3

68 20 1
                                    

" Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).

• • •

Kedua bola mata Rana terbelalak. Pengakuan Adam begitu sangat tiba-tiba. "Maksud kamu?"

Adam memposisikan dirinya duduk di bangku depan meja Rana yang kosong. Salah satu pipinya ia tumpu, sorot matanya menatap dalam-dalam wajah Rana yang sayang sekali, gadis itu tidak melihatnya.

Hampir semua murid perempuan menjerit tertahan melihat tingkah Adam. Mereka ingin sekali berada di posisi Rana saat ini.

"Maksud gue. Detik ini juga, lo jadi pacar gue," tandasnya.

"Apa?! Kamu gila ya?" teriak Raya seraya menunjuk-nunjuk wajah Adam.

Adam sedikitpun tidak memalingkan pandangannya dari Rana. Ia menganggap Raya hanya sebatas angin lewat.

"Maaf. Bahkan kita tidak saling mengenal satu sama lain. Tidak seharusnya kamu mengatakan seperti itu." Rana semakin meremas kedua tangannya. Ia takut jika perkataannya barusan, menyinggung hati Adam.

"Loh bukannya kita udah saling kenal kemarin?" tanya Adam. "Apa perlu kita kenalan lagi?"

Adam berdehem sebentar seraya merubah posisi duduknya. Sebelum mengeluarkan suara, Adam menyugar rambutnya terlebih dahulu, serta merapihkan pakaiannya yang sedikit kusut.

"Kenalin. Nama gue Adam Firdaus, kelas XI IPA 3. Kita tetangga kelas loh, dan pasti nama lo Rana." Adam mengeluarkan cengiran lebar, merasa bangga dengan apa yang telah di ucapkannya tadi.

"Bukan itu maksudku," ucap Rana lirih, tapi masih bisa terdengar oleh Raya dan Adam.

"Sebaiknya kamu tanyakan pada yang lebih berhak atas diri saya," lanjut Rana.

Adam yang ingin menanyakan lebih lanjut tentang perkataan Rana, mengurungkan niat. Sebab ada guru yang akan mengajar kelas Rana. Mau tidak mau, Adam meninggalkan kelas Rana dengan penuh tanda tanya.

"Menanyakan kepada yang lebih berhak? Siapa?" monolog Adam pada dirinya sendiri.

----

Rana membereskan peralatan tulisnya ke dalam tas. Bel pulang telah berbunyi sejak satu menit yang lalu, kelas pun tampak sudah mulai lenggang. Akibat para murid tidak sabar untuk segera pulang ke rumah atau melakukan kegiatan lain.

"Jadi?" tanya Raya yang sudah selesai membereskan peralatan tulisnya. "Kamu mau daftar ekskul apa?"

Rana menarik kertas selembar yang berada di kolong mejanya. Kertas pendaftaran yang sempat di bahas saat istirahat tadi.

Seketika Rana mengingat kejadian, dimana Adam mengajaknya pacaran. Kalimat yang tidak pernah ia pikirkan semasa hidupnya. Rana menggeleng pelan untuk menghilangkan ingatan itu.

"Aku mau ikut ekskul Rohis," balas Rana dengan mantap.

"You are serious?" kaget Raya.

Rana mengangguk penuh keyakinan. "Iya, aku serius Ray."

"Ah, enak banget ya kamu. Udah dapat pilihan mau ikut ekskul apa," keluh Raya. "Aku masih bingung mau ikut ekskul apa."

Rana berjalan meninggalkan kelas, diikuti Raya di sampingnya. Sebenarnya ia ingin mengajak Raya mengikuti ekstrakulikuler Rohis, tapi ia sadar. Raya hanya belum siap dan belum tertarik untuk berubah, yang bisa Rana lakukan adalah mengajak Raya untuk berubah sedikit demi sedikit.

Karena sejatinya, manusia pasti akan berubah ketika diniati dengan kesungguhan dan ketekunan, atau ketika mereka mendapat hidayah. Dan kita sebagai sesama muslim, harus saling mengingatkan dalam hal kebaikan.

Memang berubah itu berat pada awalnya, tapi akan seperti hal kebiasaan ketika terbiasa.

"Ran." Raya menoleh ke arah Rana yang tengah fokus menatap ke depan. "Kenapa kamu tolak pengakuan Adam untuk jadi pacarnya?"

"17:32," jawab Rana singkat.

"Hah?" Raya langsung mengecek jam tangannya. "Masih jam 3 kurang 5 menit ko."

Rana terkekeh pelan mendengar nada polos Raya. Langkahnya terhenti di persimpangan koridor. "Maksudku, bukan itu."

"Lah terus, kalau bukan itu? Apa?" heran Raya.

"17:32 itu artinya tentang larangan berzina," jelas Rana.

"Hah ko bisa? Itu pasal baru UUD ya? Ko aku baru tau," Raya mengusap lehernya yang sedikit gatal.

Rana menggeleng seraya berkata, "bukan juga."

"Terus apa dong? Ko bukan semua?" tukas Raya.

"Itu ada di dalam surah Al-Isra, surah ke 17, ayat 32." Rana tersenyum lembut melihat Raya yang tengah grogi entah karena apa.

"Ohhhhh." Raya hanya mampu merespon seperti itu. Ia kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Rana.

"Aku ingin menyerahkan kertas ini. Kamu mau ikut?" tanya Rana, setelah lama mereka terdiam.

"Kayanya aku nggak ikut deh Ran. Aku ada urusan setelah ini," tolak Raya halus.

Rana mengangguk paham. "Ya udah, kalau gitu aku pamit duluan ya Ray. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Sampai jumpa besok Ran!" seru Raya sambil melambaikan tangan yang di balas lambaian juga oleh Rana.

-----

Rana mengecek kembali kertas yang berada di tangannya, takut-takut jika ia salah menulis. Setelah dirasa semuanya benar, Rana mengedarkan mata di sekitar masjid. Berharap ada orang yang bisa Rana tanyakan.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang murid kepada Rana. "Dari tadi saya lihat, sepertinya kamu sedang kebingungan mencari sesuatu."

Spam next?!

Tinggalin jejak jangan lupa di vote!!

Cinta yang sebenarnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang