17. Kata simbah

1.8K 260 9
                                    

Ucapan tanpa bismillah Haechan tadi bikin Jesslyn over thinking. Dari tadi gak ada yang memulai kata sampe dua orang itu ada di atas motor beat Haechan yang melaju di jalanan kota yang padat.

Jesslyn gak salah pikir lagi, Haechan udah ngasih tanda-tanda yang jelas kalo suka sama dia, walaupun itu bener atau gak tapi Jesslyn lebih baik diem, pura-pura gak tau, takutnya Haechan cuma iseng-iseng aja.

Menurut Jesslyn, Haechan itu baik, asik juga, ngebuat Jesslyn ngerasa nyaman kalo bareng anak itu. Walaupun tengilnya gak nanggung-nanggung, tapi itu ciri khasnya Haechan yang ngebuat dirinya unik.
Kalo boleh jujur, Jesslyn sedikit tertarik sama laki-laki berkulit tan itu.

Motor Haechan mengarah ke daerah yang asing di mata Jesslyn. Dari tadi mikirin si supir jadi gak sadar kalo jalan yang dilewati bukan jalan ke arah tempat tinggal Jesslyn.

Jesslyn pengen tanya ke Haechan, tapi urung karena rasanya masih agak awkward. Ya udah lah, lagian Haechan juga gak mungkin mau macem-macem sama dia—berusaha buat gak suudzon, meskipun banyak kemungkinan-kemungkinan di pikirannya.

Setelah melewati perkampungan yang lumayan padat, motor warna dominan hitam itu berhenti di pekarangan luas dengan pohon-pohon rimbun di beberapa titik.

Haechan ngelepas helmnya kemudian ngerapihin rambutnya yang sedikit berantakan.

"Chan, tolongin."

Haechan terkekeh pelan ngelihat Jesslyn yang kesusahan buka pengait helm. Helm uminya ini emang agak susah buat dilepas.

"Udah," ucap Haechan setelah ngelepas pengait helm itu.

Mata Jesslyn meneliti ke sekitar, seketika dia penasaran sama rumah dengan arsitektur yang betawi banget. "Ini rumah siapa?" tanyanya.

"Rumahnya tukang pijit." Jawaban Haechan langsung dihadiahi tatapan kebingungan Jesslyn.

"Ayo," ajaknya sambil ngebantu Jesslyn jalan.

Sesampainya di teras rumah, Haechan ngetuk pintu kayu itu tiga kali. "Assalamualaikum."

Gak lama pintu itu kebuka, menampakkan seorang nenek, pake baju tradisional khas jawa.

"Eh Mas Haechan."

Haechan otomatis senyum denger sambutan dari si nenek.

"Masuk dulu mas."

Jesslyn natap ruang tamu itu kagum. Rasanya kayak dia lagi di museum, banyak barang-barang antik yang berhubungan sama budaya betawi, dari keris, golok, sampe wayang dipajang di ruangan itu. Tapi yang ngebuat Jesslyn heran, kenapa nenek di depannya ini pake pakaian jawa, sedangkan interior sama pajangan di rumahnya betawi banget?

"Umi sehat kan?" tanya si nenek basa basi, ya biasanya Haechan kesini mau jemput si nenek ke rumah buat mijitin uminya.

Haechan ngangguk, "Sehat mbah."

Si nenek natap Jesslyn penasaran, "Ini siapa?"

Jesslyn langsung senyum canggung, "Temennya Haechan mbah."

"Kirain pacarnya Mas Haechan."

Haechan spontan ketawa, "Aamiin."

Jesslyn cuma diem aja sambil nahan senyum, walaupun rasanya pengen nabok Haechan sekenceng-kencengnya.

"Mbah, kalo sekarang pijit bisa kan?"

"Bisa, Mas Haechan mau pijit?"

Haechan gelengin kepala, "Temen saya ini mbah yang mau pijit, kakinya keseleo."

Si nenek ngangguk, "Tak ambil minyak sebentar."

Selanjutnya nenek itu pergi dan ninggalin hening diantara mereka.

What Happened With The Jungs Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang