Prolog

80 21 0
                                    

Ketika darah mengotori telapak tanganku dan kepala Beomgyu yang lemah bersandar padaku, saat itulah aku tidak memikirkan apapun selain balas menikam Papa dengan pecahan botol soju. Tanganku yang gemetaran terus menelepon ambulans, mengatakan pada Beomgyu untuk bertahan sementara tubuhku mulai melemas.

Semakin benci dengan dunia yang tidak berpihak denganku, aku berteriak dengan keras. Berharap mereka tahu, bahwa hambanya ini benar-benar lelah.

Yang terakhir kudengar adalah balasan panggilan yang mengatakan, ambulans sebentar lagi sampai. Tolong tetap tenang. Dan setelahnya aku tak mengingat apapun.

Begitu terbangun, aku berbaring di sebuah taman yang luas dengan hamparan bunga berwarna-warni. Langit terbentang berwarna lazuardi terlihat sangat cantik pun diiringi kicauan burung yang bernyanyi. Saat kulihat kedua tanganku, anehnya tidak ada lagi bekas darah. Sejenak aku terdiam menikmati semilir angin yang menyapa lembut, aku berpikir apakah aku telah mati dan inikah jalan menuju surga?

Aku tidak mengingat apapun selain berteriak-berteriak marah memanggil ambulans, kemudian aku ...

"Ivory!"

Seorang wanita bergaun oranye berpadu putih mewah itu menghampiriku sedikit tergesa-gesa. Wajahnya tidak familiar, pun penampilan yang ia gunakan. Rambutnya berwarna hitam pekat bergelombang indah, matanya berwarna merah safir, berkilau saat tersorot sinar matahari. Ia langsung memelukku dengan erat, sampai kelopak bunga berterbangan karena hempasan kain gaunnya.

"Ibu sangat khawatir. Bagaimana bisa kamu melarikan diri seperti itu, Ayah sampai menangis karena merasa bersalah."

Sejurus kemudian tubuhku membeku. Tunggu, Ivory?

Wanita itu menatapku dengan tatapan khawatir. Entah apa yang kupikirkan, bibirku meloloskan sebuah pertanyaan kecil, "bisakah Ibu ... memelukku sekali lagi?"

Wanita yang kupanggil Ibu itu terlihat sedikit terkejut, ia kemudian tersenyum mengelus pipi dan memelukku. Kali ini lebih pelan dan lembut, mataku sampai terpejam, membiarkan air mata menetes begitu saja. Sejujurnya aku sangat takut dan panik, tapi entah mengapa aku merasa lega saat wanita ini memelukku. Ketakutan itu hilang, dan hatiku menghangat.

Aku sempat melupakan keberadaanku sekarang. Mengingat wanita ini memanggilku 'Ivory', bulu kudukku langsung meremang.

Ivory Selencia Herschell.

Apa aku menjadi pemeran utama dalam cerita yang kutulis sendiri?

Sial. Ini pasti cuma mimpi.

***

Kalau saja aku tidak datang menemui Shoura malam itu,apa yang akan terjadi padanya?

Kepalaku pusing karena cahaya matahari yang menyengat, aku meminta mama menutup jendela. Anehnya, mama tidak marah. Beliau bahkan menutup jendela dengan tenang. Tidak ada omelan dan suara toto yang membangunkanku. Biasanya ia hinggap di atas komputer sambil berkicau tidak jelas. Aneh. Bahkan setelah jendela ditutup pun kepalaku masih pusing. Apa ini efek karena pukulan paman Shin?

"Mama, hari ini aku izin tidak sekolah." Seraya menarik selimutku, kupandang sekilas kamarku. Rasanya banyak yang berbeda. Asing sekali.

Sebentar.

AKU DI KAMAR SIAPA?!

"Tuan, apa masih terasa pusing?"

T-tuan?

Spontan aku melompat dari kasur, terbirit-birit mencari kaca. Sosok yang berdiri disana adalah aku. Wajahku, Choi Beomgyu dengan penampilan baju tidur era victoria yang kugambar atas permintaan Shoura.

"Beritahu Yang Mulia, tuan Reagan sudah bangun."

Dengan perasaan campur aduk dan tangan bergetar, aku mengusap-usap kaca layaknya orang bodoh. Ini benar aku saat berumur 16 tahun, tapi mengapa aku berada disini? Tempat apa ini? Dan nama Reagan, seingatku adalah nama pemeran utama dalam cerita yang Shoura tulis.

Kalau begitu apa aku ... Reagan Orshten Schwartz?

Aku pasti sudah sinting. Pasti ini karena pukulan paman Shin.

Apa gegar otak bisa membuat orang jadi gila?



Apa gegar otak bisa membuat orang jadi gila?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Miraculous WriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang