"Apa anda nona Olivia Blair?" Seorang pria gemuk dengan potongan rambut pendek mendekatinya saat ia turun dari mobil uap.
"itu benar."
Pria itu tersenyum "selamat datang, saya sudah menanti kedatangan nona. Saya Bratt Roygen, pemilik gedung apartemen ini"
"oh, senang bertemu dengan anda tuan Roygen."
Olivia menerima uluran tangan pria itu untuk bersalaman.
"Saya juga senang bertemu dengan anda, mari saya antar nona ke kamar nona."
Gadis itu mengangguk, pandangannya mengedar ke gedung apartemen lima lantai bercat hitam yang akan ia tempati. Sebuah ruang untuk melarikan diri dari semuanya.
"sejujurnya mendengar nona akan menghuni tempat ini saya sangat senang. Anda mungkin sudah tahu mengenai sisi kota ini, hal itu membuat orang-orang takut untuk tinggal."
"begitukah? memangnya ada berapa penghuni disini?"
"hanya 12 orang, termasuk nona. Padahal setiap satu lantai terdapat 15 kamar. Ngomong-ngomong sesuai permintaan nona, kamar di lantai teratas. Tidak ada yang tinggal di lantai lima, nona bisa tenang."
"terima kasih atas perhatian tuan."
Mereka sampai di depan pintu bernomor 507. Bratt menyerahkan dua kunci tembaga pada wanita muda itu.
"ini kunci kamar nona beserta cadangannya. Jika nona membutuhkan sesuatu, nona bisa mengatakannya pada satpam di pos penjaga."
"saya mengerti."
Olivia masuk ke dalam kamarnya, tidak seperti yang terlihat dari luar. Apartemen satu kamar itu cukup luas. Sepasang sofa dan karpet di bawahnya, dapur yang dibatasi meja counter tinggi, kamar mandi dan dua kamar yang masing-masing memiliki tempat tidur tunggal.
Tidak banyak barang-barang yang ia bawa hanya beberapa buku, pakaian, dan sebuah mesin tik. Tentu saja cukup uang untuk bertahan hidup di tempat ini. Meskipun begitu, apartemennya sudah memiliki beberapa perabotan jadi ia tak perlu terlalu khawatir.
"kurasa aku akan mandi sebelum pergi belanja."
Olivia melenggang masuk ke kamar tidur sebelum mandi. Aroma sabun tercium saat gadis itu keluar dari kamar mandi, ia mengikat gulungan rambut agar tidak basah. Tanpa membuang waktu memakai pakaiannya, sebuah kemeja putih dan mantel coklat dengan rok selutut berwarna sama. Ia meraih tas selempang lalu memakai sepatu boot tinggi.
Cuaca kota Lunden di awal musim hujan tak pernah cerah, seperti hari ini meskipun masih pukul tiga namun awan yang menutupi langit membuatnya terlihat seperti sudah menjelang petang.
Olivia berjalan di pinggiran, berbeda dengan tempat tinggalnya dulu orang-orang tidak saling menyapa ataupun tersenyum. Hanya berlalu mengurusi diri masing-masing, dingin dan suram.
Distrik gelap kota Lunden.
Begitulah orang-orang menyebutnya, Lunden dibagi menjadi 7 distrik. Diantara wilayah, distrik nomor 7 adalah yang paling dihindari orang biasa.
Banyak rumor mengatakan tempat itu adalah sarang para penjahat mulai dari kelas teri sampai sekelas mafia. Bukan hal aneh jika menemukan mayat tergeletak di pinggir jalan, konflik berdarah antar kelompok, dan hal lainnya.
Jika kedua sahabatnya, Steve dan Keira tahu ia tengah berada di distrik 7, bahkan sampai menghuni salah satu kamar di sebuah gedung apartemen. Gadis itu pasti akan diseret dari apartemennya, dipaksa pergi saat itu juga.
Pasar terlihat cukup lengang, tidak banyak pedagang yang berjualan, hanya roti, sayur-sayuran, dan bahan makanan umum lainnya. Ada juga toko-toko bersanding di sisi jalan, meskipun begitu tidak ada yang menjajakan barangnya di luar, semua menutup pintu tidak mencoba mempromosikan produk jualan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Black Rose's Room Number 507
ActionOlivia Blair, seorang penulis novel misteri terkenal dengan nama pena 'black rose' pindah ke sebuah gedung apartemen tua di penghujung kota distrik 7. Entah sebuah keberanian atau kebodohan, gadis itu memilih tinggal di sisi kota yang dipenuhi kegel...