41. Olimpiade Surabaya

909 107 9
                                    

"Sebelum berangkat, kita berdoa terlebih dahulu supaya dikasih kemudahan dan bisa dapet kabar baik."

Sesuai instruksi dari Bu Suzy, Jeno, Sasa, dan peserta lainnya memanjatkan doa. Ujung dari perjuangan mereka selama ini udah di depan mata.

Mereka berangkat dari Jakarta ke Surabaya menggunakan pesawat. Ini kali kedua Sasa naik pesawat, pertama kalinya waktu umur tiga tahun. Daritadi anak itu gugup megangin jaket rajutnya. Pikirannya udah kemana-mana, mikirin kemungkinan-kemungkinkan buruk yang terjadi kayak di film-film.

"Kalo pesawatnya kepeleset awan gimana?"

"Kalo nabrak gunung?!! Meledak gak ya?"

"Eh! Kalo nanti masuk portal waktu terus gue ilang lima tahun kayak di series Manifest, terus Cimot gak ada yang ngasih makan, terus papa mama nangis di rumah karena ngira gue mati—"

"Sa, lo kenapa?"
Suara Jeno berhasil menginterupsi isi pikiran Sasa. Laki-laki itu gak sengaja ngelihat Sasa gugup dan akhirnya tanya ke perempuan itu. Wajahnya pucat ditambah rautnya yang tegang jelas bikin Jeno penasaran.

"Gue... takut," ujar Sasa lirih.

"Lo takut naik pesawat?" tanya Jeno keheranan.

Sebagai jawaban, perempuan itu ngangguk. Okay, ini emang agak memalukan, tapi prinsip Sasa lebih baik malu daripada tersiksa fisik dan batinnya.

Pesawat udah mau take off. Sasa tambah gugup, kali ini bukan cuma wajahnya aja yang pucat, keringat dingin pun ikut melengkapi ketegangan Sasa.

Diem-diem kedua sudut bibir Jeno membentuk senyuman. "Tarik napas, Sa," celetuk laki-laki itu nyoba buat nenangin Sasa.

Sasa nurutin perkataan Jeno, dia tarik napasnya dan buang, berkali-kali. Tapi gugup itu masih aja singgah di dirinya.

Perlahan pesawat yang mereka tumpangi jalan menuju take off. Sasa refleks genggam lengan kanan Jeno kenceng, matanya langsung terpejam erat.

Senyuman tipis di wajah Jeno kembali terukir. Pandangannya kini gak lepas dari Sasa yang merem sambil komat-kamit baca doa apapun yang dia hafal.

"Kenapa dia jadi lucu gini?" Dalem benaknya lali-laki itu bicara, sambil pandangannya gak lepas dari wajah perempuan di sampingnya itu.

***

Saat ini mereka udah menginjaki kota yang disebut kota pahlawan. Dan Sasa masih dengan muka pucatnya.

"Loh, Sasa, kamu kenapa?" Bu Suzy langsung panik waktu ngelihat Sasa.

"Dia takut naik pesawat, Bu." Yang ditanya Sasa yang jawab Jeno. Soalnya Sasa juga cuma diem aja males jawab. Dia cuma senyum sambil haha hehe.

Bu Suzy cuma geleng-geleng kepala heran.

Matahari udah tepat di atas kepala. Setelah dari bandara, rombongan itu mutusin buat makan siang sebelum ke hotel tempat mereka nginep.

Peserta lainnya semangat banget, mereka girang ngelihat ke luar jendela buat nyari chindo. Padahal di Jakarta sendiri chindo gak kalah banyak. Tapi kata mereka chindo Surabaya lebih autentik.

Sasa harusnya juga semangat karena ada sangkut pautnya sama pencarian cogan di kota pahlawan, tapi badannya gak enak banget gara-gara dia gugup di pesawat tadi, keringat dingin juga jadi pelengkap penderitaan Sasa, karena itu dia gak makan waktu di resto.

Mereka sampai di hotel menjelang sore, sekitar jam tiga. Semuanya berhamburan ke kamar masing-masing pengen cepet-cepet rebahan.

"Sasa, kamu tidur sendiri gak apa-apa kan? Atau mau tidur bertiga sama Ibu dan Bu Ayu?" Sambil ngasih kartu akses, Bu Suzy tanya ke anak didiknya itu. Karena murid perempuan yang ikut ganjil dan Sasa yang kebagian gak dapet temen sekamar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What Happened With The Jungs Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang