru yang layu, jatuh dari halamannya.
Bunga biru ini kupetik dengan kakak di sudut taman kota sore itu.
Kakak bilang tak pernah melihat bunga seindah ini, jadi kakak memberikannya padaku, katanya aku akan menjaganya dengan segenap jiwa.
Entah setan mana yang membuat bunga ini masih bertahan, seharusnya sudah membusuk, seharusnya sudah terkubur tanah.
Aku telah meninggalkan kakak, lebih lama daripada meninggalkan ibu, aku pergi tanpa sepatah katapun saat kakak memeluk kakiku, berharap aku tidak pergi.
Tidak ada yang dapat aku lakukan, aku harus tetap hidup. Keinginan kakak bukan? Agar aku menjaga bunga birunya dengan sepenuh jiwa.
Darah keluar dari mata kakak saat ia menangis, meraung-raung tak ingin aku pergi.
"Aku hidup hanya untukmu, Hoseok. Jika kau pergi, apa yang akan terjadi pada Kakak?"
Sampai suara kakak habis dimakan sunyi, aku tetap akan pergi, jauh dari kakak dan ibu.
Tak mungkin aku akan terus bersama mereka. Bagaimana mungkin, saat semua luka itu aku penyebabnya?
Sudah cukup luka di hati ibu saat melihatku pulang dengan wajah membiru.
Sudah cukup air mata kakak saat melihatku berdiri di lapangan sekolah, sebab dituduh mencuri.
Kakak menyayangiku lebih dari dirinya, lebih dari jiwanya.
Pernah suatu hari, saat aku berumur 5 tahun, teman-temanku meledekku habis habisan, memukul-mukul badanku yang ringkih.
Kemudian kakak terlihat di ujung jalan, berteriak dengan lantang ke arah teman-temanku.
"Apa yang kalian lakukan pada Adikku? Jika Adikku sampai terluka, akan aku laporkan kalian semua kepada polisi!"
Astaga, jika diingat kembali, kejadian itu cukup memalukan, sebab kakak datang sambil memegang sebelah sandalnya, dengan lumpur yang menempel setelah bertani.
Di lain waktu, kakak tidak jadi ikut lomba berpidato, sebab aku sakit dan ibu tidak dapat meninggalkan pekerjaannya,
Tentu saja setelahnya kakak dimarahi oleh gurunya, mencemarkan nama baik sekolah karena ketidak hadirannya saat lomba.
Peran kakak sudah lama berganti menjadi ibu. Saat ibu belum pulang bekerja di malam hari, kakak akan mendengar ceritaku hingga aku jatuh tertidur.
Sedang Kakak akan terus terjaga dengan aku di pangkuannya, hingga ibu tiba di rumah.
Ibu terlalu sibuk bekerja, mencuci pakaian dari rumah ke rumah. Kemudian membersihkan pasar yang penuh dengan sampah.
Dan Ayah, ahhhh. Ayah sudah lama hilang dari hidupku, menjadi luka paling dalam diingatan, karena ayah memang tak pernah melukai hatiku.
Hingga akhirnya hidupku menjadi prioritas kakak. Hoseok yang pertama, Hoseok yang kedua, Hoseok untuk segalanya.
Sampai pada masa aku melihat dua gantungan kunci dari tas kakak.
Aku sadar. Hidupku adalah tentang kakak.
[]
And I Know,
All of Your Warmth is True
I Want to Hold Your Hand,
Picking the Blue Flower.
~