"jenis musik apa yang kau suka?"
Gramofon lama diputar perlahan, sosok itu menarikan jarinya di atas dereten piringan hitam di sisi lemari. Pilihannya jatuh pada simfoni klasik yang mengalun dengan piano.
"musik adalah sebuah cara untuk berkomunikasi. Tempo lembut yang harmoni menandakan emosi yang tenang sedangkan tempo cepat menandakan emosi yang tidak stabil."
Pria tua dengan setelan hitam putih membawa nampan dengan kertas kecil di atasnya "Tuan, saya mendapatkan informasi keberadaan putra terakhir keluarga Dominique."
"kudengar Greys bersaudara gagal menyelesaikan misinya."
"mereka ditemukan tewas dalam kondisi sama seperti para korbannya. Sepertinya mereka salah memilih target."
"maksudmu, ada seseorang yang berhasil membunuh dua orang veteran atlet bela diri olimpiade dan kemungkinan besar adalah wanita berperawakan lemah?"
"hahaha.... apa kau tidak berpikir bahwa hal paling logis adalah sosok itu adalah seorang esper?"
Pria tua bersurai abu-abu itu menggelengkan kepalanya "tidak ditemukan jejak kekuatan supranatural apapun di tkp. Pelaku hanya memakai pisau yang dipegang oleh Greys bersaudara."
"oh William... meskipun kau selalu bersama ayah selama ini, tapi tak kusangka bahwa kau juga akan tertular kebodohannya."
"maaf tuan..."
Tuannya tertawa kecil sebelum menjentikkan jari. William merasakan sensasi aneh pada tubuhnya yang mulai bergerak tanpa bisa dikendalikan.
"apa kau pernah mendengar tentang 'dancing plague'? orang-orang dengan gejala aneh dimana mereka terus menari tanpa henti, bahkan sampai mereka mati."
"t-tuan..."
"jangan khawatir, kau hanya akan terus bergerak sampai musikku selesai. Simfoni nomor 9 tangga D minor, tentu 75 menit bukanlah waktu yang lama untuk mendengarkan musik?" Ia tersenyum sembari membuka pintu keluar "seorang esper tingkat atas bisa menghapus jejak kekuatan mereka dengan mudah, kau harusnya tahu itu."
"hmm..hm..hmmm..."
Terdengar senandung perlahan memenuhi lorong hingga memudar bersama dengan jaraknya yang semakin menjauh.
***************************
"bahasa Albanis menggunakan alfabet umum tapi pengucapannya sulit sekali." Carla mengeluh saat klien yang menggunakan jasa baru saja pergi meninggalkan kantor.
"keluhanmu tak akan membuat Olivia mengambil pekerjaanmu, kau tahu?" Rob merespon datar.
"ugh, kenapa aku tidak memiliki setengah dari otakmu Olivia? jika aku memilikinya, setidaknya aku tak perlu pusing berpikir setiap hari."
Olivia baru saja menyelesaikan pekerjaannya "bahasa Albanis akan lebih mudah dipahami jika kau memperhatikan gerakan mulut dibandingkan bunyinya, orang-orang dari negara itu memiliki sistem gerak bibir yang kental."
"hmm itu masuk akal, aku tak pernah memikirkannya dari sudut pandang itu. Apa mereka mengajarkan hal seperti itu di akademi Lancester?"
Olivia terdiam sejenak, seperti memikirkan jawaban dari pertanyaan teman kerjanya itu.
"Ajo eshte eksperimenti i cmuar. Ajo mund te trajtoje shume barna edhe ne i kemi injektuar ne interval te shkurter."
"kjo eshte vertet e mahnitshme."
Itu adalah salah satu dari banyak suara yang selalu terdengar dalam kepalanya. Namun sosok yang berbicara hanya tersisa sebagai bayang samar tanpa rupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Black Rose's Room Number 507
ActionOlivia Blair, seorang penulis novel misteri terkenal dengan nama pena 'black rose' pindah ke sebuah gedung apartemen tua di penghujung kota distrik 7. Entah sebuah keberanian atau kebodohan, gadis itu memilih tinggal di sisi kota yang dipenuhi kegel...