bagian dua

526 24 3
                                    

ini bukan kali pertama aku terjebak dalam situasi seperti ini. sudah terlampau sering. dan sudah terlampau sering juga aku berjanji untuk tidak mudah terbawa perasaan.

tapi ternyata janji hanyalah janji. mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan.

sejak awal aku berhubungan dengan riskal, aku sudah mewanti-wanti diriku kalau suatu saat ini semua pasti akan terjadi. dia, kalau sudah bosan pasti akan menghilang bagai ditelan bumi. seperti yang sudah-sudah.

semalam aku bercerita pada kakakku tentang riskal. dan seperti biasa, respon yang dia berikan selalu sama. “kalo dia nggak hubungin lo, ya giliran lo duluan lah yang ngehubungin.” katanya.

aku menghela nafas. mau sampai kapanpun, kakakku tidak akan mengerti apa yang rasakan. sangat sulit untukku menghubungi orang yang aku suka lebih dulu. pikiranku sudah berseliweran macam-macam.

“kalo dia nggak mau diganggu sama gue gimana? kalo dia sibuk? kalo responnya cuek gimana? gue harus bahas apa coba? kalo gue video call duluan, nanti kalo dia tanya kenapa, gue harus jawab apa?” balasku panjang. sama sekali tidak memberi jeda untuk kakakku menyela.

“ya bilang aja gue gabut, bosen, atau apaan kek terserah lo.”

“trus abis itu?”

kakakku memutar bola mata malas, “ya lo biasanya ngapain abis itu? ngobrol ngalor ngidulkan? tau-tau udah tengah malem, ya kan?”

aku berdecak, “tapi nggak segampang itu kak, susah,” rengekku.

kakakku terlihat frustasi. “gampang dis, lo nya aja yang bikin susah.”

aku menjadi semakin uring-uringan. mau aku jelaskan sampai berbusa pun, kakakku tidak akan pernah paham.

“apa sih yang lo takutin? responnya? takut garing nggak ada obrolan? takut ganggu dia lagi sibuk?”

“IYA!” pekikku. “kalo responnya nggak sesuai harapan, kan nggak enak.”

“lah elo siapa suruh udah ngarep duluan dapet respon kayak apa, jelas aja nggak enak. lo gimana sih?”

aku cemberut, “ih, bukan!”

“trus?” tanya kakakku sambil menaikan sebelah alisnya.

“gue takut respon dia cuek, padahal gue udah sok asik gitu. kan kicep guenya. jadi nggak asik.”

“yaudahlah, kalo responnya cuek, nggak asik gitu, ngapain masih ngarep chatan? berarti dia udah bosen sama lo. ya lo juga cari temen lainlah buat diajak chatan. ribet banget gitu doang.” katanya tanpa beban, lalu melenggang pergi keluar kamar.

itulah yang membedakan antara aku dan kakakku.

kakakku tipikal perempuan yang lebih menggunakan logikanya. dia tidak mudah terbawa perasaan. hatinya sulit ditaklukan.

sedangkan aku, tipikal perempuan yang mudah terbawa perasaan, sering menaruh harapan tinggi pada seseorang, dan juga mempunyai gengsi yang setinggi langit.

aku menghela nafas panjang. membanting tubuhku ke atas kasur. seandainya aku seperti kakakku, pasti akan jauh lebih mudah.

•°•

love,
vanillopa


ghostingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang