"KAU GAY?" Ucap Jane yang begitu terkejut saat menyadari bahwa pria yang kini di hadapannya sepertinya menyukai Gun. Off tak menjawab namun senyuman yang kini ada diwajahnya tentu menandakan bahwa yang dikatakan oleh Jane adalah benar.
"Wow... aku tak bisa bicara apa-apa."
"Tapi Gun selalu bilang kalau dia menyukaimu."
"Tidak usah dipikirkan! Itu tidak benar. Aku yakin itu. Dia mungkin hanya merasa membutuhkanku. Itu saja."
"Apa maksudmu?"
"Jadi dulu saat kami masih kecil, P'Gun selalu terkenal sebagai anak yang sempurna dan bisa melakukan banyak hal. Guru-guru selalu memujinya. Ia bahkan selalu diidolakan oleh orang tua murid yang lainnya. Akhirnya, teman-teman kami menjauhinya karena merasa tak nyaman dengan P'Gun yang selalu superior. Dan saat itu, aku satu-satunya orang yang mau berteman dengannya. Itupun karena orang tua kami bersahabat. Itu saja."
"Kalian dekat sejak kecil maka dari itu kalian dijodohkan?" Tanya Off.
"Tidak juga. Aku sempat pindah ke Australia karena orangtuaku menjalankan bisnis disana saat aku masih di sekolah dasar. Tapi begitu aku kuliah, kami pindah lagi ke Bangkok. Saat itulah aku bertemu dengan P'Gun lagi. Tapi setelah lama tidak bertemu, hubungan kami jadi canggung. Lagipula saat aku kuliah aku bertemu dengan seseorang yang sampai sekarang masih menjadi pacarku. Namanya Jay. Astaga dia sangat tampan. Aku jadi merindukannya. Tapi entah kenapa ayah malah menjodohkanku dengan P'Gun, dan P'Gun malah setuju."
"Ohhh jadi begitu."
"Kau mau ku bantu agar bisa lebih dekat dengan P'Gun? Yah itu akan menguntungkanku juga. Jadi perjodohanku dengan P'Gun bisa batal."
"Tidak perlu. Aku akan mendekatinya dengan caraku sendiri." Ucap Off mantap.
Siang itu, setelah mereka selesai berkeliling Teatro Antico, mereka makan siang di restoran yang ada di Corso Umberto, yaitu sebuah jalan utama yang dekat dengan Teatro Antico. Di Corso Umberto, banyak restoran dan toko-toko yang menyajikan berbagai macam hal. Mulai dari makanan, oleh-oleh, barang antik, toko pakaian hingga parfum.
Setelah makan siang, seluruh peserta rombongan itu dipersilahkan untuk jalan-jalan di sepanjang Corso Umberto. Mereka diberi waktu kira-kira 2-3 jam setidaknya agar para peserta rombongan itu bisa bebas berbelanja.
"P'Tay. Ayo jalan-jalan denganku. Kau kan pasti mengenal tempat ini dengan baik. Tunjukkan padaku toko baju yang bagus." Ucap Jane yang kini menggandeng lengan Tay dan membawanya menjauh dari Off dan Gun.
"Kalau begitu, kau jalan-jalan denganku saja." Ucap Off pada Gun. Gun mengangguk dan tersenyum menanggapi ajakan Off.
Mereka berjalan menyusuri setiap sudut Corso Umberto. Gun berjalan sambil beberapa kali memotret pemandangan jalanan itu lewat kameranya. Sedangkan Off, ia tak hentinya menatap Gun sampai secara tak sadar ia menahan nafasnya. Entah kenapa dia selalu saja bertingkah aneh saat berdekatan dengan Gun.
Di sebuah sudut di Corso Umberto, ada sebuah toko yang menjual barang-barang antik khas Eropa. Gun dan Off memutuskan untuk masuk ke toko itu karena Off bilang ia ingin membeli sesuatu.
"Kau mau membeli apa?" Tanya Gun.
"Entah, apa saja yang menarik." Jawab Off yang kini melihat-lihat di toko itu.
"Souvenir untuk seseorang?"
"Ya begitulah."
"Bagaimana kalau yang ini?"
Gun kini menunjuk sebuah kotak musik berbentuk seperti mangkuk yang terbuka dan di dalamnya ada miniatur seorang malaikat. Dengan paduan warna emas, pink dan biru muda yang sangat indah.
"Apa menurutmu ini bagus?" Off mengambil kotak musik itu lalu membukanya. Ia memutar kuncinya beberapa kali putaran. Lalu terdengarlah sebuah musik yang mengalun lembut dan menenangkan bagi siapapun yang mendengarnya.
"Salut d'Amour." Ucap Gun.
"Kau tau lagu ini?" Tanya Off.
"Aku sering mendengarnya saat aku masih kecil. Mengingatkanku pada ibuku. Walau aku tak pernah bertemu dengannya sekalipun."
"Tak pernah bertemu?"
"Ya, ibuku meninggal saat melahirkanku. Itulah kenapa aku menjadi anak tunggal hingga sekarang. Ayahku tak pernah menikah lagi. Jadi hanya aku yang bisa ia andalkan. Kata ayah, Salut d'Amour adalah lagu yang membuat ayah bisa selalu mengingat ibu. Karena saat mereka menikah, lagu itu mengiringi perjalanan mereka menuju altar. Lagu itu juga selalu menemaniku tidur saat aku masih kecil. Aku sangat menyukainya."
"Ah, aku minta maaf." Ucap Off.
"Tidak apa-apa. Jadi kau mau beli yang mana?"
"Yang ini saja. Kau bilang kau menyukainya."
"Eh, tapi kan kau yang mau beli."
"Aku membelinya untukmu."
"Untukku?"
"Iya. Agar kau selalu mengingatku juga. Hehe." Off nyengir dan memperlihatkan giginya. Membuat Gun ikut tersenyum melihatnya.
Pada akhirnya, mereka membeli kotak musik itu. Kotak musik dengan sebuah miniatur malaikat yang memperdengarkan lagu Salut d' Amour yang menyimpan banyak kenangan bagi Gun.
Kini mereka duduk di teras sebuah Cafe di Corso Umberto. Sambil menikmati kopi hangat, Gun beberapa kali memutar kunci kotak musiknya. Alunan lembut terus memenuhi telinga Off dan Gun di sore yang tenang itu. Gun sangat menyukai kotak musik itu. Jika Off tidak membelikan kotak musik itu untuknya, mungkin dia akan membelinya sendiri.
Off yang melihat Gun nampak bahagia dengan kotak musiknya ikut senang. Setidaknya ia berhasil memberikan hadiah yang tepat untuk orang spesial yang kini ada di hadapannya.
"Besok kita kemana Off?"
"Besok pagi kita berangkat ke Roma, dari Bandara Leonardo Da Vinci kita langsung ke Colosseum kemudian ke menara Pisa. Malamnya kita terbang ke Gibraltar. Kita istirahat sehari di Gibraltar sambil menikmati pemandangan Rock of Gibraltar. Seharian penuh disana untuk beristirahat sebelum berangkat ke Spanyol. Kemudian kita ke Coruña, Spanyol. Beristirahat lagi di sana. Lalu berkunjung ke Maria Pita. Setelah itu kita ke ujung dunia, lalu pulang."
"Tunggu, ujung dunia?"
"Iya, Torre de Hércules. Menara Hercules. Kata orang, menara itu adalah ujung dunia. Dia menara tertua di dunia yang sampai saat ini masih beroperasi. Mitosnya kalau kita berpisah disana, kita akan bertemu lagi."
"Kau percaya pada mitos?" Tanya Gun.
"Tidak, hanya saja bukankah itu menyenangkan? Jika kita telah berpisah dengan seseorang yang kita sayangi lalu suatu saat dipertemukan kembali."
"Sayangnya dunia tidak sesimpel itu, Off. Pada kenyataannya, kita tak akan bertemu lagi dengan seseorang yang sudah meninggal kan?"
"Yah, itu beda kasus. Tapi kuharap, saat kita berpisah setelah tour ini selesai, kita bisa bertemu lagi. Entah kapan dan dimana, yang jelas aku ingin bertemu lagi denganmu."
"Kau tidak pulang ke Thailand?"
"Tidak ada lagi yang bisa kukunjungi di Thailand. Maka dari itu aku memilih menetap di Spanyol bersama Tay. Kami sama-sama seorang diri. Tanpa memiliki anggota keluarga yang tersisa sama sekali."
"Ah, maafkan aku ya."
"Tidak apa-apa. Santai saja." Off tersenyum. Kemudian dibalas dengan senyuman juga oleh Gun.
"Kau keren." Ucap Gun tiba-tiba. Gun tidak sadar bahwa kata sesimpel itu mampu membuat jantung Off kembali berdetak sangat kencang. "Terimakasih, Off. Berkat kau perjalanan ini jadi tidak terasa membosankan."
"Benarkah? Sebenarnya, kau juga membuat pekerjaanku jadi terasa menyenangkan."
"Off, boleh aku minta pendapatmu?"
• Journey to The End of The World •
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey to The End of The World [OFFGUN]
Fanfiction[COMPLETED] "Aku akan menunggumu di ujung dunia." "Aku tidak akan datang." "Aku tidak peduli." Jika takdir telah menentukan bahwa kau milikku, aku yakin kita bisa berjumpa lagi. Bahkan jika itu di ujung dunia sekalipun. Casts: Off Jumpol Gun Atthaph...