"Aduh pak, please deh ya... Ini di kampung pak, mana ada tenderloin atau steak. Adanya juga nasi pecel atau nasi urap, bagus kalau nemu daging ayam atau empal goreng." Aku memutar bola mata, susahnya lidah bule jadi-jadian macam big bos ini, kalau diajak pergi ke pelosok kampung.
"Kamu sih, ngapain jauh-jauh kesini, sudah tau saya ini bukan pemakan segala seperti kamu."
Dipikirnya aku ini omnivora kali ya, ah ini orang.
"Lah, saya kan emang lagi nyari bahan pak. Saya kan sudah bilang, bapak jangan ikut saya, saya berangkat hunting sama Pak Ferdi saja, seperti biasa."
Biasanya aku bakal duet sama Pak Ferdi buat nentuin mana biji kopi atau bahan racikan lain yang layak masuk pabrik. Perusahaan tempatku bekerja ini adalah penyedia kopi sachet yang selain untuk kebutuhan dalam negeri juga untuk diekspor ke luar.
"Saya penasaran gimana kamu nyari material. Kok seringnya kamu nggak pulang-pulang, bolos kerja." Katanya sarat tuduhan.
Ihhh, dia tidak tau ya, kadang aku harus belok ke tempat lain buat nyari bahan pendamping. Seperti susu, coklat, atau vanili. Tidak jarang harus lintas negara juga makanya aku selalu bawa paspor kemana-mana. Untung gajinya gede kalau enggak, mana mau aku bekerja lapangan yang bikin kulitku dekil dan item begini. Sebelas dua belas sama si pria patah hati di sebelah ku ini. Tapi dia item manis memang sih, sedap lah dipandang kaum hawa.
"Hadeh pak, saya itu perginya ke pelosok-pelosok. Kadang enggak nemu pesawat, kadang juga enggak nemu travel. Lagian tumben sih, bapak cerewet. Bapak ikut saya sebenarnya lagi menghibur diri ya pak?"
Secara besok itu harusnya si big bos melangsungkan janji suci.
"Sok tahu!" Cibirnya dengan sarkasme.
"Gosipnya sih, bapak enggak jadi kawin."
Spontan aku membungkam mulutku yang sukanya keceplosan ini. Merasa bukan ranahku membicarakan urusan pribadinya. Toh aku ini hanya sebatas karyawan alias kacung di perusahaan milik keluarganya.
Anehnya dia justru menarik senyum jail di bibirnya, matanya berkilat dengan senyum miring mematikan. "Saya udah sering kawin."
"Ihh!" Si bapak, aku menyipitkan mataku saat meralatnya.
"Maksudnya nikah."Astagah, kalau ngomong sama orang tua ya, butuh power ekstra untuk menjelaskan. Dia bilang sering kawin, diih kan aku jadinya pengen, eh becanda, aku ilfill. Apalah aku yang cuma anak kecil bau kencur, polos nan lugu, wkkk.
"Kamu mau tau aja, apa mau tau banget?" Tanyanya menaikturunkan alisnya. Jangan kira bosku ini seperti yang digambarkan di novel-novel itu. Dia adalah pria yang ramah. Walau tak kenal dekat sebelumnya, citra ini telah dikenal seluruh karyawan Caffea. Intinya bos juga manusia, yang punya sikap dan sifat tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan.
"Iyuh, enggak cocok sama usia pak, ngomong begitu. Emang enggak ada cewek lain lagi ya pak, musti kawin sama..." Aku terbelalak, keceplosan lagi.
"Ups, maaf pak. Heeee."
Aku celingukan ke segala arah dengan tawa yang ku buat-buat. Tak lupa memejamkan mata dan menggigit bibir. Masih kurang, ku maki diri sendiri, karena lagi-lagi keceplosan. Duh tidak enak sekali dapat jatah jadi baby sitter pria dewasa yang lagi patah hati ini, semuanya musti hati-hati.
"Dia itu... Memang tidak sempurna seperti bidadari apalagi malaikat, tapi..."
Pria yang usianya sudah matang ini terlihat menerawang ke kejauhan. Aku diam menunggunya melanjutkan, tapi sejenak saja pria itu melepaskan perasaannya, karena selanjutnya pria itu kembali melangkah yang jadi mendahuluiku, ada keterkejutan dalam ekspresinya karena tiba-tiba membahas privasinya.
Aku terkikik dalam hati, dia lupa kali ya, aku ini cuma jongos bagian penyedia barang untuk tim produksi di pabriknya, bukan dokter cinta tempat konsultasi dan menampung keluh kesah.
"Ayo, mungkin pemilik kebun sudah menunggu kita." Katanya, wajahnya yang sempat redup kembali dihiasi senyum tipis yang menurutku tidak terpaksa, tapi lebih ke penerimaan yang kenapa aku menyebutnya itu terasa hampa ya. Duh aku kasihan padanya, sudah dikhianati dan ditinggal kawin, sama adik kandung pula. Ngenes banget sih. Ah, sudahlah bukan urusanku juga, netizen sepertiku bolehnya cuma ngegibah doank.
Gosipnya yang ramai di grup kantor sih, si bapak udah pacaran lama. Setia menanti sekian tahun hanya untuk mendapati kenyataan si cewek yang lagi kerja di luar ternyata hamidun sama si Hamidin, auuwghh. Aku mengolok dalam hati, ngenes amat nasibnya.
Namanya Kenneth, entah dimana bulenya, kok namanya kayak penduduk benua Colombus. Tampangnya biasa aja, mantanku ada yang lebih ganteng kemana-mana dari dia, anehnya semua karyawati di kantor suka memekik tertahan dengan gaya lebay kalo pak Kenneth lagi semyum. Usianya mungkin tiga puluhan, aku belum lihat KTP-nya sih, buat pastiin berapa tepatnya umur dia. Yang jelas wajahnya itu lebih mirip keturunan India dari pada keturunan Meksiko. Entar deh aku cari tahu kalau kalian penasaran berapa usia pak Kenneth, tapi aku sih tidak.
Dari foto yang beredar, di grup kantor juga, Pak Ken, begitu dia disapa, suka nge-gym. Sampai peluh yang tertangkap kamera bikin karyawati gatel-gatel sampai kejang ingin mengelapnya manja. Hoo, heran sama mereka, tidak jijik apa ya? Aku menggeleng mengusir pikiranku.
"Cepet Kala, keburu hujan."
Tegur pria itu padaku, aku yang berjalan sambil melamun ternyata telah berjarak lebih sepuluh meter dengannya yang telah mendahului. Untung dia tidak bisa baca pikiran macam cerita novel, Swara Amaya istrinya Jonathan Wirautama. Kalau tidak, bisa berabe kan?
Namaku Kalish, artinya murni dalam bahasa Arab. Lengkapnya Siti Kalisha Ramadhani. Emak bilang, aku lahir di bulan Ramadan. Dulu ketika SD aku dipanggil Siti. Tapi aku protes sama emak abah. Masak Siti sih, berasa jadi deretan istri nabi, auk ah Mentang-mentang Abah masih berdarah arab. Beruntung nama terusan yang emak abah beri masih bagus dan enak di dengar. Ini Pak Ken malah manggil aku Kala, katanya lebih mudah dan praktis. Amnesia kalau namanya juga aneh, Kenneth Rodriguez Sunny. Lidahku tersiksa mengucapkannya, belibet amat ya?
Ya sudahlah, ayo semangat! Kebun kopi Pak Lasmo masih beberapa ratus meter lagi. Andai motor yang kami sewa tidak putus rantainya tadi. Pasti jalan setapak ini lebih cepat ditempuh. Kabar baiknya pak Lasmo sudah menyiapkan buah tangan untuk kita tadi pagi.
Tarrra.....!!! Sorak bahagia mengudara dari bibir ini ketika di hadapan ku berjajar beberapa tandan pisang. Nanti aku bagikan ke tim produksi di pabrik, mereka pasti ngoceh kayak burung beo.Soal pak Kenneth, dia cuma kedip-kedip mirip orang kelilipan, pas ngeliat segitu banyak pisang. Katanya yang membuatku ingin menjambak rambutku sendiri, itu buah apa, Kala? Whattt!!!! Dia alien planet mana sih?
Aku datang lagiiiiii.....
Bawa cerita baru yang ceria.
Pokoknya aku nulis aja ya, aku enggak mau sampai kena writer block lagi.
Kalian suka, ya baca aja. Enggak suka, cari bacaan lain deh zheyenk...Tenqyu and love you all 🥰😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Auk Ah, Pak!
FantasyKalisha, akrab disapa Kalish mendapat perintah dari atasannya untuk mengamankan putra sulung pemilik Caffea Prima, perusahaan tempatnya bekerja, untuk sementara menjauh dari Jakarta. Pasalnya si sulung habis kena tikung si adik kandung. Kenneth jus...