Melodi angin bercerita akan persaksiannya atas kehidupan. Memaksa waktu tuk tetap berjalan ke depan.
🌈🌈🌈
"Ayah baru pulang?" tanya Arazile saat melihat ayahnya duduk di kursi ruang tengah. Bahkan, sinar mentari telah menelisik ruang tengah itu. Namun, pria paruh baya itu hanya diam saja dan memilih berjalan menuju ruang kantor di rumahnya. Dengan sabar Arazile mengalah dan menyiapkan teh hangat untuk ayahnya itu.
"Ayah pasti capek. Ini aku bawakan teh hangat untuk ayah," ujar Arazile riang. Dia tak ingin menghancurkan hari cerah ini dengan pertengkaran antara dia dan ayahnya. Arazile pun meletakkan secangkir teh di sebuah meja yang terdapat tulisan 'Avram Orcast.'
Seorang pengusaha sukses yang masih saja mendendam pada masa lalu. Merasa tak rela dan tak bahagia meski dia masih memiliki seorang permata di rumahnya. Mungkin, dia terlalu terlena pada kehilangan. Hingga lupa pada permata yang masih tersedia. Padahal, tak selamanya permata itu abadi.
"Aku tak butuh!" ujar Avram sinis.
"Tapi, ayah ...."
"Aku bilang tidak!" potong Avram geram.
Dia sudah pusing dengan pekerjaannya yang menumpuk. Dia sangat tidak ingin marah untuk saat ini. Sedangkan Arazile sudah mati-matian menahan air mata. Entah apa hanya dia yang menderita di sini?
"Aku tahu ayah marah, lelah, dan terluka kareana kepergian ibu. Tapi, apakah tak sekali saja ayah berpikir jika aku bisa menggantikan ibu?" tanya Arazile lirih.
Avram hanya diam sambil mengepalkan tangannya. Dia sangat terluka memang, tapi dia juga tahu jika putrinya itu pasti juga terluka. Bahkan, lebih menderita. Tapi, keadaan membuatnya bingung, dengan siapa dia harus melampiaskan segal rasa yang dia punya?
"Hari ini usiaku sudah 17 tahun. Aku sudah cukup dewasa jika harus hidup sendiri. Jadi, jika ayah ingin aku pergi, aku tak akan keberatan," imbuh Arazile dengan senyuman yang terpaksa.
Mendengar hal itu, Avram tersentak kaget. Apa mungkin dia juga akan membiarkan kebahagiaannya pergi? Namun, saat melihat wajah Arazile, dia teringat dengan Iliana. Hingga akhirnya, Arazile keluar dari ruang kerja itu tanpa jawaban dari ayahnya.
Arazile menghela napas pelan. Sungguh, dia tidak akan kuat jika lebih dari ini.
"Mungkin keputusanku memanglah yang terbaik. Aku akan membawakan ibu padamu yah. Aku janji."
🌈🌈🌈
Gretta Melody
Eh, Ra. Hari ini ada acara gak?Sebuah chat masuk di ponsel Arazile, membuat dia mengernyit bingung dengan pertanyaan sahabatnya itu. Biasanya Gretta akan berbicara spontan, bukan seperti ini.
Arainsca Arazile
Enggak, emang kenapa?Gretta Melody
Aku mau ngajak kamu ngedate 😘Arainsca Arazile
Hidih, aku masih normal ya 😎Gretta Melody
Iya sayang, udah dulu ya. Pokoknya nanti kamu dateng aja ke cafe biasanyaArainsca Arazela
YaArazile tersenyum sambil menutup percakapan itu. Hingga sebuah pesan membuat senyuman itu berganti rasa ketakutan.
Alexis Pleuranda
Aku ada di depan gerbang, cepat keluar!Arainsca Arazela
Gak, kenapa aku harus ketemu sama kamu?Arazile memang mengenal Alex namun dia tak begitu suka dengan laki-laki itu. Menurutnya, Alex hanyalah cowok sok keren dan playboy yang tenar di sekolahnya.
Alexis Pleuranda
Kamu pikir aku gak tahu atas apa yang kamu liat tadi?Membaca pesan itu membuat Arazile langsung ketakutan dan memilih menemui Alex.
Di depan gerbang sudah berdiri seorang cowok di samping motornya. Cowok itu mengenakan jaket coklat dan celana jeans. Penampilannya simple, namun tak mampu menutup ketampanan cowok di depan Arazile saaat ini.
"Ada apa?"
Bukannya menjawab, Alex malah senyam-senyum sendiri. Entah apa yang dipikirkan cowok itu, yang jelas Arazile tak suka itu.
"Kalau gak ada perlu ya udah."
"Eh tunggu!" Alex mencekal lengan Arazile dan membuat jarak diantara mereka cukup terkikis. "Apaan sih?" Arazile memberontak dan berusaha untuk mundur. Namun, Alex tak membiarkannya, justru membuat pipi Arazile menabrak dada cowok itu. Sebuah detak jantung terdengar di saat itu, karena salah satunya merasakan kenyamanan.
Namun, bagaimana yang satunya?
"Aww," ringis Alex karena kakinya diinjak olek Arazile.
"Gak sopan!"
"Maaf Ara," sesaat sebelum Arazile murka, dia mendengar panggilan itu. Sebuah panggilan yang hanya dikhususkan untuk seseorang di masa lalu.
"Gak usah panggil Ara! Itu bukan buat kamu, ngerti!"
"Gimana kalau orang di masa lalu itu datang lagi? Apa kamu mau memaafkannya?" Sekelebat ingatan tentang kisah singkat itu terngiang di kepala Arazile. Tak disangka cairan bening meluncur dari mata indah itu. "Dia gak pantes buat kembali."
"Ara,"
"Cukup! Pergi!" usir Arazile galak.
"Aku bisa jelasin, tapi tolong dengerin aku dulu."
"Enggak! Aku sudah gak ada hubungan dengan cowok brengsek itu," ujar Arazile masih dengan kemarahannya. Ralat, dengan perasaan yang tak menentu, antara marah, sedih, dan rindu?
"Mungkin kedatanganku terlambat, tapi selama ini aku selalu mengawasimu. Karena aku ada di sampingmu dan tak pernah pergi Ara," tutur Alex lembut. Sepersekian detik, Arazile hanya diam dan membiarkan angin menyentuh kulitnya.
"Itu benar kamu? Al yang dulu kukenal?" Alex mengangguk.
Seketika tangis Arazile pecah. Dia langsung memeluk cowok di depannya itu. Menumpahkan segala kerinduan dan rasa yang selama ini dia pendam sendirian. Memang, sedari lama dia merasa aneh dengan cowok di pelukannya kini. Tapi, dulu dia pikir itu mungkin hanya pikiran Arazile saja.
Malam itu, sepasang rindu telah dipertemukan. Tanpa tahu, ada yang tersakiti tanpa mampu mengobati.
"Mau pergi?"
Arazile mendongak dan mengangguk, tanpa menyadari telah melukai dua hati.
🌈🌈🌈
"Akh! Kenapa tiba-tiba terasa sangat sakit?" gumam seorang laki-laki yang sedang duduk di bawah langit. Menatap bintang dengan rasa sakit yang entah datang dari mana. "Nak!" sebuah suara membuat dia merasa tidak senang berada di tempat itu.
"Hentikanlah dendammu, dia tidak pantas denganmu. Lihatlah sekarang, bahkan dirimu sudah kesakitan seperti itu. Apa kamu tak ingin melihat ayahmu ini bangga?"
"Cih, Anda saja tidak pantas saya sebut sebagai ayah, mengapa saya harus membuat Anda bangga?"
"Rey!" bentak pria paruh baya itu. Sedangkan laki-laki yang diajak bicara memilih pergi meninggalkan pria itu. Kepakan sayap itu menjauh.
"Sebuah takdir yang digariskan tak kan bisa diubah, termasuk sakit yang kini kau rasa Nak, maafkan ayah karena tak bisa membuatmu tersenyum seperti dulu." lirihnya sendu.
Sementara di sebuah cafe, seorang gadis dengan sebuah kotak biru di tangannya merasa kecewa atas hari ini. Dia memilih pergi meninggalkan kotak itu.
Bersambung 🌈🌈🌈
Rennyndari
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow In My Heart (Revisi)
Fantasy⚠Sudah direvisi. Ini tentang cinta, persahabatan, dan takdir. Arazile dengan kehidupan yang semula menyakitkan mulai menemukan jati diri dan kebahagiaannya. Namun, ia harus siap menerima kenyataan yang belum ia ketahui. Tentang takdir yang digariska...