Can't Move On

7 1 0
                                    

Khalif Pov.

"Aku tidak bisa melanjutkannya. Maaf." Ucapnya waktu itu masih lekat diingatanku. Aku tak tau kenapa tapi dia memutuskan kontak begitu saja. Kata-kata itu kata terakhirnya sebelum ia hilang. Dia berganti nomor dan aku tak tahu alasanya kenapa.

Aku kehilangannya saat aku belum memilikinya. Kita memang belum berpacaran atau hal semacamnya. Kita memang dekat. Setiap hari pasti kita saling berbalas pesan di whatsapp. Pagi, siang, malam namanya selalu ada di pikiranku. Dia perempuan baik dan aku suka itu. dia selalu mengingatkanku untuk shalat dan aku melakukannya. Ya, aku bukanlah lelaki sholeh yang selalu beribadah. Aku kadang masih suka lalai akan hal itu. kalau dia tak mengingatkan akupun tak melakukannya. Aku tidak taat kepada perintah Tuhan tapi aku selalu menuruti perintahnya. Perempuan itu memang luar biasa pengaruhnya bagiku.

Aku tau dan mendengar bahwa ia sudah berubah. Aku mendapat informasi itu dari teman-temanku. Dan saat itu dia berubah pula. Centang yang dulu selalu biru dan disusul dengan tulisan mengetik kini hilang sudah. Tinggal centang biru saja atau centang dua abu-abu padahal statusnya online. Aku bingung kenapa dia begitu. Aku sudah mengirimnya pesan berkali-kali tapi tidak berbalas sekalipun. Apa salahku?

setelah itu aku mencari tahu tentangnya melalui sahabatnya. Untung saja aku tau nomornya. Tetapi sama saja, dia menjawab bahwa ia tidak tahu. Aku meminta nomor baru milik perempuan itu tetapi tidak dibalas olehnya. yah tak kupungkiri mereka memang sahabat sejati.

Butuh waktu lama untuk melupakannya. Mungkin aku memang tak mungkin bisa melupakannya. Aku menyibukkan diriku, melakukan apapun yang bisa membuatku lupa padanya. bahkan aku dekat dengan beberapa perempuan lagi, menjalin hubungan. Aku berharap dengan adanya perempuan lain aku bisa melupakannya. Tapi nyatanya tidak. Bayang-bayang dirinya masih lekat di benakku. Perempuan secantik apapun tak akan bisa mengalahkan pesonanya. Aku berhubungan dengan perempuan paling lama hanya bertahan sebulan dan tidak lebih. Rasanya tidak nyaman. Aku bisa tersenyum dan tertawa tapi itu semua palsu. aku hanya berharap senyum dan tawa itu bersamanya.

Aku teringat dia pernah mengatakan bahwa kalau jodoh pasti akan bertemu. Dan aku berharap itu akan menjadi nyata. aku ingin bertemu dengannya lagi dan berjodoh dengan dirinya. Ahh,, perempuan itu. sudah tiga tahun lamanya dan dia masih saja ada di otak dan hatiku.

Dan betapa beruntungnya aku. Entah mimpi apa aku semalam sampai aku dipertemukan dengannya lagi. Aku memang berjanjian dengan temanku di sebuah Kafe. Aku berangkat kesana dan melihat seseorang yang sangat kukenali. Lima tahun tak bertemu tak membuatku lupa akan senyum indahnya. Parasnya yang cantik kini semakin anggun ketika dibalut dengan hijabnya. Dia masih sama. Perempuan itu sekarang ada di depan mataku.

Aku memberanikan diri mendekatinya. Aku lihat dia sedang bersiap untuk pulang. Kakiku rasanya gemetar tak karuan. Tak usah tanya gimana hatiku sekarang. Otakku sudah berkecamuk tak beraturan. Aneh rasanya. Hati ini ternyata masih merasakan hal yang sama.

Kusapa dia, aku liat dia terkejut. Dia menunduk tanpa mau repot-repot memandangku. Entah dia malu atau memang sudah muak melihat wajahku lagi. Tapi aku beranikan diri lagi menanyakan kabarnya. Dan betapa bahagianya hati ini ketika dia menjawab dan membalas tatapanku. Dia tersenyum. Senyumnya tipis tapi sudah berhasil membuatku berbunga-bunga. Kulihat pipinya memerah. Tak lama dia pamit dan berjalan dengan terburu-buru..

***

"Bro, ngapain senyum-senyum sendiri?" ujar Jake alias Joko. dia orang jawa tulen dan orangtuanya memberi nama Joko. tetapi dia merasa malu dan akan marah jika teman-temannya memanggil nama aslinya. Semua orang harus memanggilnya Jake.

"aku abis ketemu bidadari. Cantik dan sekarang ia bertambah cantik." Ujarku masih menatap kedepan. Wajah cantiknya masih terpatri di benakku.

"beneran? Kok kamu gak kasih tau aku. Tau gitu kan aku embat." Ucapnya dengan wajah kecewa. Aku menggeram kesal. Walaupun dia sahabatku tapi kalau berani-berani menganggu perempuan yang aku cintai selama ini, akan habis dia.

"Gak boleh. Kamu cari yang lain. Perempuan manapun boleh tapi yang ini jangan." Ucapku tajam padanya. dia meringis, menampakkan wajah ketakutan, tapi aku tau dia hanya menggodakku.

"Weits..jangan bilang dia itu Nayra. Perempuan yang bikin kamu jadi gak asik gini?" tanya Jake dengan sembarangannya. Aku melotot kearahnya.

"Maaf Lif, maksud aku dia beneran Nayra?" tanyanya lagi meyakinkan. Aku mengangguk sebagai jawaban. Jake menggeleng tak percaya.

"gimana bisa? Wow, memang jodoh gak kemana." Ujar Jake membuat Khalif otomatis tersenyum. Ya, mungkinkah ini takdir dan mereka ditakdirkan untuk bersama. Khalif tak membayangkan betapa bahagianya ia jika berjodoh dengan Nayra.

"dia pasti semakin cantik dan anggun. Ah kenapa aku tadi tak melihatnya." Ucap Jake dengan nada kecewa.

"jangan berani-berani!" peringatku kepada Jake yang semakin keterlaluan. Dia malah cekikian melihatku terlihat kesal.

"kenapa Lif? Sebelum janur kuning melengkung semuanya masih bisa ditikung." Ucapnya lagi benar-benar membuatku murka. Aku sudah hendak melemparkan meja di depanku ini kepadanya. Tetapi mengingat dia masih punya banyak hutang padaku jadi kuurungkan niat itu.

Dia masih cengengesan sementara aku masih memasang muka garang. Aku melirik pada layar ponselku dan mencari nomor disana. aku harap nomornya masih aktif. Aku mencoba mengirim pesan tetapi hanya centang satu. Aish, kenapa keberuntungan tak berpihak kepadaku. Aku meletakkan ponselku lagi dengan sedikit kasar.

Tak lama bunyi notifikasi di ponselku tapi aku mengabaikannya. Mungkin itu hanya pesan dari perempuan-perempuan genit di luaran sana. Aku sudah muak dan tak mau lagi berurusan dengan mereka.

"Buka whatsappnya, nyesel kamu kalo ga buka." Ujar Jake padaku. Aku sedikit ragu karena dia itu rajanya usil.

Dengan malas aku mengambil ponselku dan membuka pesan darinya. Aku terkejut sekaligus senang melihat pesan dari Jake. Baru kali ini pesan darinya membawa kebahagiaan. Biasanya pesannya berisi kata-kata manis ketika mau meminjam uang. Tapi sekarang, dia membuat diriku tak salah memilih sahabat. Dia bisa berguna juga.

"kenapa bisa tau nomor Naisha?" tanyaku penasaran. Lelaki modelan Jake tidak mungkin bisa mendekati seorang perempuan sekelas Naisha yang juga cantik itu.

"gak usah kepo, udah cukup baik aku kasih kamu nomornya." Ucap Jake dengan nada songongnya. Akupun tersenyum puas sambil mengacungkan jempol kearahnya.

Aku menimbang-nimbang ponsel di tanganku. Apakah aku harus menghubungi sekarang dan meminta nomor Nayra? Tapi aku yakin tak bisa semudah itu. dan aku yakin seratus persen ia sedang bersama Nayra sekarang. Ia akan lebih mudah terprovokasi pastinya. Lebih baik aku tunggu nanti malam saja. Tak apa, ia akan bersabar sampai waktunya tiba.

"Kamu yakin Nayra bakal mau lagi sama kamu? Dia udah beda. Udah bukan Nayra yang dulu lagi." Ujar Jake yang memang benar adanya. Aku juga memikirkan hal tersebut.

"aku sih ngedukung aja Lif siapapun perempuan pilihan kamu, tapi ya Lif yang aku denger kalau orang-orang ngomong nih, jodoh tuh cerminan diri. Dan ketika aku lihat kamu dan Nayra tuh kayak bukan cerminan diri. Kalian beda." Ucap Jake berbelit-belit entah apa maksudnya.

"jadi maksud kamu, aku gak cocok sama Nayra, gitu kan intinya?" tanyaku pada Jake membuatnya gelagapan.

"bukan gitu Lif. Gini deh, Nayra kan sholehah nih ya. Dan dia pastinya pengen jodoh yang sholeh juga. Dia udah capek capek berubah dan memperbaiki diri tapi jodohnya modelan kayak kamu yang gini gini aja pastinya dia gak mau dong." Ujar Jake yang belum kutanggapi karena masih mencoba kucerna.

"lalu?" tanyaku pelan.

"yah sekarang giliran kamu Lif memperbaiki diri juga. Shalat kek apa kek gitu. Shalat aja Cuma kalau inget kan kamu. Ngaji aja jarang banget kan kamu. Nah coba deh dari hal-hal itu." ujar Jake pada akhirnya. Benar juga apa yang dikatakan Jake. Nayra gak bakalan mau kalau aku juga gak berubah.

"bener juga kamu. Tumben encer." Ucapku pada Jake yang sekarang menatapku kesal.

"Lif, abis mikir berat laper nih." Yah, Jake adalah Jake. Ternyata dibalik semua itu inilah tujuannya. Makan. aku hanya mendengus pelan dan membiarkannya memesan makanan yang dia mau.

***

Thanks for reading. Have a nice day!

Kenapa Ta'aruf? (sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang