7

74 15 0
                                    

"Jodohku adalah cerminan dari diriku
pantaskah aku dengan dirinya."-Adam Firdaus

• • •

Adam termenung di balkom kamar memikirkan perkataan Agam. Mendekatkan diri kepada Allah? Bacaan sholat pun sudah lupa. Apalagi ngaji? Hah, Iqro aja belum lulus.

"Berat juga syaratnya," gumam Adam. Pandangannya lurus menatap langit yang ditaburi bintang.

Angin malam suskes membuat badan Adam menggigil kedinginan. Genggaman cangkir berisi kopi yang mulai dingin, semakin mengerat. Rambut hitam yang masih terlihat basah, berkibar karena terpaan angin.

"Gue harus mulai darimana buat ngedeketin Rana?" lirih Adam. "Mulai sekarang aja kali ya."

Adam masuk, lalu mengobrak-abrik rak buku yang berada samping meja belajarnya. Ia mencari buku tata cara Sholat dan mencari Iqro untuk di baca.

"Nah ini dia yang gua cari!" Adam Mengambil buku bertulis tata cara Sholat bersampul merah.

Adam membuka-buka lembaran buku dengan acak. Setelah menemukan lembaran yang diinginkan, Adam mulai membaca tata cara Wudhu dan Sholat. Kemudian ia bergegas ke kamar mandi, untuk mempraktikkan mengambil Wudhu.

Setelah itu ia mulai mencoba mempraktikkan Sholat, sambil memandang buku yang ditaruh dihadapannya.

"Hati gue damai banget," pikir Adam setelah tuntas melaksanakan kewajiban Sholat Isa.

Tangannya terulur mengambil Iqro. "Lah susah banget!"

"Gua harus minta Agam ngajarin gue. Pusing pala nih liat beginian. Nggak bisa baca nya," keluh Adam.

________________

Matahari mulai terbit, menampakan sinarnya. Adam yang masih tidur bergelut di bawah selimut tebal, terusik dengan suara alarm dan cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah kaca jendela.

"Jam berapa sih!" kesel Adam sambil  melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 7 lewat 5 menit.

"HAH?! jam 7 lewat. Mampus, gua telat!" Adam langsung ngacir ke kamar mandi. Dengan gerakan semuanya kilat, Adam langsung mengambil motor di bagasi rumahnya.

"Adam? Nggak mau sarapan dulu?" tanya Bunda Adam di depan pintu.

"Nanti aja Bunda. Adam bisa sarapan di sekolah!" Adam menancapkan gas dengan kecepatan tinggi.

Di tengah-tengah perjalanan, Adam menengok kiri-kanan. Siapa tau, ada yang menarik di penglihatannya. Satu meter menuju jalan sekolah, Adam membulatkan mata kaget saat pintu gerbang sudah di tutup rapat oleh satpam.

"Pak bukain gerbangnya dong!" teriak Adam.

Bukan, bukan satpam yang menghampiri Adam. Melainkan Bu Tuti yang menghampiri sang guru BK yang terkenal sangat killernya.

"Adam! Kamu lagi, kamu lagi yang telat!" Bu Tuti membuka gerbang dan berdiri di samping Adam. "Buka helmnya!"

Adam turun dari motornya dan menuruti perkataan Bu Tuti. Bak anak kecil yang patuh pada Ibunya ketika dimarahi.

"Nggak ada kapok-kapoknya kamu yah!" geram Bu Tuti seraya menjewer kuping kanan Adam.

"Aduh Bu! lepasin Bu, sakit," rintih Adam.

"Kamu ikut ibu sekarang!" titah Bu Tuti. "Cepet!"

"Iya Ibu Tuti yang cantiknya tiada tara. Adam izin ke kamar mandi dulu ya. Udah kebelet nih! Dah Ibu cantik!" Adam berlari secepat kilat menghindari Bu Tuti dan meninggalkan motornya di depan pos satpam.

"Adam Firdaus!! Jangan lari kamu ya!" teriak Bu Tuti.

Adam yang terus berlari mendengar teriakan Bu Tuti, hanya terkekeh dan tak sengaja Adam menabrak seseorang.

Brak!

"Aduh! pantat gua makin tepos aja ini. Oi lo kalau jalan pake mata dong!" bentak Adam yang masih sibuk mengelus bokongnya, tanpa menatap orang yang menabraknya

"Maaf. Saya nggak sengaja," ujar Rana yang buru-buru berdiri dari posisi jatuhnya.

Mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya, Adam mendongkak untuk melihat siapa yang sudah menabraknya. Apa tebakannya benar?

"Eh. Gapapa ko. Ngapain lo yang minta maaf? Ini kan salah gue," ralat Adam, sambil tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya.

"Sekali lagi maaf. Kalau begitu, saya permisi. Assalamualaikum," pamit Rana.

"Tunggu," cegah Adam menahan tangan Rana yang langsung di tepis oleh gadis itu.

"Maaf. Bukan muhrim," sahut Rana tanpa memandang wajah Adam. Ia lebih memilih memandangi pohon-pohon yang berdiri samping koridor.

"Maaf lupa. Gini, gue cuma mau minta nomor wa lo. boleh?" ijin Adam, matanya tak pernah lepas memperhatikan Rana.

"Maaf nggak bisa. Assalamualaikum." Rana bergegas pergi dari hadapan Adam.

Adam menghela napas, sembari mengacak-ngacak rambutnya prustasi. Ia segera pergi dari sana dengan mulut yang terus menggerutu.

-----

Rana masuk ke dalam kelas dan langsung duduk di bangkunya. Pertemuan dengan Adam, membuat harinya merasa tak tenang lagi.

Adam adalah makhluk yang harus dihindari Rana karena cowok itu termasuk spesies yang menganggu baginya.

"Muka kamu kenapa Ran? Datang-datang pake acara kesel segala?" heran Raya.

Rana menoleh pada Raya. Ia menggeleng tak yakin dan kembali menulis sesuatu di dalam buku catatannya.

"Oh aku hampir lupa!" Raya menepuk jidat. Tangannya meronggoh sesuatu di kolong meja. "Tadi ada cowok ganteng banget nyariin kamu. Dia ngasih surat ini ke kamu."

"Dari siapa?" Rana mengambil surat yang disodorkan Raya padanya.

"Namanya Agam. Sumpah aku baru pertama kali liat orangnya. Padahal aku udah satu tahun sekolah disini, tapi kenapa baru liat ya?" bingung Raya.

"Mungkin kamu kurang main di sekolah," kekeh Rana.

"Bener juga. Aku kan lebih suka ke kantin atau taman sekolah, daripada main ke tempat lain," keluh Raya.

Rana segera membuka isi surat yang ternyata, informasi seputar rohis dan uang kas yang dibayar seminggu sekali.

"Isi suratnya apa?" kepo Raya.

"Informasi seputar rohis dan pulang sekolah ada perkumpulan," balas Rana.

Jangan lupa vote!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta yang sebenarnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang