"Berkatalah sesuka hatimu tentangku, tapi tidak menghina hijab yang aku pakai," -Rana Aqila Humaira.
• • •
Hari ini adalah hari Senin. Di mana, setiap orang memulai kembali aktivitas seperti biasa.
Terlihat, seorang gadis berbalut seragam putih-abu, menggunakan hijab syar'i. Tengah menuruni setiap anak tangga, lalu gadis itu menghampiri wanita paruh baya yang tengah asik berkutat di ruang dapur.
"Selamat pagi Bunda!" teriak Rana.
"Kebiasaan ya kamu. Nggak usah pakai teriak-teriak bisa nggak? kuping Bunda panas nih," tegur Sintia seraya meletakan mangkuk, berisi sup hangat di atas meja.
"Hehe, maaf Bunda," cengir Rana sambil memperliatkan deretan gigi putihnya.
Sintia hanya bisa menggeleng pelan atas tingkah Rana. "Iya, Bunda maafin. Kamu berangkat sama siapa?"
Rana yang tengah asik menikmati sup hangat di depannya, tersenyum kecil. "Eum seperti biasa, naik angkot hehe."
"Oh ya sudah. hati-hati di jalan," jawab Sintia.
"Iya Bundaku. Rana berangkat dulu ya, Assalamualaikum," pamit Rana sambil mencium tangan Sintia.
"Waalaikumussalam. Belajar yang benar!" teriak Sintia.
"Siap Ibu negara!" balas Rana tak kalah nyaring, seraya melakukan gerakan hormat.
-------
Langkah kaki Rana terhenti di depan pintu gerbang sekolah barunya. Hari ini, merupakan hari yang telah di nantikan Rana. Ia kini resmi menjadi siswi pindahan di SMA Tirtayasa, salah satu sekolah elit di jakarta.
Rana mengedarkan mata ke sekelilingnya. Sejauh mata memandang yang terlihat, hanya Rana seorang memakai hijab. Tidak mau terlarut dalam pikirnya sendiri, Rana melanjutkan kembali langkahnya yang tertunda.
"Ehh liat tuh! Ko gue baru liat ya," tanya seorang siswi sambil melirik Rana yang melewatinya.
"Katanya si anak pindahan," jawab seorang siswi menimpali.
"Ohh anak pindahan. Liat deh, sok alim banget gayanya," cibirnya.
"Iya sok alim banget. Gue tau nih! modelan begini nih, gayanya doang pake hijab syar'i, akhlaknya paling mines!" ejeknya.
"Hai Adek manis. Sini sama Abang! nanti Abang beliin permen Mau nggak?" tawar murid laki-laki yang tengah bersandar di depan pintu kelas. Seketika, teman-temannya tertawa mengejek karena rayuannya tak di gubris.
Rana hanya bisa diam dan terus melanjutkan perjalanan mencari ruang Kepala Sekolah. Ia tidak ingin menanggapi perkataan mereka. Biarlah orang-orang menilai dirinya seperti apa, karena tujuan Rana ke sekolah untuk mencari ilmu, bukan untuk menanggapi perkataan mereka yang tiada habisnya.
"Kamu murid baru itu ya?"
"Astagfirullah," Rana refleks mengusap dada seraya beristigfar berulang kali.
"Eh... maaf karena buat kamu kaget," sesal seorang murid siswi yang berdiri di samping kiri Rana.
Setelah tenang, seulas senyum teduh terpancar di wajah Rana. "Iya tidak apa-apa."
Mengusap lengan kanannya, siswi itu mengulurkan tangan, "kenalin, nama aku Raya Chova Octalyta, siswi XI IPA 2. Kamu bisa panggil aku Raya."
Rana tertegun melihat paras Raya. Wajah Raya sangat blasteran orang Asia-Afrika, memiliki kulit eksotis, rambut cokelat ikal panjang yang terikat satu, serta mempunyai mata berwarna hitam legam. "Rana Aqila Humaira, kamu bisa panggil aku Rana."
"Wah nama kita hampir sama ya. Udah kaya anak kembar aja hehe," heboh Raya seraya membenarkan letak tasnya.
Rana hanya mampu tersenyum kikuk. Ia termasuk tipikal orang yang sering canggung kepada orang baru yang dikenalnya.
"Kamu pasti lagi nyari ruang kepala sekolah ya?" tebak Raya.
"Iya," jawab Rana singkat.
Jentikan jari Raya berikan entah kepada siapa. "Kebetulan!" seru Raya.
Alis legam milik Rana terangkat sebelah. "Kebetulan?"
"Iya kebetulan!" balas Raya.
"Maksudnya?" bingung Rana.
"Iya kebetulan juga aku mau ke ruang guru," jelas Raya.
Rana yang belum paham, hanya bisa terbengong dan untuk kedua kalinya. Ia tersentak kaget karena secara tiba-tiba, Raya menarik tangan kanan-nya.
"Ayo, kita kesana bareng," ajak Raya.
Sepanjang perjalanan, Rana dengan setia mendengar penjelasan yang diberikan Raya tentang sekolah barunya.
"Sekolah kita punya kolam renang pribadi lohhh! Dan kolamnya luas banget ada...."
Saat melewati lapangan basket, tak sengaja mata Rana beradu pandang dengan seorang murid laki-laki yang tengah duduk bersandar di bawah pohon beringin, di sebarang sana.
Rana tersihir melihat paras rupawan murid laki-laki tersebut. Warna mata Kelabunya, memiliki tatapan yang dingin sekaligus redup. Membuat Rana menautkan kedua alisnya.
Sadar atas apa yang di lakukan sekarang adalah sebuah dosa. Rana langsung beristigfar sebanyak mungkin dengan pikiran yang mengingat sebuah surah An-Nur, ayat 31. Tentang menjaga pandangan.
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.”
"Rana!" panggil Raya. "Hallo Rana! Are u okay?"
"Ah? Ya? Kenapa?" linglung Rana.
Bibir Raya mengerucut lucu. Ia sebal karena Rana tidak mendengar penjelasan darinya. Malah sibuk memandang sebuah objek.
Raya tersenyum jahil, seraya mencolek bahu Rana, "Jangan diliatin terus, langsung aja samperin orangnya."
"Kita sudah sampai ya?" buru-buru Rana mengalihkan topik, ia tidak mau membahas peristiwa berdosa yang telah dilakukannya.
"Cieee, itu orangnya ada di belakang kamu loh!" seru Raya seraya menunjuk orang yang berada di belakang Rana.
Spam Next!
Jangan lupa di vote tinggalin jejak!!
Follow ig:@hbibh_fzh
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang sebenarnya
RomanceApa kau tau cinta yang sebenarnya seperti apa? Apa kau tau seseorang yang mencintaimu saat ini, mencintaimu karena tulus atau hanya nafsu semata? Inilah yang di rasakan oleh Rana Aqila Humaira. Gadis yang tengah dilema oleh kasih cinta seorang pemu...