bagian tiga

408 20 0
                                    

aku menguap lebar. malas-malasan membantu ibu mencetak adonan donat.

kedua mataku terasa berat. ingin sekali rasanya berlari ke kamar dan kembali tidur. karena sungguh, semalam aku baru tidur selama tiga jam.

ini semua memang salahku.

semalam aku terjaga sampai lewat tengah malam. mati-matian menahan kantuk hanya menunggu riskal menelponku seperti biasa.

tidak sampai disitu letak kebodohanku. aku bahkan bolak-balik buka twitter, pinterest, hanya untuk mencari bahan yang sekiranya bisa aku jadikan status dan kemungkinan besar akan dia reply.

tiga kali aku membuat status. tiga kali riskal melihatnya. dan nihil. dia sama sekali tidak me-reply apapun.

itu jelas membuatku uring-uringan. sesak tiba-tiba saja menghampiriku.
sempat terlintas ingin mencoba saran dari kakakku, tapi gengsiku tetap menang. pada akhirnya aku hanya membaca history chat antara aku dan riskal. terjaga sampai pukul dua pagi.

"lo nggak tidur ya semalem?" kakakku tiba-tiba bertanya. sesaat setelah aku selesai mencetak adonan terakhir.

aku menggeleng, "tidur."

"bohong!" balas kakakku yakin, "itu mata lo merah gitu."

"tidur, tapi cuma tiga jam." balasku cepat. lalu segera beranjak untuk mencuci tangan dan bersiap untuk tidur.

"lah, tumben. ngapain lo? biasanya jam delapan juga udah ngorok."
aku tidak menghiraukan kakakku.

aku terus berjalan lurus menuju kamarku. dan ternyata, entah apa tujuannya, kakakku mengikutiku ke kamar. ikut berbaring di kasur.
aku tidak mempedulikannya. aku menarik selimut dan mengambil ponselku.

seperti biasa, secara otomatis aku membuka whatsapp. dan tidak menemukan apapun selalin history chat antara aku dan riskal yang sedang membahas tentang kelincinya.

aku membelakangi kakakku yang juga sedang sibuk dengan ponselnya. aku iseng mengetik semua yang aku rasakan dan pikirkan tanpa ada niat untuk mengirimnya.

me:
EH SIALAN, LO KEMANA SI?! lo udah bosen sama gue? kalo bosen bilang dong, jangan tiba-tiba ngilang. sialan banget lo jadi orang, udah gue baper, pas udah baper malah ngilang. das-

dan terkirim.

sumpah demi apapun bukan aku yang memencet tombol kirim. tapi kakakku yang sekarang tertawa kencang.

aku panik, benar-benar panik. dengan tangan gemetar aku mengahapus pesan yang barusan terkirim.

"AH GOBLOK LO AH ELAH!" teriakku sambil melempar bantal ke muka kakakku.

"yang goblok tuh elo ya anjir." dia masih tertawa keras, "cuma gara-gara chatan doang baper."

aku berdecak sebal, mendorong bokong kakakku dengan kaki, "udah sana lo pergi, ah. rusuh banget, sih!"

kakakku masih saja tertawa. "eh nih ya, gue bilangin sebagai orang yang udah pernah ngalamin apa yang lo lagi rasain sekarang."

aku pura-pura tidak peduli, walau diam-diam aku sedang memasang kuping.

"jangan pernah, sekalipun jangan pernah, lo naro perasaan dan harapan lebih sama orang kalo cuma modal chatan, teleponan, atau video call-an doang." kata kakakku sok bijak.

"lo harus inget baik-baik ya dis, lo chatan tiap hari, teleponan atau video call-an tiap hari, belom tentu artinya dia naksir sama lo, belom tentu itu artinya dia lagi deketin lo. bisa aja lagi gabut, butuh temen ngobrol doang.
"naksir tuh boleh-boleh aja, sih. tapi kontrol lah dikit pake logika. jangan gampang berharap. kadang, yang lebih sering nyakitin lo itu ya harapan lo sendiri. jadi, kuncinya kalo mau terbebas dari rasa sakit atau kecewa atau apapun lah itu namanya, jangan berharap. dah itu, titik."

dan ocehan panjang kakakku itu terus bertahan di kepalaku sampai-sampai aku tidak jadi melanjutkan tidurku.

ghostingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang