bagian empat

324 20 1
                                    

aku terus memandangi room chat antara aku dan riskal.

cowok itu sedang online sekarang, dan tidak seperti biasa, riskal tidak bertanya apapun soal pesan yang aku hapus tadi.

biasanya, dia akan bertanya, “kenapa, dis? kok dihapus?” atau, “kebiasaan, dihapus terus. bikin orang penasaran aja.”

aku mengerang. dan membalikkan badanku menjadi terlentang. pikiranku berkeliaran jauh memutar kembali percakapan terakhir sebelum akhirnya riskal berhenti menghubungiku.

“apa gue ada salah ngomong, ya?” aku berdesis frustasi, “perasaan nggak deh. pas sebelum nutup telepon dia masih ketawa-ketawa.”

aku berdecak dan menyambar gulingku. kembali membuka whatsapp dan ternyata menemukan status riskal yang dia unggah dua menit lalu.

senyum tipis terbit di wajahku. akhirnya aku mempunyai topik untuk memulai percakapan dengannya.

me:
lagi di mana lu?

pesanku tidak langsung dibalas, padahal statusnya sedang online. aku masih setia menunggu di room chat, dan senyum tipisku luntur.

riskal menutup aplikasi whatsapp tanpa membalas pesanku.

mungkin ini sudah saatnya aku berhenti berharap kita akan berkomunikasi intens seperti dulu lagi. riskal mungkin sudah bosan dan menemukan teman chat yang lebih asik dari pada aku.

mungkin kakakku benar soal riskal yang sedang bosan dan butuh teman ngobrol. dari awal, riskal tidak bermaksud mendekatiku.
mungkin selama ini aku yang terlalu ke-pede-an.

aku baru berniat ingin beranjak dari kasur ketika tiba-tiba saja ponselku berdenting. satu notifikasi dari riskal.

riskal:
mall.

aku tidak bisa menahan senyum. entah mengapa bukannya membalas, aku justru betulan beranjak dari kasur dan mengabaikan pesan dari riskal.

aku tidak mau terlalu cepat membalasnya.

setelah aku pikir sudah berlalu beberapa menit, aku cepat-cepat merampas ponselku dan mengetikkan balasan.

me:
lah tumben ke mall. ngapain?

entah sudah berapa kali aku bolak-balik mengecek ponsel dan beberapa kali juga mendapati status riskal sedang online namun dia tidak membalas apapun.

dan ketika hampir tiga jam berlalu, yang aku dapatkan hanya balasan singkat.

riskal:
gak ngapa-ngapain.

aku tidak membalas apapun setelahnya. moodku sudah terlanjur buruk sejak mendapati dirinya online namun tidak membalas pesanku.
dan semakin memburuk ketika mendapati responnya yang seperti itu.

riskal mungkin sudah tidak mau diganggu olehku lagi. dia mungkin sudah bosan denganku. jadi, mungkin sudah saatnya aku berhenti berharap dia akan menghubungiku seperti biasa.

sudah cukup.

mulai detik ini aku harus berhenti mengcek ponsel berkali-kali. aku harus berhenti cari-cari perhatian dengan membuat status dan berharap riskal akan me-reply seperti biasa.
karena satu yang harus aku ingat.
dia tidak akan pernah melakukan itu lagi.

ghostingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang