🌈 Bab Tiga: Brown

10 0 0
                                    

"Aku di sini, tapi sepertinya kamu lupa."

🌈🌈🌈

Hembusan napas menyesal keluar dari mulut Arazile sebab ia menemukan cafe yang sudah sepi. Kecemasan tergambar di wajahnya. Ya, kini dia berada di cafe tempat seharusnya dia dan Gretta bertemu. Sebuah kotak tergeletak di atas meja menarik perhatiannya.

To: Arazile, sahabatku
Selamat Ulang Tahun

Penyesalan itu semakin besar ketika Arazile tahu tujuan Gretta mengajaknya bertemu. "Maaf Ta," sendunya sembari menunduk dengan linang air mata.

🌈🌈🌈

Pagi harinya Arazile berangkat lebih pagi. Dia hendak menemui Gretta dan meminta maaf. "Kok Gretta gak dateng-dateng sih."

"Nunggu siapa?"

"Eh!"

Arazile berbalik dan menemukan Alex yang tersenyum di belakangnya. "Ngapain?"

Alex cuman diam dan menatap sekitar seperti mencari sesuatu. "Nah itu!" Alex menunjuk pada seorang gadis yang tertawa dengan teman di sampingnya. Senyum yang Arazile siapkan mulai luntur ketika melihat gadis di samping Gretta.

"Maaf Ta," ujar Arazile saat Gretta sudah sampai di depannya. Sedangkan sahabatnya itu hanya diam dan melangkah pergi masuk ke dalam kelas meninggalkan Arazile dengan perasaan bersalahnya. "Gapapa, nanti sahabatmu bakal baik lagi kok," hibur Alex dan ikut melangkah pergi menuju kelasnya karena bel sudah berbunyi.

"Eh, tunggu!"

"Apa?" Alex membalikkan badannya lagi.

"Kamu belum jadi cerita soal kejadian di belakang sekolah kemarin." Alex hanya tersenyum kecil dan melanjutkan langkahnya. "Diajak ngomong malah pergi. Dasar!" gerutu Arazile.

🌈🌈🌈

Sampai pulang sekolah, Gretta tidak menunjukkan niatan untuk memaafkan Arazile. Membuat gadis itu frustasi karena tidak biasanya sahabatnya itu marah selama ini. "Ta, kita perlu bicara."

"Gak!"

"Kamu kenapa sih? Aku cuman lupa, biasanya kamu marah gak gini Ta," amarah Arazile mulai keluar. Sedangkan Gretta terdiam sejenak seolah memikirkan sesuatu. Namun dia tetap diam dan memilih membuka hp dan menyodorkannya pada Arazile.

"Kamu milih jalan-jalan sama dia dan ngelupain aku aja gitu? Lebih parahnya kamu jalan sama orang yang aku suka Ra! Gimana aku gak marah coba!" ujar Gretta dengan nada tinggi.

"Maafin aku Ta, aku gak bermaksud gitu. Dia itu cuman...."

"Udah! Aku mau pulang!" Setelahnya Arazile hanya bisa menatap punggung Gretta yang menjauh. "Bodoh banget!" Arazile memukul kepalanya sendiri sebagai luapan penyesalan.

🌈🌈🌈

Arazile POV

Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar dan membersihkan diri. Tak sengaja aku menyenggol sebuah kotak yang bertengger di atas meja. Sebuah kotak pemberian Gretta. "Ah iya aku belum membukanya."

Tanganku mulai menyentuh permukaan kotak itu dan membuka bungkusnya. Terlihat sebuah kotak antik dengan ukiran yang indah. "Apa ini?"

Aku pun membuka kotak itu dan cahaya terang membuatku harus menutup mata dan memalingkan wajahku. Hingga beberapa saat kemudian aku membuka mata dan mendapati diriku di tempat yang berbeda. Aku kini tidak duduk di atas kasurku, namun duduk di atas batu. Kakiku juga tak lagi menginjak lantai, namun menginjak pasir biru muda yang tampak indah dan berkilau. Di depanku lautan bening membentang luas. "Aku di mana?"

Tidak ada siapa pun di sini. Aku pun mulai panik. Kulihat kotak itu lagi dan hanya kudapati sebuah lembar kertas.

Takdirmu harus segera kau jalani. Temukan ibumu dan berbahagialah di tempatmu yang seharusnya.

"Kenapa Gretta memberiku ini?" Aku tak henti-hentinya bertanya. Meskipun aku tahu, aku tak mungkin mendapat jawabannya saat ini karena Gretta tak ada di sampingku.

Lantas, dari kejauhan kulihat seseorang berdiri menatapku. Aku ternganga saat dia tersenyum ke arahku, lantas menyebrang samudera hanya dengan dua kakinya itu. Tanganku gemetar saat air menyentuh tanganku dan muncullah cahaya keperakan. Lalu dia menghilang dan aku tertarik ke dalam pusaran air yang tiba-tiba ada di depanku.

🌈🌈🌈

"Apa dia sudah sadar?"

"Belum."

Telingaku menangkap samar-samar orang-orang yang berbicara. Perlahan kubuka mataku dan kudapati Gretta yang duduk di sampingku. "Gretta." Aku memeluknya.

"Maafin aku Ta, jangan marah terus. Kemarin aku bener-bener lupa dan di saat yang bersamaan Alex datang dan ngajak aku pergi," ujarku berusaha menjelaskan.

"Udah gapapa, aku yang minta maaf karena malah ninggalin kamu saat seharusnya aku bersamamu." Aku hanya mengangguk dan mulai teringat sesuatu.

"Ta tadi aku...."

"Akhirnya dia sadar juga." Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang pria yang bersandar di dinding ruangan. Sekilas dia menatapku dan mata kami bertemu. Tatapannya menusuk dan seolah menelisik ke dalam mataku. Jantungku berdetak lebih cepat, entah karena takut atau karenapa apa. Namun, setelahnya dia beranjak pergi dengan sayap di belakangnya. Sayap? Dahiku mengernyit bingung.

"Kita ada di dunia sihir Ra, rumahmu."

"Maksudnya?" Aku tak mengerti dengan keadaanku saat ini. Belum lagi sebuah sapu terbang menghampiriku dan menari-nari seolah sedang bahagia. Lalu di belakangnya muncul seorang pria paruh baya yang tersenyum kearahku. Bersamaan dengan itu pula seorang gadis seusiaku ikut menghampiriku dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.

"Hai Ara, aku Ivy." Aku hanya diam mencerna semuanya. Lantas di samping pintu kudapati seorang pria yang tak asing bagiku. "Alex?"

Semua terlalu cepat bagiku, membuat kepalaku pusing dan kegelapan mulai membawaku pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rainbow In My Heart (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang