Ta'aruf?

3 0 0
                                    

Kanayra.

"Nay." Sapa seseorang membuatku tersadar dari lamunan. Aku sedang duduk di sebuah taman kuliner sendirian menunggu Naisha pulang kerja.

"Eh Mas Satya, ada apa mas?" tanyaku dengan gugup. Aku baru sadar sedaritadi melamun hingga tak menyadari ada orang didepanku.

"aku perhatikan daritadi kamu melamun, makanya aku menghampirimu. Boleh aku duduk disini?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan. Oh ya, Mas Satya ini teman sekantorku. Dia dua tahun lebih tua dariku. Jangan tanya wajahnya seperti apa karena sejak tadi para kaum hawa sudah memandang buas kearahku. Wajahnya yang tampan membuat semua orang tak lepas dari pesonanya.

"boleh mas silahkan." Ucapku mempersilahkannya duduk. Yah, lumayanlah punya teman ngobrol sebelum Naisha datang.

"apa ada masalah di kantor Nay?" tanya nya dengan wajah serius. Aku menggeleng pelan.

"lalu, masalah dengan pacar?" tanyanya lagi membuatku seakan ingin tertawa. Pacar dari hongkong apa yaa.

"nggak Mas, gak ada masalah apa-apa. Memangnya wajahku terlihat seperti orang yang banyak masalah ya mas?" tanyaku dengan nada bercanda. Dia menyunggingkan senyumnya.

"nggak Nay, daritadi soalnya aku liat kamu tidak bersemangat dan sering melamun." Ucapnya lagi. Wah kurangkerjaan sekali dia sampai-sampai memperhatikanku seperti itu.

"Cuma lagi capek aja Mas. Tugas kuliah juga lagi numpuk-numpuknya." Ucapku mencoba memberikan alibi.

Setelah itu terjadi hening beberapa saat. Aku menyeruput es coklat ku yang menyegarkan tenggorokan dan memainkan sedotannya pelan.

"Mm.. Nay. Boleh aku ngomong sesuatu sama kamu." Ucapnya berubah serius. Aku pun mencoba setenang mungkin.

"ngomong aja mas. Kan daritadi juga udah ngomong kan." Ucapku mencoba bergurau tapi dia tampaknya sedang dalam mode serius. Oh, stupid Nayra.

"jadi orangtuaku sudah lama memintaku untuk menikah, dan aku merasa umurku sudah cukup. Aku juga sudah mempersiapkan tabungan untuk menikah. Mungkin tahun ini aku berencana untuk menikah." Ucapnya dengan pelan dan teratur. Aku mencoba mencernanya dengan baik.

"wah selamat ya mas. Memang nikah itu harus disegerakan kalau sudah siap secara mental dan materi. Apalagi aku lihat mas ini sosok yang bertanggungjawab. Pasti calon istri mas senang punya suami seperti mas Satya. " Ucapku turut berbahagia.

"benarkah seperti itu?" tanya nya meminta kepastian.

"Ya, siapapun wanita yang akan menikah dengan mas nanti pasti sangat beruntung." Ucapku lagi membuatnya menyunggingkan sebuah senyuman.

"Oh iya, ngomong-ngomong siapa calon istri mas? Siapa tau aku kenal." Tanyaku sambil menyeruput es coklatku lagi.

"kamu." Ucapnya yang berhasil membuatku tersedak oleh es coklat nikmat yang sedang kuminum. Apa katanya tadi? Apa aku salah dengar? Aku mengerjap-ngerjapkan mataku tak percaya.

"maksud mas gimana? Kenapa aku?" tanyaku masih kebingungan. Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran lelaki itu.

"Ya, aku mau menikah dengan kamu. Kamu mau kan Nayra? Aku sudah suka kamu sejak lama. Sejak kamu masuk ke kantor pertama kalinya. Kamu perempuan yang baik dan bersemangat, kamu juga ramah kepada siapapun. Aku suka itu. dan kamu baru saja bilang kalau siapapun perempuan yang aku nikahi akan beruntung. Bukankah kamu juga perempuan, dan kamu akan beruntung menikah denganku?" tanyanya membuatku kehabisan kata-kata. Aku menepuk mulutku pelan. Sepertinya aku sudah salah bicara tadi. Aku tak berani lagi menatapnya. Aku tak tau harus menjawab apa.

"Nay, gimana?" tanyanya lagi meminta kepastian. Aku masih setia menunduk. Aku menimbang-nimbang dan bingung.

Sempat terlintas diotakku sebuah hadist yang mengatakan bahwa jika ada lelaki baik yang dataang melamar maka lebih baik diterima. Dan aku tau mas Satya lelaki yang baik. Dia rajin shalat dan rajin dalam pekerjaannya. Dia juga sosok lelaki yang bertanggungjawab. Tak ada alasan yang logis untuk menolak pesona Mas Satya. Tapi kenapa separuh hatiku masih ragu dan malah teringat lelaki itu. lelaki yang pagi tadi memberi pesan menyemangati.

"begini mas." Aku memulai memberi penjelasan kepadanya. Aku menarik napas panjang dan membuangnya pelan.

"kita belum saling mengenal. Kita hanya mengenal luarnya saja. Apakah ini tidak terlalu terburu-buru?" tanyaku pelan padanya.

"kamu bilang menikah harus disegerakan." Skak mat. Ya, kenapa aku berulang-ulang mengatakan hal yang disalah artikan seperti ini.

"memang betul mas, tapi bukankah menikah juga hal yang serius. Menikah itu ibadah seumur hidup jadi kita harus benar-benar serius dalam memilih pasangan hidup." Ucapku mencoba menjelaskan.

"lalu kamu mau kita saling mengenal dulu?" tanyanya lagi kemudian aku mengangguk pelan.

"berapa lama Nay?" tanyanya dan aku kembali dibuat bingung olehnya. aku tak tau berapa lama harus mengenalnya.

"sampai kita benar-benar mengenal satu sama lain mas." Ucapku pasrah. Aku tak tau lagi harus membalas apa.

"kamu tau kan aku harus segera menikah, ibuku sudah sakit-sakitan dan aku tak mau terlambat dan mengecewakannya. Kamu hanya perlu mengatakan mau atau tidak. Kalau kamu tidak mau tak perlu membuang-buang waktu Nay." Ucapnya dengan nada sedikit kesal. Aku memahami perubahan emosinya itu. aku mencoba mengerti posisinya saat ini.

"sebulan. Aku butuh waktu sebulan untuk saling mengenal." Ucapku pada akhirnya. Dia menghela napas pelan.

"baiklah. Apa kita akan kencan dan sering jalan berdua agar kita saling mengenal?" tanyanya lagi. Aku spontan menggeleng.

"bukan, bukan seperti itu yang aku mau. Aku mau kita Ta'aruf." ucapku membuat dia terperanjat kaget mendengarnya. 

" Hah? Ta'aruf?" tanyanya dengan nada terkejut sedangkan aku menjawabnya dengan anggukan mantap. 

***

Wahh gimana nih? si Satya bakalan mau gak ya diajakin ta'arufan sama Kanayra?

Duh apa kabar babang Khalif nih?? kasyan amat belum juga jadi udah ditikung gini..wkwk 

See you to the next part guys :))

Kenapa Ta'aruf? (sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang